3 hari kemudian
"Kiran pelan-pelan, ntar jatoh," ucap Angkasa saat langkah Kiran sudah 10 meter meninggalkan mereka. Saat ini, mereka sedang berjalan menuruni gunung, dan untungnya tinggal 100 meter lagi mereka akan sampai dikaki gunung.
"Eh Ra, lo kenapa senyum-senyum sendiri?" Rora menggeleng dengan wajah yang masih tersenyum.
"Ran, enak ya punya saudara?" langkah Kiran langsung terhenti mendengar pertanyaan Rora, begitupun dengan Angkasa. Oh iya, selama 3 hari selalu bareng sama mereka, akhirnya Aurora menceritakan sedikit kisah hidupnya sama mereka, entahlah, Rora merasa nyaman sama mereka khususnya Angkasa, dia adalah pendengar yang baik.
"Lo kan punya saudara juga."
"Gue jarang ketemu sepupu gue, kalo lo kan tiap hari."
"Lo jangan menutup diri Ra, mereka semua mau deket sama lo tapi lo nya masih menutup diri. Ajak juga kedua orang tua lo untuk ngobrol bareng, biar masalah kalian cepet selesai," sahut Angkasa yang saat ini menatapnya.
"Iya, abang bener, mungkin sepulang dari sini gue bakal minta maaf ke mereka."
"Ajak mereka ngobrol baik-baik, keluarin uneg-uneg lo selama ini, gue yakin mereka bakal ngerti kok nanti," Rora tersenyum kecut.
"Semoga aja."
"Udah-udah jangan cemberut lagi, ayo semangat tinggal beberapa meter lagi kita sampai," ucap Kiran mencoba mencairkan suasana.
"Yok semangat yok," mereka berjalan turun dengan santai karena memang tinggal beberapa meter lagi mereka sampai dikaki gunung. Karena keasikan mengobrol, Rora gak tau kalau dibelokan depan ada jurang sedalam 5 meter dan membuatnya langsung jatuh kebawah.
"RORA!" Angkasa langsung turun kebawah dengan perlahan menghampiri Rora yang sudah terbaring dibawah sana.
"Lo gak apa-apa?" Rora meringis mememang pergelangan kakinya.
"Kayanya terkilir deh bang, sakit banget," Langit membantu Rora berdiri dan menuntunnya jalan.
"Aduh, bang gak bisa, aduh sakit banget," rengek Rora saat mencoba melangkah menggunakan kakinya.
"Gendong aja bang, tasnya biar Kiran yang bawa," ucap Kiran saat sudah berhasil turun kebawah. Angkasa pun memindahkan tasnya kedepan dan menggendong Rora dipunggungnya sementara Kiran memakai tas Rora didepan tubuhnya.
"Lo juga hati-hati Ran, ikutin langkah abang."
"Iya," mereka pun berjalan turun dengan hati-hati, untungnya mereka sudah berada dikaki gunung, tinggal berjalan 50 meter lagi mereka akan sampai kewarung tempat mereka singgah sebelum naik kemarin.
"Yah warungnya tutup," Kiran meletakan kedua tas yang ia bawah keatas meja yang ada didepan warung tersebut.
"Jadi gimana? Kita harus bawa Rora ke klinik." Angkasa menurunkan Rora dengan perlahan agar duduk diatas meja.
"Gue gak apa-apa kok," ucap Rora sambil mencoba menahan ringisan.
"Gak pa-pa gimana? Lo aja gak bisa jalan, kaki lo juga mulai bengkak, disana ada ibu-ibu, biar gue tanya dimana kliniknya," Kiran berjalan menghampiri beberapa ibu-ibu yang sedang memetik daun teh. Setelah mendapat alamatnya, mereka pun segera bergegas membawa Rora keklinik.
💙 💙 💙
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba juga, tadi Langit sudah memberi tahu Alya kalau Aurora, Angkasa dan Kiran akan pulang hari ini.
"Jadi kita gak jemput kak Rora ma?" tanya Bulan yang sedang berbaring disofa dengan mata yang fokus menatap tv."Gak perlu, biar Langit sama Ajeng yang jemput. Mereka juga sudah jalan kesini kok."
Tok tok tok
"Itu pasti Rora," Bella langsung berlari kearah pintu diikuti oleh semuanya. Saat pintu terbuka, mereka terkejut melihat kondisi kaki Rora yang sudah dipasang gips.
"Astagfirullah Rora kamu kenapa?" Riki langsung memapah putrinya untuk masuk kedalam rumah.
"Gak apa-apa, Bun, Yah. Cuma jatuh aja tadi. Kok kalian ngumpul disini sih? Loh ada kak Adam juga?"
"Ceritanya panjang, kamu kenapa pergi gak izin sama semua Rora?" tanya Alya.
"Biasanya juga kaya gini kok, lagian kemarin Rora udah izin sama ayah dan bunda," Riki dan Bella langsung terdiam mendengar ucapan Rora.
"Kiran, Rora kenapa?" tanya Alya.
"Jatuh ke Jurang kak."
"HAH?" semua yang ada diruangan ini langsung shock mendengar ucapan Kiran.
"Kok bisa? Berapa meter jurangnya?"
"Lima meter doang kok kak, jatuhnya pun pas udah mau sampe kaki gunung."
"Lima meter doang kata lo? Gila! Cepet bawa kak Rora kerumah sakit," ucap Bintang membuat Kiran langsung meringis menyesali ucapannya.
"Udah gak apa-apa kok, tadi sebelum pulang juga udah mampir ke dokter," kali ini Rora yang berbicara karena pusing melihat keluarganya yang cemas ini.
"Terus apa kata dokter?"
"Retak doang, pergelangan kaki gue, tadi kehantam batu soalnya."
"Astagfirullah kak."
"Astagfirullah Bintang."
"Udahlah, mending Rora istirahat dulu aja, pasti capek," lerai Bella.
"Sini Ayah gendong," Rora menatap bingung kearah Riki yang sudah berjongkok didepannya, namun karena tak mau membuat sang ayah menunggu, Rora pun langsung naik kepunggung Riki.
"Kalian mau istirahat juga?" tanya Bella pada Kiran dan Angkasa.
"Gak usah tante, kalo gitu kita pamit aja ya, maaf juga saya gak bisa jagain Rora."
"Gak apa-apa kok nak Angkasa, Rora jatuh bukan karena kamu. Makasih ya sudah jagain Rora selama beberapa hari ini."
"Iya, kalau gitu kita pamit tante, kak Alya kita pamit."
"Gue juga, kak kita pamit ya," ucap Ajeng pada Bella dan Alya.
"Hati-hati semuanya."
Setelah Langit, Kiran, Angkasa dan Ajeng pulang. Mereka memutuskan untuk masuk kekamar Rora.
"Kamu beneran gak apa-apa Ra?" tanya Alya."Gak apa-apa kok Tan, btw kalian belum jawab pertanyaan aku tadi, kok kak Adam ada disini?" Riki menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berbicara.
"Kamu tau om Riko?"
"Kembaran Ayah?" Riki mengangguk.
"Adam adalah anak om Riko, orang yang selama ini kami cari-cari," Rora membelalakan matanya terkejut.
"Serius? Pantesan muka kak Adam mirip sama Ayah."
"Dan mulai sekarang Adam akan tinggal kita, kamu gak masalah kan?"
"Gak masalah dong, akhirnya Rora jadi ada temennya dirumah."
"Ra."
"Iya Bun?"
"Bunda mau minta maaf sama kamu, maaf kalo selama ini Bunda telantarin kamu."
"Gak kok Bun, Rora gak ngerasa ditelantarin sama kalian. Lagian kan kalian kerja buat Rora juga," seketika air mata langsung mengalir dari kedua mata Bella.
"Bunda udah berhenti kerja, mulai sekarang Bunda bakal fokus sama rumah aja."
"Loh, kenapa?"
"Bunda mau fokus ngurusin kamu, liat sekarang Bunda bahkan gak sadar kalau kamu udah sebesar ini."
"Yaudah terserah apa keputusan Bunda, Rora dukung kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora
Teen FictionAurora yang awalnya tidak peduli terhadap hubungannya dengan Farras, seketika berubah saat Farras tiba-tiba bilang akan pindah ke Jakarta dan bersekolah ditempat yang sama dengannya. Awal mula ia bisa kenal dengan Farras karena dikenalkan kakak kela...