Sejak kemarin Gilar memaksa Yuke ke rumahnya. Katanya, ia ingin meminjam motor Yuke karena motornya masih disita oleh ayahnya. Rindu akan rasa jok motor saat diduduki dan juga telapak tangan kanan yang pegal saat menancapkan gas semakin menggebu-gebu dalam diri Gilar. Padahal ini sudah hampir memasuki waktu dua minggu motornya diambil, tetapi belum juga dibebaskan. Gilar tak tahu sampai kapan motornya di dalam garasi yang kuncinya disimpan entah di mana.
Bukannya Yuke tidak setia kawan, tetapi penampakan ayah Gilar sangat menakutkan. Apalagi Yuke masih ingat betul pernah mengusir Pramu demi kakaknya tidak diganggu lagi, meski kebenaran tentang Pramu sebagai ayah Gilar belum diketahui.
"Bokap lo di rumah?" Yuke menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah Pramu yang sebenarnya tinggal di rumah yang sama. Saat ini mereka berdua ada di halaman rumah Gilar karena Yuke menolak keras masuk ke dalam rumah. Mereka kenal sudah hampir tiga tahun, tetapi keduanya sama-sama tidak berani bertamu di ruang tamu masing-masing.
"Lu demen sama bokap gua, ya? Dicariin segala," goda Gilar sambil menyikut Yuke. Ketawa gilar pecah saat Yuke membalas dengan matanya yang melotot. "Udah ah, siniin motor lu."
Tiba-tiba Yuke merinding ketika mendengar suara mesin mobil sedang dinyalakan dari dalam garasi rumah Gilar yang terbuka lebar. Jarak antara tempat mereka berdiri tidak jauh dari garasi. Pramu akan sangat terkejut bila melihat gadis yang kini tidak lagi meniru gaya pakaian kakaknya seperti waktu lalu. Ya, Pramu adalah ayah Gilar. Seorang laki-laki tua membuka pintu mobil dan menunjukkan wajah tampannya pada dua anak muda yang kompak menatapnya namun dengan ekspresi yang berbeda. Ekspetasi Yuke mengira Pramu akan benar-benar mengenalnya, ternyata salah. Pramu sama sekali tidak terkejut dan Yuke yakin kalau Pramu melupakan kejadian di ruangan Yorin.
"Temanmu, Nak?" Pramu mendekati anaknya, Gilar. Tersenyum lebar dengan garis pantulan sinar matahari dari langit. "Namanya siapa?"
Dengan cepat Gilar mengambil tangan Yuke untuk bersalaman pada ayahnya. "Ini Yuke, Pa. Temen sekelas Gilar."
Pramu menerima jabatan tangan teman anaknya itu dengan sopan. "Dari segi penampilan, kayaknya kamu anak geng motor, ya?"
Pertanyaan itu tanpa sadar dikeluarkan dari mulut ayah Gilar sehingga Yuke bingung ingin menjawab apa. "Bisa dibilang gitu, Om. Tapi saya anak baik-baik, kok. Nggak bandel."
"Om percaya kamu anak yang baik. Jangan ngajarin Gilar yang macem-macem, ya. Sebentar lagi kalian mau ujian," nasihat Pramu seraya mengusap-usap bahu Gilar. Ia tampak bangga ternyata anaknya bisa bergaul dengan perempuan yang bukan kekasihnya. "Bukan pacarmu?" Kali ini Pramu menepuk-nepuk bahu Gilar agak keras.
"Bukan, Pa! Papa apaan, sih!" Gilar menoleh menghadap Pramu, memandang ayahnya dengan raut wajah malu-malu.
"Cantik, lho!" Kemudian Pramu mendorong punggung Gilar hingga tubuhnya hilang kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be [Completed]
General FictionSemua orang tentu memiliki kepribadian yang berbeda. Tidak mengenal mereka kandung atau bukan. Lantas, bagaimana jika kakak beradik yang tinggal bersama mengatasi sikap yang berbanding terbalik dari masing-masing? Temukan jawabannya dalam cerita ini...