CHAPTER 11

451 107 22
                                    

~Frédéric Chopin,
Nocturne in E Flat Major Op. 9 No. 2


~Π~

Gadis kecil itu menggigil. Memeluk erat tubuh ringkihnya yang terendam di dalam air Danau yang dingin.

Kepalanya setia tertunduk ke bawah tak berani menatap ke atas.

Dapat ia rasakan tatapan rendah dari orang-orang yang berdiri di bibir Danau.

Suara tawa 'cekikian' mereka menggaung memenuhi telinganya. Membuat sudut hatinya makin pedih. Bahkan dinginnya air Danau kalah dengan rasa sakit di hati. Tidak ada satu pun yang mau membantu, atau bahkan memberikan sorot simpati.

Mereka semua bukan Manusia!

Gadis malang itu tidak suka berada di sana. Dia hanya ingin pulang. Tapi Dia juga tidak tahu harus pulang kemana, karena Tempat itu bukan untuk nya dan 'Mereka' bukanlah 'Rumah'-nya untuk kembali.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar detak langkah sepatu yang perlahan mendekat.

Seketika kehadiran 'Seseorang' itu mampu membuat suara tawa yang keras tadi menjadi lenyap.

Suasana Sunyi seketika.

Semua terdiam.

Mara Kecil yang penasaran akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat kepala, menatap ke atas.

Tepat di ujung bibir Danau, di hadapannya. Telah berdiri Hendry yang baru saja datang. Netranya bertumbuk dengan Netra tajam milik pria berwajah dingin itu.

Reflek Mara meluruhkan pandangan lagi karena takut. Gadis kecil itu semakin mengeratkan dekapannya.
Dirinya merasa semakin tersudutkan dan dipermalukan apalagi setelah kehadiran Kakak tirinya di tempat itu.

Rasanya ia ingin segera lenyap dari sana sekarang juga.

Mara memejamkan mata erat-erat. Berharap ini hanyalah mimpi.

Sebuah mimpi buruk yang tak nyata.

Namun, sebuah bunyi Riak di Permukaan Air membuat matanya kembali terbuka.

Mara menatap ke depan dan tepat di depan sana terlihat kaki jenjang Hendry sedang turun satu-persatu masuk ke dalam air Danau yang dingin.

Pria itu berjalan perlahan mendekat ke arahnya sambil melepas Jas-nya.

Mara tercenung.

Nafasnya tertahan di dada.

Bukan hanya Mara, bahkan orang-orang di sekitar juga turut menahan nafas secara tidak sadar di moment yang sedang berlangsung ini. Kaget sekaligus bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Tubuh Mara mematung tatkala Pria itu telah berhenti di depannya dengan ekspresi yang setia datar.

Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, Pria itu dengan santainya menyampirkan Jasnya ke pundak Mara, Membungkus tubuh gadis kecil itu dengan Jasnya yang besar.

Mereka berdua saling bertatapan cukup lama.

Mara dengan tatapan heran bercampur kaget, sedang Hendry dengan sorot yang tak terbaca seperti biasa.

Gadis itu benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi kini. Apakah ini hanya mimpi atau kenyataan, Sebelum akhirnya pria itu membuka suara. Amat pelan sampai-sampai hanya dirinya seorang yang dapat mendengar ucapan Pria itu.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang