CHAPTER 10

481 100 19
                                    


~Π~

Waktu terus berlalu, datanglah bulan baru. Hari Minggu di tanggal pertama, Bulan Mei.

Hari dimana saatnya Mara memenuhi kesepakatannya dengan Hendry untuk pindah ke kediaman kakak tirinya sebulan sebelum Musim Panas, yang mana artinya sebelum kedua orangtua mereka datang ke Amerika.

Terlihat Mara sedang sangat sibuk mengepaki barang-barangnya ke dalam koper. Satu koper berukuran sedang di isi oleh baju dan perlengkapannya, sedang satu koper paling besar digunakan untuk memuat lukisan-lukisan beserta alat lukis-kesayangan-nya.

Di depan pintu kamar Apartment sudah berdiri dua orang pria Gagah nan rupawan-bersetelan Jas-yang di utus langsung oleh Hendry untuk menjemput sekaligus membantu kepindahan Mara. Mereka adalah Gabriel dan Steven.

Gabriel merupakan Sekertaris-merangkap Sahabat-Hendry sewaktu berkuliah di Indonesia. Hendry memang dikenal hanya memiliki segelintir teman saja. Dia tidak banyak percaya terhadap orang. Pria itu selalu membatasi Circle-nya dan memilih orang-orang pilihan saja.

Oleh karena itu Pria itu tidak pernah mau mengambil orang kepercayaan dari salah satu 'Keluarga Besar' karena menurutnya itu hanya akan menimbulkan konflik di masa depan dan ia yakin orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan lebih cocok untuk posisi penting itu, yaitu untuk mengetahui semua hal yang berputar di sekitarnya.

Sementara, Steven adalah supir merangkap asisten pribadinya jika kalau Hendry membutuhkan sesuatu. Dan kedua orang inilah yang paling dekat dengan-nya serta mengetahui setiap aktivitas Pria itu selama menjabat hampir 3 tahun lamanya sebagai Direktur di Perusahaan Keluarga yang kini ia emban di New York. Dengan kecerdasannya Hendry hanya perlu menamatkan Gelar S2 dan S3 nya di Harvad dalam kurun waktu 2 Tahun saja, sebelum akhirnya ia pindah ke Pusat Kota New York untuk mengambil alih Soekotjo Group.

"Are you Done Miss Mara?"

Tanya Gabriel. Pria berperawakan tinggi dengan kacamata bertengger di hidung mancung-nya.

Mara mengangguk, lalu tanpa diminta, pria lain yang bernama Steven langsung mengangkut koper-koper itu turun ke bawah, dimana mobil sedan berwarna hitam-mengkilap sudah terparkir apik.

Mara sempat terdiam di ambang pintu untuk melihat sekali lagi ruangan kecil yang ia tinggali selama 4 bulan ini. Semua barang-barang sudah tidak ada lagi. Ruangan itu kini kosong, namun tetap saja tidak menambah kesan luas.

Tetapi biar bagaimana pun ia tetap nyaman tinggal di sana. Gadis itu bahkan sampai berpesan pada pemilik Apartment untuk jangan menyewakkan kamar tersebut pada siapapun. Dia juga berjanji untuk segera menempati tempat itu lagi.

"Miss, let's go!"

Gabriel memanggil di ujung lorong.

Mara menutup pintu Kamar, menguncinya lalu turun ke bawah menyusul Gabriel. Gadis itu meletakkan kuncinya ke dalam Kotak surat untuk kemudian diambil alih oleh pemilik Apartment.

Mara berjalan di belakang Gabriel keluar dari Lobby Apartment.

Di depan, Steven sudah bersiap membukakan pintu penumpang. Menunggu kedatangan Mara.

Wajah Mara begitu tidak bersemangat. Ia juga banyak menghembuskan nafas panjang. Kakinya terasa berat untuk masuk ke dalam mobil. Seakan-akan, jika ia masuk ke dalam sana, maka dia tidak akan bisa kembali lagi ke tempat ini.

"Miss?"

Gabriel menepuk pelan pundak Mara. Menyadarkannya yang daritadi hanya termenung di depan Lobby.

"Ah.. Sorry," ucap Mara tersentak.

Gabriel menuntunnya masuk ke bangku penumpang lalu pria itu duduk di bangku depan sebelah pengemudi. Steven menutup pintu mobil dan menyusul duduk di bangku supir.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang