"Aku pulang."
"Papa.." Yura langsung berlari menghampiri Lee Dong Wook yang tak lain dan tak bukan adalah Papa nya.
Dong Wook merenggangkan tangannya dan memeluk Yura erat. Dia juga mencium kening Yura beberapa kali. Dong Wook selalu gemas pada putri semata wayang nya itu. Bagi Dong Wook, mau seberapa besarpun umur Yura, dia tetaplah anak anak. Yura tetaplah seorang anak kecil di mata Dong Wook.
"Papa tumben pulang sore."
"Apa katamu? tumben? kamu gak seneng Papa pulang cepet?"
"Bukan gitu, maksud Yura,"
"Yura, papa baru pulang kerja. Dia pasti capek. Jangan di ganggu dulu!" suara teriakan itu berasal dari He Kyo. Dia muncul dari dapur dan langsung marah marah. Memangnya apa salahnya coba? Yura hanya ingin melepas rindu dengan Papanya. Terkadang Yura bingung kenapa papa nya memilih seorang He Kyo untuk menggantikan Bundanya.
He Kyo kembali menghilang. Sepertinya dia melanjutkan pekerjaannya di dapur.
"Oh iya Yura, Jimin jadi datang kesini kah?"
Gara gara pertanyaan papahnya itu, Yura jadi kembali sedih memngingat penolakan yang dia dapatkan dari Jimin. Yura juga jadi cemberut. Bibirnya maju beberapa senti. Terlihat sangat jelas sekali kalau dia kesal.
"Katanya gak bisa Pah."
Dong Wook mengelus puncak kepala Yura sambil tersenyum dengan tulus. Harap harap sang putri dapat kembali ceria setelah melihat senyumnya.
"Gak papa. Jangan sedih. Papah tahu kamu perempuan yang kuat."
Yura hanya bisa mengangguk mendengar perkataan papahnya. Sebenarnya Yura tak sekuat itu. Dia juga bisa rapuh dan patah kapan saja. Tapi sifat seperti itu bukanlah sifat seorang Hayura. Karena dari dulu papahnya selalu bilang kalau Yura adalah perempuan paling tangguh di dunia. Dan dia percaya itu. Jadi dia tak pernah sekalipun mencoba untuk bersedih. Walau menjadi bahagia tidak selalu bisa dia lakukan, setidaknya jangan jadi manusia tukang sedih. Begitu pikir Yura.
"Yaudah Papa ke atas ya."
"Iya Pah."
Kini tinggal Yura sendiri. Karena merasa bingung ingin melakukan apa, ditambah acara televisi favoritnya telah habis, Yura memutuskan untuk pergi ke dapur bertemu Mamanya.
Di dapur, He Kyo masih sibuk dengan wajan jawan berisi makanan. Dengan terlatih, tangannya bergerak membolak balikan daging di pan datar, dan sebelahnya lagi menumis sayuran. Terlihat seperti super mom. Hal inilah tang membuat Yura berpikir dua kali untuk membenci Mamanya.
Yura datang menghampiri. Dia menuju wastafel hendak mencuci peralatan kotor yang ada.
"Yura, udah biarin Mama bisa sendiri."
"Tapi Yura gak mau biarin Mama sendiri."
He Kyo memberhentikan aktivitasnya dan beralih menatap anak tirinya itu. Entah kenapa kalimat itu lolos dengan sempurna ke lubuk hati He Kyo yang paling dalam. "Mama jangan pura pura kuat. Yura tahu Mama capek. Mama harus inget disini ada Yura Ma.. Anak Mama. Dan tugas Yura sebagai seorang anak adalah membantu Mama."
He Kyo diam tak bergeming. Dia kehabisan kosa kata. He Kyo tak tahu lagi harus berbicara apa.
"Mama," He Kyo sangat gugup.
"Ma, Yura cuma mau kita ini seperti Ibu dan anak pada umummya. Yura juga butuh Mama."
Mata He Kyo berbinar binar. 21 tahun Yura hidup di dunia, He Kyo tak pernah sekalipun memanjakannya. Tak pernah secara terang terangan memberika perhatian pada anaknya itu. Walau tak dipungkiri kadang kadang sebelum Yura tidur, He Kyo selalu menyelimuti Yura dan mencium keningnya, tapi Yura tentu tidak tahu itu. Yura tidak pernah tahu kalau dari dulu mereka memang sudah seperti Ibu dan anak pada umumnya. Hanya saja He Kyo sengaja menyembunyikannya.
"Ma, mama kenapa diem?"
"Kamu mau kita gimana?"
"Yura gak mau yang aneh aneh kok Ma. Yura cuma mau Mama peluk Yura sekali aja. Mama gak pernah ngelakuin itu."
He Kyo menatap mata anaknya yang seperti ingin menangis. He Kyo kali ini menurunkan gengsinya. Membuangnya jauh jauh.
"Sini, peluk Mama."
He Kyo merentangkan tangannya siap menerima pelukan Yura. Dan dengan segera Yura menghambur kedalam pelukan Mamanya. 21 tahun Yura hidup, baru kali ini dia merasakan pelukan hangat dari mamanya. Mama yangvtelah membesarkannya. Yura mempererat pelukannya. Sangat nyaman. Rumah paling nyaman untuk pulang. Sekarang dia tahu kenapa Dong Wook memilih He Kyo dari sekian banyak wanita di dunia. Yura sudah tahu sekarang.
"Yura sayang Mama."
"Mama juga sayang kamu." He Kyo membelai lembut rambut Yura dan memeluknya kembali.
Di siai lain, Dong Wook yang melihat semuanya, tersenyum bahagia. Dua orang yang bertolak belakang itu kini sudah saling berhadapan dan saling menerima keadaan. 21 tahun Dong Wook menunggu hal ini terjadi, dan tak bisa dia lukiskan bagaimana senangnya Dong Wook ketika itu menjadi kenyataan.
"Hey, pada ngapain kalian?"
Yura dan He Kyo terkejut bukan kepalang. Mereka saling melepaskan pelukannya dan kembali pada kegiatannya masing masing.
"Papa udah mandi ?" tanya Yura yang melihat Papanya sudah berganti baju.
"Udah dong."
"Kamu duduk dulu aja. Aku dan Yura akan membawakan makanannya sebentar lagi." -He Kyo
"Siap sayang."
Benar saja, Yura dan He Kyo sudah membawa makanan yang barusaja mereka masak ke atas meja makan.
"Wahh.. Buatan siapa nih ?"
"Mama." jawab Yura lantang.
"Di bantu Yura." He Kyo juga menjawab.
Yura tersenyum lebar ke arah mamanya. Rasanya dia seperti terlahir kembali dengan penuh kebahagian hari ini. Walau Yura sedikit kecewa karena Jimin tidak bisa datang, tapi Yura sangat bgaia karena dia Mamanya sudah tak seperti dulu lagi. Tapi mungkin, Yura akn merindukan kegalakan mamanya. Karen kalau bukan karena itu, Yura tidak akan menjadi perempuan yang tangguh seperti sekarang.
"Udah, udah kita makan. Papah udah laper."
"Iya Yura juga."
He Kyo tak bereaksi apa apa. Dia sangat datar. Tapi kemudian dia tersenyum. "Iya mama juga."
Semuanya tertawa dengan tinggkah imut mamanya.
"Selamat makan.."
"Selamat makan.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her : secret girlfriend
FanfictionDi semesta ini tak ada yang tahu kalau Park Jimin memiliki seorang kekasih yang sengaja ia sembunyikan. Mulai : 11 Januari Tamat : -