🍂 33 🍂

251 42 159
                                    

⚠️DISCLAIMER⚠️: Di chapter kali ini ada unsur konten yang sedikit sensitif untuk beberapa pembaca, aku tau kalian semua pembaca yang pintar dan aku harap kalian bisa menyikapinya dengan bijak. Semua yang ada di sini hanyalah fiksi belaka. 

Dan jika kalian merasa kurang nyaman kalian boleh skip seteleh scene pertemuan di jam 9 malam, karena aku tetap menjelaskan secara ga langsung (tidak terlalu frontal) di chapter selanjutnya . Terima kasih ^^

10 tahun kemudian ....

Suara telepon tidak henti-hentinya berdering, mesin printer tidak henti-hentinya mengeluarkan lembaran-lembaran kertas dengan gambar grafik di atasnya, suara sepatu yang sibuk hilir mudik memenuhi ruangan, dan aroma kopi yang kuat menyerbak memenuhi satu ruangan.

Seorang pria melangkah masuk sambil membetulkan jasnya. Parasnya yang tampan dan misterius itu berhasil meluluhkan hati setiap wanita yang menatapnya; hampir semua wanita di kantor itu jatuh hati pada Si Tuan Tampan yang Misterius.

Pribadinya yang tertutup dan irit bicara membuat para kaum hawa semakin tertarik pada dirinya. Andai para wanita haus cinta itu tahu bahwa hanya akan ada satu nama dan selamanya hanya satu di dalam hati dan pikiran tuan itu.

"Selamat pagi, Direktur Lee," sapa salah satu karyawan di ruangan itu.

Pria berjas abu-abu itu hanya melemparkan senyum penuh wibawanya pada karyawan wanita itu. 

"Direktur Lee ...," panggil sebuah suara dengan nada menyeret yang manja. Min Ho hanya bisa memutar mata dan bersabar ketika suara itu memasuki indra pendengarannya.

"Saya baru saja menyelesaikan laporan keuangan bulan ini,"

Min Ho menatap wanita itu datar, "Lalu?"

"Ayolah ... Direktur Lee, anda ini kaku sekali, pantas saja masih melajang hingga saat ini."

Min Ho mengencangkan rahangnya. Terkadang ia ingin sekali menampar Sana jika tidak mengingat dia adalah seorang laki-laki dan seorang direktur di perusahaan alat berat paling ternama di Korea, belum lagi kinerja Sana yang sebenarnya paling baik dibandingkan karyawan lain di divisinya.

"Langsung ke intinya saja."

"Bagaimana jika anda mengajak saya keluar malam ini sebagai reward atas kerja keras saya?" Sana menaik-turunkan alisnya genit.

"Saya sibuk," tolak Min Ho cepat.

"Ayolah ... Direktur Lee, saya sudah bekerja dengan sangat baik. Setiap kali saya menyelesaikan sesuatu dengan baik, satu-satunya hal yang anda lakukan hanya berkata 'kerja bagus, terima kasih'—"

"Saya juga menaikkan gajimu," koreksi Min Ho cepat, "saya sudah melakukan semuanya sesuai peraturan dan etika kerja. Sekarang—"

"—tugasmu adalah belajar tata krama dan etika di lingkungan kerja, kita sedang di kantor dan hubungan kita sebatas kolega, tidak lebih. Hargai kenyamanan karyawan lain dan kenyamanan saya."

Setelah melontarkan kalimat menyakitkan itu, Min Ho memberikan satu lirikan sinis dan meninggalkan ruangan.

Ini bukan sekali, dua kali Min Ho memperingati Sana dengan keras. Min Ho juga tidak tahu apa yang ada di pikiran gadis pindahan Jepang itu sampai begitu terobsesi dengan dirinya. Walaupun Sana terobsesi setengah mati pada dirinya seperti yang dulu Yoo Jin lakukan, bagi Min Ho, Sana tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Yoo Jin di hatinya. Mendekati pun tidak.

Selepas keluar ruangan, Min Ho mengecek jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul 12.30 siang, tepat sekali, waktunya makan siang.

Phobia {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang