SEUMUR hidup, aku nggak pernah tahu rasanya begitu diinginkan oleh orang lain, bahkan oleh Reza sekalipun. Dulu aku yang pertama suka sama Reza karena dia gembul dan menggemaskan, dan butuh waktu nyaris setengah tahun lamanya sebelum Reza akhirnya balik suka sama aku. Aku sadar diri dengan kondisi wajahku yang nggak terlalu tampan dan kulitku yang nggak secerah boti-boti lain, tapi tetap saja rasanya menyesakkan karena aku ingin sekali saja merasa diinginkan.
Jadi, ketika Reza menelepon memohon-mohon kayak tadi, dalam hati aku sebenarnya senang karena dia menginginkan aku. Tapi aku tahu itu adalah perasaan yang salah, dan nggak seharusnya aku merasa senang setelah apa yang dia perbuat padaku malam itu di rumah kosong.
Aku menggeleng kuat-kuat menyingkirkan pikiran negatif itu. Saat ini aku lagi berada di sekitaran Monas bareng Putra dan Habib (yang ganteng banget, sumpah) dan kami sekarang lagi bingung mau ke mana karena kami sudah selesai makan, sudah selesai foto-foto. Tapi bingungnya nggak lama, karena kemudian Habib menyarankan kami untuk pergi ke sebuah klub malam.
Kami mendatangi sebuah klub di daerah Jakarta Pusat. Aku agak norak karena sebelumnya nggak pernah masuk ke klub kayak gini, jadi ketika Putra dan Habib memesan meja dan beberapa jenis botol alkohol, aku malah minta jus alpukat yang membuat Habib dan Putra terkekeh geli. Lalu kami duduk di tengah hamparan lampu warna-warni yang membuatku pusing. Jadi ini yang namanya klub?
Pukul sebelas malam meja-meja sudah mulai ramai ditempati orang-orang. Putra dan Habib sudah meminum beberapa gelas alkohol, walaupun kayaknya mereka belum mabuk berat. Mereka menawariku tapi aku menolak karena aku nggak suka alkohol, sakit di tenggorokan ketika diminum. Meja-meja disusun menghadap ke panggung kecil yang sekarang berisikan band lokal sedang melantunkan lagu yang sialnya adalah lagu aku dan Reza.
Yeah, aku dan Reza punya lagu kami sendiri, yaitu Day 1-nya HONNE. Pokoknya setiap kali lagu ini diputar di mana pun, kami akan ingat dengan kenangan manis selama awal-awal kami pacaran. Sekarang, saat band menyanyikan lagu itu dengan indahnya membuatku jadi kepikiran Reza lagi, kangen lagi, dan aku mau nangis lagi. Tuhan, kenapa sih aku cengeng banget? Aku sayang Reza, tapi Reza jahat banget sama aku!
Mukaku pastinya kusut dan kelihatan sedih banget, karena Habib yang tadinya duduk di seberangku mendadak jadi berada di sebelahku sambil membawa gelas alkoholnya. Dia ganteng banget, subhanallah. Bulu matanya yang lentik dipadu dengan tatapannya yang indah dan wajahnya yang cerah nyaris tanpa cela sedikit pun membuat jantungku berdegup kencang. Habib duduk terlalu dekat denganku sehingga aku bisa mencium aroma parfumnya yang manis.
"Kak Alung kayaknya lagi sedih, ya? Dari tadi aku lihat kayak gelisah mulu." Kukira akan mencium bau alkohol dari mulutnya, tapi ternyata nggak. Bibirnya yang merah muda menggoda untuk digigit.
"Aku baik-baik aja," jawabku sambil menggeleng.
"Dia bohong," kata Putra di seberang kami. "Dia jelas-jelas tadi abis berantem sama cowoknya. Lo pasti sekarang lagi galau kan, Lung?"
Habib menatapku dalam-dalam, dan aku luluh. Aku pun mengangguk.
Habib dengan segera menuang alkohol ke gelasku yang jus alpukatnya sudah habis, lalu dimasukkannya juga empat es batu. Dia menyerahkan gelas itu padaku. "Ayo minum, Kak. Ini bisa mengurangi kesedihan Kak Alung."
Aku memandangi gelas berisi cairan bening yang di dalamnya ada empat es batu mengambang itu. Aku pernah minum alkohol, makanya aku berani bilang nggak suka karena rasanya nggak enak di tenggorokan. Tapi mungkin waktu itu yang kuminum memang jenis alkohol abal-abal versi murah yang nggak enak rasanya. Dan kalau dilihat dari tampilan bar ini yang kayaknya mahalan, juga botol alkohol yang dituang Habib tadi kelihatannya nggak murahan, mungkin alkohol yang satu ini rasanya enak. Vodka ya, kalau nggak salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
F*ck Boy
Genel KurguAlung terjebak toxic relationship. Dia ingin bebas, tapi dia takut sendirian. Lalu ada Putra yang datang membebaskannya. Tapi, tetap saja dia merasa sendirian.