14. Bebuyutan

344 33 0
                                    

Flashback On

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flashback On

Yorin hampir saja menyemburkan apa yang barusan masuk ke dalam mulutnya. Dengan kata lain Yorin hampir keceplosan mengatakan sesuatu. Raksa yang melihatnya tentu tertawa renyah beranggapan itu lucu. Suatu ungkapan bodoh yang sayangnya keluar dari mulut Pramu.

"Papa harap kamu mengerti." Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana hitam kerjanya. Dengan tenang Raksa memudarkan tawanya.

Kini giliran Pramu tertawa kecil sembari menepuk sepasang tangannya. "Hargai saya. Masa depan Anda ada di tangan saya."

Selain itu juga keadaan sakit atau sehatnya Yorin juga ada di tangan Pramu. Kepalanya panas. Namun bibirnya terasa kebas, tak tahu apa yang ingin ia katakan selanjutnya. Yang tersisa hanya ketakutan setengah mati.

"Anda terlalu menarik bagi saya. Memiliki daya tarik istimewa yang orang lain tak punya. Tentunya, menarik saya untuk memiliki Anda sepenuhnya," sambung Pramu.

Setelah Yorin bergidik geli mendengar lelucon orang tua ini, tak lama kekasihnya—Rigor yang dikenal berandal datang disusul dengan tawa kecilnya persis yang dilakukan Pramu ketika menggoda Yorin.

"Gombal, Pak? Cewek mana yang suka digituin sama bapak-bapak kayak Bapak. Eh, maap Pak."

Jauh sebelum Yorin mendapati Rigor berpelukan dengan perempuan lain. Lantas sepasang matanya berbinar menatap sang kekasih. Perlahan bergegser mendekati Rigor dan menjauhi Pramu. Kemudian memeluk Rigor dengan penuh cinta dan sayang.

Rigor membalas pelukan tersebut sangat erat. Melihat Yorin tersenyum haru, Rigor tidak bisa menahan senyumnya juga. Ia merasa kasihan atas musibah yang Yorin rasakan. "Papa kamu ngapain kamu? Dia siapa?" Mengusap bekas air mata di pipi. Amarahnya bangkit, ia menatap sinis kedua pria yang lebih tua darinya.

Yorin tak ingin Rigor ikut campur ke dalam masalah keluarganya. Bisa-bisa Raksa akan lebih kejam dari ini. Perasaan khawatir seribu kali lipat menggebu-gebu. Dengan kecepatan kilat ia mengecup bibir lelakinya yang tengah memedam emosi. "Papa nggak apa-apain aku, kok. Dia kolega Papa. Jangan khawatir." Dan akhirnya dibalas senyuman pilu Rigor.

Rigor menghela napasnya. Ia tahu kalau posisi Yorin saat ini sangat hancur. Seandainya ia sederajad dengan kedua pria di sana, seandainya ia memiliki pekerjaan yang pantas, pasti akan sangat mudah menantang. Menantang masalah yang ada sehingga Yorin terbebas dan bisa melanjutkan hubungan lebih serius bersamanya. Menikahi gadis yang dicinta adalah cita-cita Rigor sekarang. Namun kenyataannya, seorang Rigor tak layak untuk seseorang yang dicintanya itu.

Flashback Off

Gilar baru bangun dari tidurnya setelah peristiwa perkelahian dirinya dan Rigor di rumah keluarga Raksa sejak beberapa jam yang lalu, dengan kondisi kaca jendela kamar yang sedikit terbuka agar sirkulasi udara tetap berputar. Gilar dengan ikhlas hati mengumpulkan nyawa yang entah berceceran di mana.

Pramu belum kembali sejak semalam. Entah kesibukan apa yang memaksanya untuk tinggal di tempat kerja hingga sekarang. Gilar tidak peduli juga, terserah ayahnya. Jika Pramu mendadak keluar kota dalam jangka waktu yang lama pun Gilar sanggup. Toh, kehidupan dia lebih bebas kalau Pramu tak ada di rumah. Tidak perlu dimarahi karena mengendarai motor bersama teman-temannya. Sayangnya Yuke agak menghindar setelah mengenal sosok yang paling ia benci, Rigor. Ia tidak tahu berapa lama Yuke akan begitu kepadanya.

Sudah selesai mengumpulkan energi. Sekarang waktunya mandi, tidak lupa merapikan tempat tidur yang sangat berantakan. Bangkit dari ranjang, kemudian berjalan seraya merapikan bajunya yang agak kusut mengingat habis berkelahi. Ketika tengah asyik menggosok-gosok pakaiannya, tiba-tiba terdengar suara nada dering dari ponselnya yang ia taruh di atas meja.

Dengan semangat Gilar menghampiri meja tersebut dan segera menggapai ponselnya. Menatap layar ponsel di sana yang tertera bahwa itu nomor tidak dikenal atau Gilar tidak menyimpan nomor orang yang menelponnya. Sambil memegang ponselnya Gilar berpikir sejenak. Terakhir kali ia memberikan nomor teleponnya hanya kepada Yorin, tapi ia belum seratus persen yakin kalau itu Yorin. Hatinya mendadak cemas dan takut orang ini akan mengancamnya.

"Halo? Yorin-"

"Temuin gue di alamat yang gue kasih."

Syukurlah itu bukan suara Rigor. Bukan pula suara Yorin yang ia harap-harapkan. Lalu siapa? Orang bersuara laki-laki ini meminta Gilar segera datang menemui orang tersebut dari pesan yang masuk, lantas langsung mematikan sambungan telepon. Ia mengusap wajahnya kasar. Tidak peduli dia siapa.

"Padahal ngarep banget yang nelpon tadi Yorin," gumamnya seraya berjalan menuju kamar mandi.

***

Rigor sudah berusaha melakukan yang menurutnya benar. Mencoba menghubungi nomor telepon Gilar dengan suara orang yang barusan lewat di jalan. Ia yakin Gilar pasti dibuat penasaran sehingga mau mendatangi tempat yang dijanjikan.

"Kalo sampe kagak dateng, awas aja," ucapnya sambil mengepalkan kedua tangan. Sorotan manik matanya sangat tajam. Siapa pun yang melihatnya pasti akan ketakutan. Contohnya adalah pria yang sedang menenteng tas kerja, dia langsung merinding dan berjalan cepat menjauhi tempat duduk Rigor. Padahal respon Rigor terhadap orang tersebut biasa saja. Justru dengan ramahnya ia menyapa.

"Oke, tunggu dua puluh menit lagi. Kalo sampe belom dateng juga, siap-siap aja diteror."

Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Dan itu artinya sudah waktunya Rigor kembali ke rumahnya—anggap saja itu gudang penyimpanan. Tempat tinggal yang paling 'pantas' untuk dirinya tempati sendirian. Sesekali ia mengajak Yuke ke rumah itu, dan Yuke menanggapinya dengan positif. Walaupun katanya agak kurang nyaman, tapi Rigor yakin ini adalah rumah yang sesungguhnya.

Dari bagian luar tampak kumuh. Namun, dalamnya lumayan tertata rapi. Karena Rigor tinggal di sini hampir seumur hidupnya, mungkin. Rigor anak yatim-piatu. Keluarga kandungnya yang lain entah ada di mana. Dari kecil ia sudah menjadi anak gelandangan. Orang tua angkatnya meninggalkan Rigor saat usia 23 tahun. Mereka—ayah dan ibu tiri Rigor meninggal dunia. Kini usianya telah menginjak angka 25, berarti sudah dua tahun lamanya.

Hidup sulit sendirian tanpa orang lain bukan hal yang ia inginkan. Melainkan hidup bahagia bersama orang tercintanya. Saat ini belum waktunya Rigor bahagia, karena ia belum menemukan cinta sejati. Entahlah, perasaan aneh itu muncul kala bertemu perempuan lain yakni Yuke. Ia tetap mempertahankan posisi Yorin walau sedikit tergeser dari adiknya sendiri.

Rigor menghela napas berat sembari membuka kotak kecil yang isinya adalah pakaian milik Yorin. Ia mengingat betapa terobsesinya dirinya dulu terhadap gadis itu. Ingin menyetubuhi juga termasuk suatu yang lumrah dalam hal berpacaran. Namun, Rigor belum mendapatkannya. Sekarang keinginan tersebut lenyap, kala mengetahui siapa pengganti Yorin untuk dijadikan partner Pramu.

"Pernah nggak rela Yorin diambil. Tapi sekarang bukan Yorin lagi kenapa lebih sakit?"

 Tapi sekarang bukan Yorin lagi kenapa lebih sakit?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wanna Be [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang