After Ending.
Di dalam mobil Yorin suasananya tidak terlalu canggung. Hanya saja, mengapa sepasang kekasih ini menumpang di mobilnya, padahal mereka memiliki kendaraan sendiri?
"Ayo, Kak. Ini hari pertamanya Rigor sekolah, lho! Mantan Kakak!"
Yorin menipiskan bibirnya. Berdeham sebab salah tingkah. Ia harus tetap stay cool karena sudah ada Gilar yang kini telah resmi menjadi suaminya.
"Tapi aku ada meeting hari ini. Aku buru-buru," tolak Yorin secara halus.
"Meeting sama suami sendiri, kan, bisa di kamar." Ucapannya dibalas kedua mata Yorin yang melotot. Lantas, Yuke meralat kata-katanya. "Eh, maksudnya di rumah kalian sendiri, kan, bisa."
Di jok belakang sebelah Yuke ada Rigor tengah melamun menatap ke luar kaca mobil. Ia bahagia sekaligus terharu. Memakai seragam SMA, menggendong tas, sampai memakai sepatu sekolah yang ia impikan sejak lama itu rasanya amat mendalam. Apalagi ia kembali bertatapan pada buku tulis. Ia hampir menangis setiap waktu karena mengingatnya.
"Nggak nyangka, ya?" tanya Yuke sambil menepuk bahu kiri Rigor.
Lelaki itu tersentak kecil dan menoleh. Ia tersenyum. "Tuhan baik banget. Apa yang gua perbuat dulu, Dia masih aja kasih gua kesempatan bahagia berkali-kali lipat."
Mengira kalau pembicaraan ini akan mengarah ke sensitif, Yorin segera melajukan mobilnya. Memandang ke depan, tetap fokus pada jalanan. Sesekali ia bergumam, ia merasa kasihan kepada mantan kekasihnya itu. Sebenarnya Rigor orang yang baik. Sama sepertinya, dan juga Yuke. Penampilan dan sifat seseorang belum menjamin isi hati orang tersebut.
"Gua bersyukur ketemu sama Yuke. Makasih, Rin." Yorin gemetaran ketika sadar ucapan Rigor barusan ditujukan untuknya.
"Makasih buat apa? Emangnya aku ngapain?" Yorin semakin salah tingkah. Ia menutupi gerak-geriknya dengan tertawa terbahak-bahak. Ia berusaha serelaks mungkin agar tak terlihat jelas.
"Berkat lu, gua bisa ketemu sama Yuke," jelas Rigor tersenyum. Senyumannya terpantulkan lewat kaca spion di atas Yorin.
***
Di kantor, perusahaan Pramusara. Gilar memantau pekerjaan anak buahnya di tiap bidang. Mengelilingi ruang demi ruang dan setiap ada karyawan di dalamnya pasti selalu disapa ramah.
"Halo, Pak," sapa salah satu karyawati yang sedang mengetik laporan di komputernya.
Senyuman Gilar memudar. "Jangan panggil saya bapak. Saya masih 19 tahun."
Si gadis hanya mengangguk paham. Pasalnya ia lebih tua dari bosnya. Namun, sungkan kalau memanggilnya dengan nama saja.
***
Rigor telah memiliki teman baru satu kelasnya. Namanya Aldo dan Femas. Mereka terbilang akrab satu sama lain karena sama bodohnya dalam mata pelajaran Matematika.
Kini mereka tengah bercengkrama di kantin sembari menunggu pesanan baksonya datang. Pastinya mereka lelah sehabis bermain basket di lapangan.
"Bung, cewek lu udah kuliah, ya? Umur berapa?"
Rigor melotot. Terkejut atas pertanyaan Femas untuknya. "Cewek gua alumni sini. Umur lebih muda dari gua. Secret."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be [Completed]
General FictionSemua orang tentu memiliki kepribadian yang berbeda. Tidak mengenal mereka kandung atau bukan. Lantas, bagaimana jika kakak beradik yang tinggal bersama mengatasi sikap yang berbanding terbalik dari masing-masing? Temukan jawabannya dalam cerita ini...