Pergi

161 23 4
                                    

BRAK.

Rora yang sedang asik mengemas pakaiannya keransel langsung tersentak saat mendengar suara bantingan dari kamar orang tuanya. Rora menghelah nafas lelah, kapan sih rumah ini bisa menjadi rumah yang sesungguhnya? Rumah tempat istirahat, rumah tempat bersantai dan rumah tempat berkumpul dengan ayah dan bunda.

"Kok malah nyalahin aku sih mas? Aku udah lama ya izinnya sama kamu buat ke Inggris, gantian lah kamu lagi yang ngurusin Rora. Ngurus anak satu aja gak bisa."

"Selama ini kamu ngurusin? Aku tanya selama ini kamu ngurusin? Yang kamu urusin selama ini tuh cuma kerjaan terus, kurang uang yang aku kasih selama ini? Kemarin aku dimarahin sama papa karena kamu terlalu fokus sama kerjaan sampai anak sendiri ditelantarin."

"Kamu gak ngaca mas? Kamu juga sering gila kerja sampai sering lupa istirahat."

"Tapi ngurus anak itu kewajiban kamu Bella."

"Kalau kewajiban ngurus anak cuma kewajiban untuk aku aja, berarti orang tua Rora cuma aku, kamu bukan."

Rora yang sudah merasa sangat muak dengan pertengkaran orang tuanya langsung menendang pintu kamar mereka dan menerobos masuk.

"Kalian ngeributin soal apa lagi sih? Ngeributin soal aku? Gak ada yang mau ngurus aku? Kalau gitu buang aja, ngapain diributin, atau aku harus ikut Aaron biar kalian tenang?" emosi Rora sudah benar-benar dipuncak saat ini, tidak pernah sekalipun ia berkata kasar dengar orang tuanya.

"Jaga bicara kamu Rora." ucap Riki dengan sorot mata tajam.

"Terus gimana lagi? Kalian gak ada yang mau ngurusin aku? Tiap hari ribut masalah aku."

"Ini semua salah Bunda kamu yang terlalu terobsesi sama pekerjaannya." Bella mendelik mendengar ucapan Riki.

"Kok nyalahin aku sih mas? Kamu yang harusnya salah."

"Kalian berdua sama-sama salah, udah tua tapi gak bisa intropeksi diri. Ayah tau kenapa kemarin ayah bisa ketemu aku di Bandung? Karena itu hari ulang tahun aku dan Aaron." wajah Bella dan Riki langsung berubah pias saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut Rora.

"Ah aku yakin kalian bahkan lupa hari ulang tahun kita. Yang ada dipikiran kalian cuma pekerjaan, kalian bahkan gak tau kalau aku setiap tahun ngerayain ulang tahun di Bandung bareng-bareng sama Aaron. Coba aku tanya sekarang, kapan sih, terakhir kali kalian ngunjungin Aaron? Kalian udah lupa kalau kalian punya anak? Cih, emang paling bener kalo aku nyusulin Aaron dari dulu dari pada harus tinggal sama kalian." Rora langsung berjalan kearah kamarnya dan mengambil ransel yang sudah ia bereskan tadi. Ia akan berangkan ke Jambi untuk menanjak gunung Kerinci bersama Angkasa dan adiknya. Sebenarnya mereka baru berangkat besok jam 5 pagi, dan sekarang baru jam 10 malam. Tapi bodo amatlah, mending ia tidur di Bandara dari pada tidur dirumah.

Sebelum Rora meninggalkan rumah, ia kembali masuk kedalam kamar orang tuanya untuk berpamitan, seenggaknya ia harus berpamitan biar orang tuanya gak cemas.

"Ayah, Bunda." Bella dan Riki yang tadinya sedang duduk seraya menunduk langsung mengalihkan pandangan mereka kearah Rora.

"Rora mau pergi dulu."

"Kemana?"

"Assalamualaikum." Rora meninggalkan rumah dan berjalan kearah mini market yang ada didekat rumahnya, ia akan memesan taksi dari sini.

💙 💙 💙

Rora mengerjapkan matanya saat mendengar nada panggilan dari ponselnya, sekarang sudah pukul -5 pagi, artinya setengah jam lagi mereka akan berangkat. Rora langsung mengecek ponselnya saat lagi-lagi ponsel ditanggannya ini berbunyi.

"Halo Aurora." Rora membelalakkan mata saat mendengar suara seseorang dari balik telfon sana.

"Eh, iya halo bang. Udah sampai ya?"

"Ini udah diparkiran, kamu dimana?"

"Tunggu dipintu masuk aja bang, Rora kesana sekarang."

"Oke." setelah panggilan tersebut mati, Rora langsung buru-buru menuju ke toilet untuk cuci muka dan sikat gigi. Gak mungkin banget kalau ia menemui bang Angkasa dengan kondisi muka bantal seperti ini, mana belum mandi lagi, untungnya badannya tidak begitu bau. Setelah dirasa penampilannya saat ini pantas untuk menemui Angkasa, barulah ia berjalan kearah pintu masuk bandara. Disana sudah ada Angkasa bersama dengan seorang perempuan yang sepertinya seumuran dengannya.

"Bang Angkasa." panggil Rora membuat pandangan kedua orang tersebut langsung fokus kearahnya.

"Aurora." Rora langsung berjalan menghampiri mereka.

"Princess?" gumam perempuan yang ada disebelah Angkasa namun masih bisa terdengar oleh Rora dan Angkasa.

"Lo kenal gue?" perempuan itu langsung tersenyum canggung kearah Rora.

"Auora, kenalin ini adek gue namanya Kiran. Kiran ini Aurora." Rora dan Kiran saling berjabat tangan seraya tersenyum.

"Dek, kamu kenal Aurora?" tanya Angkasa pada Kiran membuat Rora juga ikut menatap Kiran karena ingin tau jawaban dari Kiran.

"Kiran kenal sama abangnya. Adeknya Joshua kan?"

"Loh, lo kenal Bang Jo?" Kiran mengangguk.

"Iya, gue adeknya bang Jo." obrolan mereka berhenti disitu karena mereka harus segera bergegas memasuki pesawat.

💙 💙 💙

Rora menarik nafasnya dalam-dalam dan kembali menatap kedepan, mereka kini sudah berada di Jambi dan sedang menaiki bis menuju kekabupaten Kerinci.

"Hp lo beneran mati Ra?" tanya Kiran, pasalnya saat akan menaiki bis tadi, hp Rora terjatuh dijalan raya dan tidak sengaja terlindas oleh mobil, jangan tanya kondisi hp itu sekarang karena sudah pasti mengenaskan.

"Mati total."

"Lo gak mau pake hp gue buat hubungi keluarga lo?" Rora tersenyum miris.

"Gak perlu, mereka ngerti kok, gue udah biasa pergi-pergi kaya gini." setelah Rora berbicara, mereka kembali hening dan fokus menatap jalanan diluar sana.

"Btw Ran, lo kenal bang Jo dari mana?" tanya Aurora.

"Catania."

"Catania?"

"Iya, emangnya lo gak tau Catania?" Rora menggeleng.

"Mampus." batin Kiran.

"Eng- Catania itu nama tempat ngumpul kita." ucap Kiran dengan nada canggung.

"Semacam basecamp gitu?" Kiran mengangguk.

"Kaya pernah denger, itu tempat bang Jo balapan bukan sih?"

"Lo tau, abang lo suka balapan?" Rora mengangguk.

"Tau, tapi gue gak tau soal Catania. Btw dia masih sering balapan gak akhir-akhir ini?"

"Enggak, akhir-akhir ini kita terlalu sibuk jadi gak sempat balapan. Lagian juga kita udah lumayan lama gak ngadain balapan." Rora hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, berarti abangnya gak bohong waktu bilang kalo dia gak pernah balapan lagi sekarang.

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang