Part 04

1.6K 139 7
                                    

Perlahan Kanaya berdiri dan melangkah keluar gudang dengan tertatih-tatih. Baju cewek itu terdapat bercak darah dari kepalanya.

Kanaya perlahan memasuki kamar dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setalah itu Kanaya duduk di atas ranjang. Kepala dan dadanya terasa sangat sakit. Untungnya Kanaya masih bisa menahannya.

Tiba-tiba Irfan memasuki kamarnya dan langsung duduk di hadapan Kanaya.

"Naya, maafin papa. Papa gak bisa nolongin kamu tadi," ucap Irfan menatap putri bungsunya itu dengan tatapan sendu.

"Gak papa kok. Lagian Kanaya udah biasa," ucap Kanaya sambil menyengir.

"Naya, papa mau ke luar kota untuk beberapa waktu. Kamu di sini baik-baik yah," ucap Irfan mengelus rambut Kanaya.

"Iya. Papa jaga diri di sana yah. Jangan lupa makan entar papa sakit, jaga kesehatan papa."

"Pa, ayo. Mama udah nungguin di bawah." Tiba-tiba Kesya masuk dan menarik tangan Irfan menunggalkan Kanaya yang menatap keduanya dengan tatapan sendu.

Ya Allah, kapan mereka nganggap Kanaya ada?

Tiba-tiba ponsel Kanaya berdering. Kanaya segera mengangkatnya saat tau Kaisar yang menghubunginya.

"Assalamualaikum." Kanaya tersenyum mendengar suara Kaisar dari seberang sana.

"Waalaikumsalam abang. Gimana kabar abang? Baikkan?"

"Kalau kamu baik maka abangpun di sini baik." ucap Kaisar.

"Oh ya, hari ini papa mau berangkat keluar kota kan?"

"Iya. Baru aja berangkat."

"Loh? Kamu gak ngatar papa ke bandara?" tanya Kaisar membuat Kanaya tersenyum kecut.

"Kanaya gak bisa. Soalnya Kanaya lagi ngerjain tugas," jawab Kanaya dan untung saja Kaisar mempercayainya.

"Abang tutup telfonnya yah, soalnya ada temen abang."

"Yaudah abang di sana baik-baik yah. Assalamualaikum." Setelah mendengar Kaisar menjawab salamnya, Kanaya memutuskan sambungan telfonnya.

Baru saja Kanaya menaruh ponselnya di atas nakas, benda itu lagi-agi berbunyi. Kanaya melirik ponselnya dan mendapati nama Sarah tertera di sana.

"Assalamualaikum, Sar. Ada apa?"

"Waalaikumsalam. Woy, lo ke sini dong. Gue lagi di cafe biasa nih bareng Denis," ucap Sarah dari seberang sana.

"Gue gak bi---"

"Gak ada penolakan. Lo dateng lah, gak seruh nih kalau gak ada lo."

Kanaya menghembuskan napas pelan. "Gue gantian dulu."

Setelah mengucapkan itu Kanaya langsung memutuskan sambungan telfonnya.

Kanaya memakai hoodie hitam dan celana jeans untuk menutupi lebam di tubuhnya, tak lupa juga memakai topi. Setelah itu Kanaya keluar dan melajukan mobilnya menuju cafe.

Setelah sampai Kanaya turun dari mobil dan memasuki cafe. Dapat Kanaya lihat, Sarah sedang melambaikan tangannya mengintruksi agar dirinya segera menghampiri mereka.

"Lo pake hoodie lagi?" tanya Denis. Dia bingung dengan Kanaya. Bagaimana tidak, Kanaya kadang memakai hoodie kadang tidak. Bahkan cewek itu tak jarang memakai syal dan masker.

Karena gue dipukul lagi.

"Ah lagi pengen aja," ucap Kanaya sambil mendudukan diri di kursi.

"Banyak banget makanannya. Siapa yang pesen?" tanya Kanaya saat melihat banyak makanan sudah berada di atas meja.

"Nih si kutil piranha porotin gue. Dia yang ngajak ke cafe, gue yang di suruh bayar," ketus Denis menunjuk Sarah yang menunjukan cengiran bodohnya.

"Yaelah lo mah. Traktir temen sekali-kali gak papa lah," ujar Sarah memukul lengan Denis pelan.

"Sekali-kali pala lo. Ini udah berkali-kali," ketus Denis.

"Lo pelit banget sama temen sendiri," kata Sarah kesal seraya menunjuk Denis kasar.

"Kalau gue pelit, gak bakalan gue bayarin nih makanan."

"Udah-udah ih. Gak malu apa di liatin sama orang-orang?" Sarah dan Denis serempak menoleh ke sekeliling mereka, dan benar saja, orang-orang sedang memperhatikam mereka.

"Eh, Nay tangan lo kenapa merah gini?" tanya Denis yang menyadari punggung tangan Kanaya yang merah.

"Ah ini gak sengaja kena air panas pas gue lagi ambil minum," ucap Kanaya berusaha tenang agar kedua sahabatnya percaya.

"Lain kali hati-hati, Nay. Tapi lo gak papa kan?" tanya Sarah memastikan.

"Iya gue gak papa."

"Ya udah sekarang kita makan. Tenang, temen kalian yang ganteng dan baik hati ini yang akan bayar," ucap Denis memukul dadaya pelan.

Sarah dan Kanaya langsung memakan makan yang ada di atas meja tanpa merespon ucapan Denis membuat cowok itu kesal.

****

Kanaya membuka pintu rumah dan tatapannya langsung tertuju pada Yuli dan Kesya yang sedang video call bersama Irfan.

Kanaya bisa mendengar suara tawa bahagia mereka yang seakan tidak ada beban.

Kanaya menghapus air matanya kasar lalu berjalan menaiki tangga. Namun baru menginjakan kaki ke anak tangga pertama, langkahnya terhenti mendengar suara Yuli.

"Dari mana kamu jam segini baru pulang?" tanya Yuli sambil berdiri dari duduknya dan menghampiri Kanaya.

"Mama kenapa?" Kanaya bisa mendengar suara Irfan yang bertanya pada Kesya.

"Biasa pa, kalau gak ada papa, Kanaya selalu pulang malam," jawab Kesya membuat Kanaya mengepelkan tangannya.

Kanaya masih bisa bersabar ketika Kesya lagi-lagi menfitnahnya. Kanaya masih bisa berfikir jika dia memarahi Kesya atau mehyangkal fitnah yang di ucapkan Kesya, pasti berakhir dia yang dipukul habis-habisan.

"Masa sih?!" Kanaya bisa mendengar suara Irfan yang meninggi.

"Iya pa. Bahkan Kanaya kadang gak pulang."

"Kesya!" tegur Kanaya yang merasa Kesya sudah melewati batas.

"Kanaya!" bentak Yuli diringi tamparan keras di pipinya.

"Udah dulu ya pa." Setelah mengucapkan itu Kesya memutuskan sambungan video call dan langsung menghampiri Yuli dan Kanaya.

"Jangan pernah kamu tinggiin suara kamu sama Kesya! Dia itu kakak kamu!" marah Yuli membuat Kanaya menggelengkan kepala.

"Lalu bagaimana dengan Kanaya yang sering di fitnah sama kakaknya sendiri. Ma, Kanaya gak pernah minta apapun dari mama. Kanaya hanya ingin mama bersikap adil sama Kanaya dan Kesya. Kanaya juga anak mama. Kanaya butuh kasih sayang dari mama! Mama dan papa selalu peduli sama Kesya, Kesya, dan Kesya. Mama bahkan gak pernah tanyain keadaan Kanaya! Mama bahkan gak pernah tanyain apakah Kanaya baik-baik aja atau nggak! Mama selalu mentingin Kesy---" ucapan Kanaya terhenti karena tangan Yuli yang sudah menampar pipinya. Kali ini tamparannya begitu kuat sehingga Kanaya bisa merasakan pipinya terasa sangat panas.

"MASUK KE KAMAR SEKARANG!" teriak Yuli emosi.

Kanaya berjalan menaiki tangga tanpa bicara karena tidak mau di pukul lagi. Mulutnya mungkin diam, tapi tidak dengan hatinya yang saat ini sedang menjerit.

*****
Hai semuanyaa!!!
Jangan lupa vote dan comment yah^_^

MAKASIH SUDAH MEMBACA🖤

Kanaya StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang