🍂 24 🍂

263 53 123
                                    

Pagi ini matahari sedang malu menunjukkan sinarnya pada dunia, bersembunyi di antara gumpalan awan-awan kumulus yang berwarna kelabu. Tidak ada mentari pagi yang menyapa melalui tirai, hanya hembusan angin dingin yang menyapa pagi, dengan aroma petichor yang samar tercium.

Seorang pemuda tengah bergumul dengan selimut tebalnya yang hangat dan nyaman. Matanya masih terpejam rapat walau ia telah sadar dari mimpinya, ditambah cuaca yang mendukungnya untuk tetap di atas tempat tidur dan bolos sekolah, akan terasa lebih baik dengan adanya semangkuk mi instan hangat. Membayangkannya saja sudah membuat pemuda itu menenggak liurnya.

Tok! Tok!

Diketuknya pintu tempat persemayamannya. Chang Bin sedikit jengkel, ketukan itu membuyarkan bayangannya yang indah. Dia pun mempersilakan siapapun itu untuk masuk.

"Tuan Chang Bin, Tuan Seo telah menunggu kehadiran anda di meja makan untuk sarapan," ucap salah satu pelayan di rumah mewah Chang Bin.

"Bilang padanya aku sedang tidak enak badan." Chang Bin pura-pura menggigil.

"Kau tahu itu tidak akan mempan." Yu Gyeom, pelayan itu memasang wajah jengkel. Bisa dibilang, teman Chang Bin di dalam istana megah itu hanyalah Yu Gyeom. Usia mereka hanya terpaut 2 tahun.

"Hyung, tolong aku, aku sedang malas sekolah."

"Ini sudah yang ketiga bulan ini, kau mau aku dipecat?"

"Ah tidak, jangan, orang tua itu tidak boleh memecatmu!" Chang Bin duduk sigap di atas tempat tidurnya.

"Kalau gitu cepat turun, kau tidak bosan terus berdebat dengan ayahmu?"

"Bosan."

"Cepat turun!"

"Malas."

"Seo Chang Bin!"

"Iya, iya, aku turun, suruh dia tunggu sebentar. Jika dia menolak, tandanya dia tidak akan melihat wajah tampan ini pagi ini." Chang Bin bangkit dan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.

"Baiklah, Tuan Muda Chang Bin."

"Terima kasih, Hyung," seru Chang Bin dari dalam kamar mandi.

Selang 10 menit kemudian, Chang Bin turun ke bawah dan melihat seluruh anggota keluarganya telah siap dengan wajah jengkel. Pasti Chang Bin terlambat lagi.

"Rekor hari ini 20 menit." Eun Kwang, ayah Chang Bin buka suara tepat setelah putra bungsunya duduk di meja makan.

"Aku kira kalian memilih meninggalkanku." Chang Bin menjawab santai dengan mulut yang dipenuhi potongan roti, menu sarapan mereka pagi ini.

"Tadinya kami ingin seperti itu, tapi kurasa kamu tidak akan belajar arti dari tanggung jawab jika kami terus meninggalkanmu."

Chang Bin bungkam.

"Seo Chang Bin!" Eun Kwang menaikkan nada bicaranya.

"Iya, aku mendengarmu, aku sedang mengunyah makananku." Chang Bin baru saja selesai dengan roti panggangnya. "Ayo, nanti kita semua semakin telat untuk memulai hari." Chang Bin meraih ranselnya yang tersampir di kursi dan segera melenggang pergi menuju pintu utama rumah.

"Chang Bin, papa belum selesai!"

"Pa, sudah, Pa." Cho Rong menenangkan suaminya.

Eun Kwang membuang napas kasar. Dia menyesal selalu memanjakan putra bungsunya itu, kini dia kesulitan untuk mendidiknya dengan tegas, dia terlanjur dimanja selama masa kecilnya.

Chang Bin buru-buru men-starter mobilnya sebelum dicegat oleh sang ayah. Ketika mobil nyala, Chang Bin langsung tancap gas menuju gerbang rumahnya yang sudah dibuka oleh penjaga pribadi mereka.

Phobia {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang