Sebelum masuk ke cerita, izinkan aku mengucapkan ini, setelah sekian lama nggak mengucapkannya: Jangan lupa vote dan comment!!! Jangan jadi silent reader, please. Vote dan comment dari kalian sangat berarti buat aku.
Dah itu aja, hehe.
***
REZA akhirnya memaafkanku setelah aku memohon-mohon. Yah, memang begini. Kalau aku berbuat salah, minta maafnya susah banget. Reza orangnya keras kepala, kalau aku nggak mohon-mohon, dia nggak akan mau memaafkan. Tapi kalau dia yang buat salah, aku dengan mudahnya maafin dia karena ... aku sayang dia. Nggak mau kehilangan dia. Nggak jarang aku bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya yang Top siapa, sih?
"Sore nanti aku jemput, kamu nggak boleh ke mana-mana," kata Reza di telepon.
"Iya ya ampun, aku mau ke mana juga sore-sore," jawabku.
"Ke Chatime, lah," katanya, "kayak kemarin."
Aku diam. Kok dia tahu ya kemarin aku ke Chatime? Apakah dia melihatku? Apakah itu alasan kenapa aku harus ekstra banget minta maafnya, karena dia tahu aku berbohong dan menungguku untuk jujur?
"Tiara yang bilang," kata Reza sebelum aku sempat bertanya.
Ah, harusnya sudah kuduga. Cewek itu memang nggak pernah bisa menjaga mulutnya. Aku berniat mengembalikan helmnya sambil ngelabrak dia nanti. "Kamu yang nanya?"
"Iya," jawab Reza. "Kamu bilang minum-minum sama orang kantor, tapi Tiara bilang kamu minum sama anak baru yang gendut itu."
Aku diam dulu sebelum menjawab, "Iya."
"Siapa namanya?"
"Putra. Straight."
"Kalau dia memang straight, kenapa harus bohong ke aku?"
Aku nggak punya jawaban untuk itu.
"Kalau dia memang straight, kenapa kamu rela banget nggak mau dijemput aku demi jalan sama dia?"
Aduh, aku terpojok.
"Kamu suka sama dia?"
"Jangan konyol!" bentakku.
"Nah, kamu marah. Kalau memang nggak suka sama dia, kenapa harus marah? Aku tahu kamu loh, Lung. Aku tahu selera kamu. Dan dia sesuai dengan selera kamu. Dia lebih gendut dan lebih lucu dari aku, kan?" Kudengar ada cemburu dalam suaranya.
"Nggak!" kataku, panik.
Sepertinya Reza tersenyum di ujung sana. "Ya udah kalau nggak. Sekarang kamu kerja aja dulu, sore nanti aku jemput."
Kubalas, "Oke."
Sampai di kantor, aku mengembalikan helm dengan membantingnya ke meja Tiara. Perempuan itu mengernyitkan kening, sementara aku memelototinya. Lalu setelahnya dia paham, dan yang dilakukannya cuma nyengir. "Hehe, maaf," katanya. "Habisnya lo kelihatan bahagia banget diajak jalan sama Putra, jadi gue pikir—"
Kutinggalkan dia sebelum dia sempat menyelesaikan penjelasannya.
Seharian aku nggak ngobrol sama Tiara. Dia berkali-kali berusaha mengajakku bicara, tapi aku menolak. Masih kesel. Walaupun yang dibilang Tiara itu bener, bahwa aku bahagia banget diajak jalan sama Putra, tapi tetap saja nggak seharusnya dia memberitahu Reza bahwa aku jalan dengan anak itu. Karena Tiara, Reza jadi tahu aku berbohong, padahal selama ini aku nggak pernah ketahuan bohongin dia. Aaarrrggggh!!!
Jam istrihat makan siang, aku sesekali melirik ke arah tangga, berharap Putra muncul dari lantai bawah untuk mengajakku makan siang bareng lagi. Tapi dia nggak kunjung datang, dan aku kecewa. Karena sedikit penasaran, aku turun ke lantai bawah untuk mengecek apakah Putra masuk kerja hari ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
F*ck Boy
General FictionAlung terjebak toxic relationship. Dia ingin bebas, tapi dia takut sendirian. Lalu ada Putra yang datang membebaskannya. Tapi, tetap saja dia merasa sendirian.