Rigor menceritakan semua yang terjadi secara detail kepada Yorin. Saat kini mereka tengah fokus pada pembicaraan tentang Yuke yang bersikeras mendaftarkan diri untuk beasiswa. Tiba-tiba Yorin kepikiran seseorang, yakni Gilar. Apakah mereka—Yuke dan Gilar akan memasuki universitas yang sama? Yorin tidak tahu. Ia akan segera menanyakan hal tersebut agar dirinya bisa membantu untuk pelaksanaan tes nanti.
"Bagus, dong. Itu tandanya, Yuke mandiri." Ujarannya membuahkan semburat senyuman manis. Dan disaksikan kekasihnya dari jarak sedekat itu.
Rigor mengangguk. "Tapi, Yuke jadi keberatan. Dia harus nanggung semuanya. Mulai pekerjaan sampai Pramu."
Benar juga. Padahal Yuke putri bungsu keluarganya, tapi mengapa bukan dirinya saja yang menanggung ini? Yorin gagal menjadi seorang kakak yang baik. "Aku nggak maksa Yuke. Aku juga yakin pasti bisa ngelewatin ini semua. Aku bantu Papa di perusahaan biar bisa kembangin lagi, bukan semata-mata gila jabatan. Cita-cita aku memang jadi pekarir, dan aku bangga bisa terwujud. Aku nggak mau masa-masa bahagiaku berakhir gara-gara harus melepaskan semuanya dan menikah."
Rigor mengerti. Ia juga tidak bisa memaksakan seseorang yang pernah ia cintai untuk tetap bersamanya, artian menikah. Yorin belum sanggup, Rigor juga belum mapan. Jadi tidak salah kalau Yorin agak sensitif. Memang, Yorin gadis yang seksi dan mempesona. Tubuhnya sangat indah, tetapi tetap proposional. Siapa pun yang melihatnya akan khilaf.
"Gua pusing sama profesi Yuke. Gua udah nyaranin buat ngojek aja, tapi dia kekeh nggak mau. Sesayang itu sama motornya?" Rigor menunduk samar. Dibanding gua?
"Itu alasan kenapa Yuke mau. Bahkan dia yang minta sama Papa, karena saking sayangnya sama motor merahnya. Aku juga nggak ngerti sama isi kepalanya. Dia, kan, cewek." Yorin ingat bagaimana Yuke membelanya, tetapi gengsi. Alhasil motornya dijadikan jaminan.
"Eum, oh iya, kenapa kamu berantem sama Gilar?" Yorin mengubah topik. Kebetulan ia juga penasaran. Harusnya Yorin yang marah karena Rigor masih berstatus kekasihnya, tapi malah berciuman di kantornya.
"Gua benci Gilar."
Yorin menunduk. Bukan karena Gilar yang dia benci, tetapi tata bahasanya yang masih belum move on ke gua-lu. Yorin juga benci. Benci cara Rigor berbicara padanya yang terkesan kasar. Hubungan mereka juga mengambang tidak jelas tujuannya. Rigor berubah semenjak dia tahu masalah keluarganya. Tentang ia yang dipaksa oleh Raksa untuk Pramu.
Kalau persoalan Rigor berselingkuh dan meminta uang, Yorin hanya memaklumi. Yorin sibuk dan Rigor menganggap kesibukkan itu dengan pekerjaannya yang lebih tinggi. Memang, Yorin diangkat menjadi manager tak lagi sebagai sekretaris, tetapi peran itu hanya semata-mata untuk membalikkan keadaan perusahaan yang tengah diambang kebangkrutan.
"Gua nggak suka lu deket sama Gilar," sambung Rigor.
Yorin kebingungan, sepasang alisnya saling bertaut. "Kenapa nggak suka? Gilar itu temennya Yuke. Kamu juga udah temenan sama Yuke, kan? Kalian akur-akur aja. Lagian aku deket sama Gilar karena cuma mau temenan aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be [Completed]
Fiksi UmumSemua orang tentu memiliki kepribadian yang berbeda. Tidak mengenal mereka kandung atau bukan. Lantas, bagaimana jika kakak beradik yang tinggal bersama mengatasi sikap yang berbanding terbalik dari masing-masing? Temukan jawabannya dalam cerita ini...