Part 28

2.8K 151 17
                                    

Ibu Nadin menatap ruangan di depannya dengan pandangan kosong. Sementara Nadin sudah tertidur di pangkuannya.

Senyum tulus Kanaya terus terlintas dipikirannya. Kanaya yang rela menjual mobilnya untuk biaya operasi Nadin. Kanaya yang selalu tersenyum dalam keadaan apapun.

Tiba-tiba beberapa orang menghampiri ibu Nadin. Yah dia keluarga Kanaya dan teman-temannya.

"Assalamualaikum, bu." Dila membungkukan badan sopan.

"Waalaikumsalam," jawab ibu Nadin berusaha tersenyum.

"Boleh kita masuk gak bu?" tanya Dila melirik pintu ruangan yang tertutup rapat.

"Kalian siapa?"

"Saya Ayah dari Kesya yang mendapat donor mata," ucap Irfan.

"Mari silahakn," ucap ibu Nadin lalu berdiri dengan menggendong Nadin memasuki ruangan diikuti yang lainnya.

Terdapat seseorang di atas brankar dengan kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Boleh liat wajahnya gak bu?" tanya Kesya yang diangguki ibu Nadin.

Perlahan tangan ibu Nadin terulur menurunkan kain putih itu.

Setelah sudah terbuka, mereka semua mematung saat melihat seorang yang sangat mereka kenal terbaring dengan wajah pucat dan tubuh semakin kurus.

Kaisar merasa dunianya benar-benar hancur. Air matanya turun tanpa persetujuan. Sementara Yuli menutup mulutnya tak percaya.

"Gak, gak mungkin," gumam Kaisar menggelengkan kepala tak percaya.

"M-mah? Pah? Kesya s-salah liat kan?" tanya Kesya bergetar.

"Den, Ren. Bilang kalau ini cuma mimpi," ucap Sarah.

"Kalian kenal Kanaya?" tanya Ibu Nadin.

"Kita keluarga Kanaya," jawab Dila.

"Den, beneran dia Kanaya? Den, ini gak mungkin," tangis Sarah pecah seketika.

"Ka-kanaya bangun nak," ucap Irfan menepuk pipi Kanaya pelan.

"Kenapa bisa meninggal?" tanya Dila dengan mata memerah menahan tangis.

"Kanaya mengidap penyakit jantung dan pendarahan bagian otak akibat kepalanya yang berkali-kali terbentur kuat," jawab ibu Nadin terisak hingga membuat Nadin terbangun.

Ingatan Yuli berputar saat dia membenturkan kepala Kanaya kuat ke tembok hingga mengelurkan darah.

BRAK!

Kaisar menendang meja di sebelah brankar Kanaya hingga menimbukan bunyi yang cukup kuat.

"KENAPA KAISAR GAK TAU?!"

"NAY, BANGUN NAY!" jerit Kaisar memeluk Kanaya erat.

"Pah, di-dia bukan Kanaya kan pah?" tanya Yuli. Dadanya seakan dihantam ribuan beton.

"Dek, bangun dek. Abang di sini, kamu kangen abang kan? Bangun, dek!" Kaisar terduduk di lantai yang dingin. Dia sudah tidak sanggup untuk menopang tubuhnya sendiri.

"Ka-Kanaya sayang banget sama abang, papa, mama dan Kesya."

"Ka-kamu bilang kamu s-sayang abang, ta-tapi nyatanya kamu pergi n-ninggalin abang, dek."

"Putri papa ku-kuat. Ayo bangun, tunjukan pa-pada mereka semua kalau pu-putri papa kuat," ucap Irfan menangkup wajah Kanaya.

"Den, Kanaya. Gue salah, Den. Gue sahabat yang buruk, gue bahkan gak tau kalau Kanaya mempunyai penyakit itu," tangis Sarah benar-benar pecah.

Kanaya StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang