Day 10: Sword (Crossover)

43 4 0
                                    

"W-wow, keren."

Juuzou tak dapat menahan rasa kagumnya melihat pedang yang terpasang di salah satu dinding ruang tamu rumah Rize.

"Hm? Oh, itu salah satu senjata tradisional Minangkabau. Namanya kelewang. Emang nggak seterkenal karih sama kerambit, sih. Katanya kelewang pernah dipakai buat Perang Padri," jelas Rize.

"Perang yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol, ya?" tanya Tetsuya.

Rize mengangguk. Juuzou, Eto, Eren, Denki, dan Rize yang berniat kerja kelompok jadi berhenti sejenak di ruang tamu. Memang keluarga Rize lumayan kental dengan budaya Minangkabau.

Kamishiro Matasaka, ayah Rize adalah seorang guru pencak silat dan randai—salah satu seni teater Minangkabau. Makanya di sebelah rumah tingkat dua Rize diberdirikan panggung sederhana untuk latihan randai. Halaman rumahnya juga tergolong luas untuk latihan pencak silat.

"Ini beneran bagus sih, boleh coba lihat?" tanya Juuzou penasaran, mendekat ke pedang yang terbalut sarungnya.

"Boleh."

"Mantap! Bisa buat main, nih!" Denki menepuk tangannya senang.

"Jangan. Lihat doang bolehnya," ujar Rize. Ia mendekati dinding dan mengangkat pedang dari tempatnya.

Juuzou duduk melingkar bersama teman-temannya yang lain di lantai ruang tamu. Rize bergabung ke lingkaran itu dan menaruh kelewang di tengah-tengah mereka.

Rize membuka sarung cokelat bergaris-garis yang menutup senjata tradisional itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rize membuka sarung cokelat bergaris-garis yang menutup senjata tradisional itu. Sebuah pedang bersisi satu dan bermata lurus bersanding dengan sarungnya di keramik putih.

Benda yang terbuat dari besi itu memiliki panjang 70 sentimeter. Tidak ada warna cokelat tanda pengkaratan. Artinya pedang itu dirawat dengan baik.

Hal yang unik adalah gagang pedang yang sekilas terlihat mirip ular.

"Sekarang kelewang dipakai buat berkebun sama bertani, bapak gue sengaja jadiin hiasan aja sih biar nggak sepi-sepi amat nih ruang tamu," jelas Rize.

"Eh tunggu ... kerambit yang biasanya di film-film action tuh senjata tradisional Minangkabau 'kan?"tanya Denki kala ia menyadari sesuatu.

"Iya."

"Wow, keren. Awalnya senjata tradisional sekarang dikenal dunia," ucap Eren.

"Kira-kira senjata tradisional apa lagi yang bakal go internasional?" Eto menopang dagu dan menerawang.

"Hm ... gue orang Kepri. Apa ya senjata tradisionalnya?" Denki menaruh jari di dagu, berpikir.

"Papua banyak tuh senjata-senjata tradisional yang bentuknya unik, kayak alat tusuk dari tulang kuskus, belati, kapak, dan lain-lain. Senjata-senjatanya kental banget sama Papua," ucap Juuzou.

"Rencong bagus juga tuh. Bentuknya tipis pendek tapi ujungnya runcing," balas Eren.

"Oh iya baru inget! Senjata tradisional Kepri 'kan Beladau. Bentuknya kecil sih, tapi ujungnya melengkung gitu," ujar Denki setelah menggali ingatannya.

"Jateng apa senjatanya, Tok?" tanya Juuzou.

"Hm ... wendhung boleh juga tuh, bentuknya kayak pisau dapur tapi  bilahnya satu doang, bisa nimbulin luka fatal."

"Sebenarnya satu provinsi banyak jenis senjata tradisionalnya. Nggak bakal cukup ngomongin satu doang," ucap Rize.

Sejenak kelima remaja itu melupakan kerja kelompok mereka dan malah asyik browsing senjata tradisional dari masing-masing daerah. Mereka berdebat senjata mana yang kiranya akan go internasional.

[]

Di Kos Sultan aku udah pernah nyinggung kalau Rize ini cewek bersuku Minang. Tapi tenang aja, chap ini nggak ada sangkut pautnya sama Kos Sultan.

30(+1) Days With Them | Mix Anime ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang