Bab 6 : A Fault Taste

18 5 2
                                    

"Aku pergi ya."

"Eung. Jangan lupa pulang."

"Pasti pulang kok. Asal kamu gak pindah rumah aja."

"Gak akan."

Jimin memakai jaket jeans yang dia taruh tadi. Yura juga membantu memakaikannya.

"Mama mana?" tanya Jimin yang tak melihat siapapun di lantai bawah.

Yura menatap sekeliling dan menggidikkan bahunya tanda tak tahu.

"Papa?"

"Udah berangkat kerja kali." jawab Yura sekenanya.

Yura mengantar Jimin sampai ke depan rumah. Barulah mereka berdua bertemu He Kyo. Wanita itu tengah menyiram bunga bunga mawar pink yang dia tanam sendiri. Bunga itu nampak sangat segar ketika terkena cipratan air selang.

"Mama, Jimin mau pergi," ucap Yura pada mama tirinya itu. Sekarang, segalanya terasa jauh lebih baik. Yura tak merasa kaku lagi ketika berbicara dengan He Kyo. Begitupun sebaliknya.

"Oh ya?" Yura segera mematikan selang air dan menaruh selangnya sembarang. Dia juga mengelap tangannya yang basah ke bagian bawah bajunya.

"Cepat sekali sudah mau pergi lagi."

"Ya, gimana lagi ma. Akhir akhir ini sibuk promosi album baru."

He Kyo menganggukan kepalanya. "Yaudah hati hati ya."

"Iya Ma." Jimin kemudian membungkuk pada He kyo sebelum dia pergi.

Setelah Jimin berdiri tegak kembali dia lalu mendekati Yura dan memeluknya sebelum dia pergi. Dan yang terakhir Jimin tak lupa mencium kening Yura sebelum dia benar benar melangkah.

"Aku pergi ya."

"Iya hati hati."

Yura melambaikan tangannya. Jimin juga. Dia melambaikan tangannya sebelum mobil hitam yang mahal membawanya pergi lagi.

Sebelum berangkat, Jimin membuka kaca jendelanya dan melambaikan tangan untuk yang terakhir kalinya. Setelah wajah Yura tidak terlihat lagi, Jimin lalu menutup kaca hitam mobil.

"Bagaimana harimu ?"

"Cukup menyenangkan Tae."

Yap. Taehyung yang menjemput Jimin kali ini.

"Aku iri denganmu."

Jimin menaikkan alisnya dan langsung melirik Taehyung yang berada di sampingnya. Entah apa arti dri ucapan Taehyung barusan tapi Jimin merasa ada sesuatu. Sesuatu yang tak ingin Taehyung bicarakan.

"Maksudmu?"

"Tidak, tidak jadi."

Mereka berdua sama sama diam. Tak ada suara. Bahkn mobil listrik yang mereka tumpangi pun cukup sunyi. Hanya deru napas mereka yng terdengar menggema di seisi mobil yang di dominasi warna hitam ini.

Sampai di apartemen mereka berdua di sambut meriah oleh member lainnya. Jin nampaknya telah memasak makanan yang begitu banyak pagi ini. Semua orang menggerumuni meja makan layaknya semut dengan gulanya.

"Hey, Jimin, Taehyung... Kemarilah. Jin hyung telah memasak untuk kita," kata Namjoon bersemangat.

Jimin segera menghampiri kakak kakak dan adiknya yang sudah kelaparan di meja makan dan duduk di salah satu kursi di samping Jungkook.

Sementara itu, Taehyung tidak mengindahkan panggilan Namjoon. Dia malah pergi ke kamarnya tanpa melihat mereka sekali saja.

"Hey, Taehyung-ah.. Kau mau kemana?" tanya Jin yang melihat Taehyung berlalu begitu saja.

"Aku tidak lapar hyung," jawab Taehyung yang terdengar malas.

"Aish.. Kenapa anak itu?" Suga menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal. Dia bingung dengn sikap Taehyung yang sangat aneh pagi ini.

Biasanya anak itu selalu bersemangat saat sarapan. Tapi sekarang lihatlah dia. Dia seperti robot yang tak butuh makan. Padahal sebentar lagi mereka ada jadwal promosi album terbaru merrka yang pastinya akan sangat melelahkan dan membutuhkn banyak tenaga.

Dan Jimin, dia hanya diam.

'Kenapa dengan Taehyung?' cakap Jimin dalam hatinya.

"Jungkook-ah cepat lah kau seret Taehyung ke sini."

Dengan senyuman smirk nya Jungkook segera berdiri dan turut pada perintah Namjoon. Menyeret Taehyung adalah hobi Jungkook yang tersembunyi.

"Tidak Namjoon hyung. Biar aku saja." Jimin segera berdiri dan berlalu dari meja makan menuju kamar Taehyung.

"Yah.. Kooki gagal menyeret anak itu." dengan berat hati, Jungkook kembali mendudukkan dirinya di kursi. Dia cemberut. Bibir tipisnya terlihat maju beberapa senti.

Sampai di depan pintu kayu kamar Taehyung, Jimin segera mengetuknya. Ketukan pertama tak ada jawaban sama sekali.

Ketukan kedua juga sama. Hening tak ada balasan.

"Tae."

"Taehyung. Ini aku, Jimin."

Barulah terdengar langkah kaki yang mendekat dan suara kunci pintu yang di putar. Tak lama, pintu terbuka menampakkan seorang pria tampan yang hanya menggunakan kaus coklat dan kolor hitam saja. Serta rambut panjangnya yang agak ikal dibiarkan berantakan begitu saja menutup mata.

"Ada apa?" Taehyung masih setia berdiri di ambang pintu.

"Ayo makan."

Taehyung menghembuskan napas panjang dan merotasikan matanya. "Sudah kubilang aku tidak lapar."

Taehyung kembali ke dalam dan menutup pintunya. Namun saat dia menutup pintu, ada sesuatu yang menahannya. Tangan Jimin menahan pintu itu tertutup.

"Kau kenapa Tae?"

Taehyung menatap Jimin tajam.

"Aku? Memangnya ada apa dengan aku?"

"Ini bukan kau Taehyung."

"Aku masih Taehyung yang dulu," jawab anak itu santai sembari menyugar rambutnya kebelakang.

"Tidak, aku melihat ada yang berbeda di dirimu. Katakan kau kenapa? Apa kau sakit ?"

Jimin menempelkan punggung tangannya di dahi memeriksa suhu tubuh Taehyung. Takut takut dia sakit. Tapi tangan Jimin ditepis begitu saja oleh Taehyung sampai tangan Jimin mengenai pinggiran kosen pintu yang keras. Jimin sampai kaget atas perlakuan yang dia dapatkan dari Taehyung.

"Maaf, tidak sengaja." Taehyung langsung menutup pintu dan tak keluar lagi.

Jimin berlalu meninggalkan pintu kayu itu dengan sedikit perasaan sedih atas apa yang Taehyung lakukan.

Di dalam, Taehyung berbaring tengkurap di atas kasurnya. Memandangi foto seseorang yang dia ambil diam diam menggunakan ponselnya.

"Andai kau tahu apa yang aku rasakan."

"Tentang rasa ini. Rasa ini... tumbuh dengan tidak sehat. Dia cacat. Dia sedang berjuang untuk tetap hidup. Dan tentunya tidak akan sempurna. Aku hanya, hanya takut jika tiba tiba Tuhan mengambilnya." -Taehyung









Her : secret girlfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang