DAN terjadi lagi. Aku memaafkan Reza semudah aku memaafkan semua orang yang mem-bully aku selama ini. Aku mah begini orangnya. Daripada sendirian di dunia ini, jadi lebih baik aku saja yang mengalah. Nggak apa-apa di-bully, dikata-katain banci, asal mereka masih ada di dekat aku. Sebenarnya aku kepingin marah dan membalas orang-orang yang bully aku, tapi kalau aku melakukannya, nanti mereka meninggalkanku, dan kemudian aku sendirian. Dan aku nggak suka sendirian.
"Kali ini beneran," kata Reza di mobil ketika pagi itu dia nganterin aku ke kantor, "aku nggak akan chatting-an sama siapa pun lagi."
Sebelumnya juga dia ngomong begini, walaupun nggak sama persis. "Aku nggak pernah ngelarang kamu temenan sama siapa pun, yang penting bener temenan. Bukan chat sayang-sayangan kayak kamu ke anak kemarin itu."
"Dia duluan yang mulai loh, Sayang," rajuknya.
"Tapi kamu ngeladenin," cibirku.
Reza nggak menjawab, dia cuma menatapku.
"Aku harus masuk," kataku.
"Cium dulu," pintanya, manja.
Aku menciumnya di pipi.
"Di bibir!" katanya, cemberut.
Aku mendengus geli. Dulu aku dibuat tergila-gila dengan sikapnya yang sok manja ini, tapi sekarang yang kurasakan biasa-biasa aja. Kucium dia di bibir. Awalnya cuma mau ciuman singkat, tapi Reza membuatnya jadi lebih lama. Aku ereksi, dan sialan, jam sudah menunjuk ke angka delapan. Terpaksa kulepas bibirku dari bibirnya.
"Aku harus pergi."
Reza tersenyum puas. "Kabarin kalau udah pulang."
Aku turun dari mobil, dan ketika melangkah masuk ke dalam kantor, aku tersenyum sambil menggigit bibir.
Tiara sudah menungguku di ruangan.
"Hebat!" katanya. "Entah lu kena guna-guna apa sampe nggak bisa banget lepas dari si Reza anjing!"
"Jangan mulai, deh. Masih pagi," kataku.
Tiara mendengus jengkel, lalu duduk di kursinya. Seharian dia nggak menegurku setelahnya, dan ini sudah biasa. Aku maklum sih dia kesal, siapa pun pasti bakalan kesal kalau ada di posisinya, tapi ya mau gimana lagi? Aku sayang banget sama Reza, dan membayangkan aku tanpa Reza ... rasanya menakutkan. Reza yang selama setahun belakangan ini membantuku bangkit dari depresiku, bukan Tiara. Reza yang selama setahun ini menemaniku cari makan ketika aku lapar, menemaniku kondangan, mengajakku jalan-jalan ke tempat jauh. Aku belum siap kehilangan Reza-ku yang itu. Mungkin psikologku benar, Reza hanya mudah bosan. Mungkin ini salahku. Kalau aku bisa membuat hubungan kami nggak membosankan, Reza mungkin nggak akan chatting-an dengan cowok lain. Ya, kan?
Ketika jam makan siang dan aku lagi santai sambil main Instagram, ada DM masuk dari username @putraaaxxx. Isi pesannya:
Lung, bagi wa lu
Kulihat profilnya, ternyata si gemesh Putra! Nggak lama setelah DM, ada notif si Putra nge-follow aku. Aku kegirangan kayak anak kecil dikasih es krim. Cepat-cepat ku-followback dia, dan aku baru berniat membalas DM-nya ketika sebuah pesan WA dari nomor tak dikenal masuk ke notifikasi.
0812-6554-xxx, 12:14 PM / Lung, makan siang bareng yuk
Kulihat foto profilnya, ternyata si Putra gemesh! Lah, aku bahkan belum ngasih nomorku di DM, tapi dia udah chat duluan. Dapet dari mana, ya? Tebakanku pasti dari grup kantor, dan salut juga dia berhasil menemukanku di antara 120 orang yang ada di dalam grup.
KAMU SEDANG MEMBACA
F*ck Boy
Ficción GeneralAlung terjebak toxic relationship. Dia ingin bebas, tapi dia takut sendirian. Lalu ada Putra yang datang membebaskannya. Tapi, tetap saja dia merasa sendirian.