2

421 43 13
                                    

Selamat membaca.

Usia ku 20 tahun.

26 Desember 1990.

Pagi ini aku akan berangkat ke bandara soekarno hatta bersama ketiga teman ku, seperti biasa aku selalu begadang di malam hari, hingga aku selalu melupakan niat ku untuk bisa bangun lebih awal dari pada biasanya, aku ingin sekali menunjukan pada warga rumah bahwa aku bisa bangun tanpa teriakan dari ibu ku.

Cringg....cring....cring....

Alarm ku berbunyi nyaring di telinga, tak ada yang mau mematikan nya, kecuali langsung ku matikan selama-lama nya, kebiasaan ku selalu menaruh tongkat baseball di bawah kasur, khusus untuk alarm yang mengganggu tidur ku.

"Arggghhh!!!"

Prasss!

Aku membuat benda berbunyi itu menjadi terdiam seketika, alrm itu hancur berkeping-keping, ntah pergi kemana pecahan kaca itu, aku kembali memposisikan tidur ku lebih nyenyak lagi, hingga muncul teriakan dari Ibu ku.

"Gici!!" teriak nya yang langsung menembus ke telinga ku.

Deg!, aku terpental tiba-tiba, posisi ku sudah berdiri tegak "hoahhh, pasti ibu Jakarta nih teriak lagi "ucap ku yang masih terus meluap.

Jika ada alat ukur yang bisa melihat wanita termalas di dunia, pasti ibu sudah menunjuk ku pertama. Yah aku menyadari itu sendiri.

"Andai aku bisa tidur kembali ya Tuhan!" oceh batin ku, aku mulai berjalan ke bawah tangga dengan lemah lesu.

"Pasti kamu pecahin alarm lagi kan?" tanya ibu mengoceh di depan wajah ku "Pake tongkat baseball itu lagi? lama-lama ibu buang"

"Cuma pake tongkat baseball aja kok, itu juga alarm yang ganggu tidur Gici bu!" beo ku terus menggaruk kepala, seakan malas mendengarkan ocehan ibu ku setiap pagi.

Oma datang pada waktu yang tepat, ia yang selalu mencegah ibu ku untuk tidak terus mengoceh di pagi hari. Walau itu karna ulah ku sendiri^^

"eh cucu oma udah bangun" ucap Oma yang langsung mengusap rambut ku dan mengecup kening ku sesekali, oma adalah manusia setengah malaikat, dia yang selalu pengertian kepada ku, bisa di sebut aku ini adalah cucu kesayangan nya.

"Aku juga cucu mu" sahut Bang Fredi, sepupu ku, ia adalah anak dari kakak Ayah ku, ia yang langsung duduk di meja makan, sedikit melirik tajam wajah ku.

Ingin tau berapa banyak manusia yang menempati rumah ini? ada sembilan manusia, satu lagi masih ada di dalam kandungan Cece ku saat itu.

Ada Cece dan Koko, dan juga ada Paman dan Bibi, Ayah dan ibu ku, Oma, termasuk aku dan bang Fredi. Eyang ku sudah meninggal saat aku masih berumur 15 tahun.
Oma ingin setiap anak nya selalu kumpul dalam satu rumah, ia tak ingin di tinggal sendirian, oma tidak suka kesepian, cukup suami nya saja yang meninggal kan nya, anak-anak nya jangan, oma sangat suka dengan keramaian, maka dari itu setiap anak nya yang sudah menikah tidak di perbolehkan memiliki rumah sendiri. Emm mereka juga nurut saja apa kata Oma.

"Iya semua cucu oma, kesayangan oma juga" ralat Oma.

"Oma, Gici masih ngantuk!" lirih ku yang langsung menidurkan kepala ku ke dada Oma.

My Plane Crashed [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang