7

120 19 2
                                    

Aku kembali menuju para teman-teman ku, kini tenda kecil untuk kami istirahat sudah siap.

"Udah siap aja nih" kata ku.

"Iya dong"

"Oh iya kita mau makan apa malam ini? kayu bakar kan ngga ada disini?" tanya ku pada Aksel, siapa yang rela mau membawa kayu bakar hingga ke puncak? kali.

"Kemarin gue udah kompromi sama pendaki sebelah, gimana kelanjutan kita nanti waktu di puncak, masa iya kita bawa kayu bakar, repot banget, kata gue" jelas Aksel.

"Terus gimana?" tanya Adel.

"Ya kata mereka, tenang aja, mereka bawa kayu bakar kok"

"Ohh yaudah" kataku, aku kembali menuju tenda.

Aku duduk diam-dian di dalam tenda, membaca ulang buku harian ku, silir angin menerpa badan ku. Tiba-tiba aku di kejutkan oleh seorang lelaki masuk tanpa izin ke dalam tenda ku, ia melepas sepatu nya dan mulai duduk di sebelah ku.

(Sedikit info untuk para kalian yang baca cerita ini yang suka dan mendaki, kalau mendaki jangan pakai celana jeans kain keras , pakai legging kain tipis-tipis agar di selangkangan kalian tidak lecet, dan jangan sesekali memakai sepatu tak beralas {kaos kaki})

"Kamu?" ujar ku melotot.

"Heh, kenapa sih? setiap ngeliat gue lo selalu ngelebarin mata?" ujar Galang mencolek hidung ku.

"Eh ngga kok" ralat ku langsung tersenyum, Ya Tuhan, kebahagiaan apa lagi yang mau kau kirim pada hamba mu ini? terimakasih Tuhan "ngapain ke sini?ngga enak sama kelompok lain nya" tanya ku heran.

"Gue mau liat lo" ketus nya menatap tajam wajah ku "lagian gue udah ijin sama temen lo" celetuk nya mulai menatap tajam wajah ku.

"Oohh" aku mengangguk pelan, sedikit salah tingkah dengan tatapan Galang.

Galang terus menatap ku, bibir nya memerah sedikit bergetar, tangan nya  mulai berjalan menggenggam tangan ku, seiring waktu ia taruh ke lehernya.

"Kamu kenapa?" tanya ku lembut, sedikit memegang bibir nya yang terus bergetar, dan mengalihkan suasana aku sedikit tegang dengan suasana itu, jantung ku terus berdetuk cepat.

"Gue dingin" ujarnya, sedikit lebih mendekat.

Jika di ukur mungkin jarak ku dengan Galang hanya 10Cm.
Galang mulai melepas genggaman tangan ku, dan mulai merentangkan tangan nya, ia memeluk ku sangat erat, aku semakin bergetaran hebat.

"Gue dingin Gres, peluk gue, peluk gue se erat mungkin" lirih nya.

"I-iya" sahut ku gugup, pelukan itu menjerumus hingga ke denyut nadi ku. Aku bingung apa lagi yang harus berdetuk kencang? jantung ku juga  sudah, semua anggota badan udah, aku benar-benar bingung.

"Gres" panggil nya

"Hm?" sahut ku mulai terbiasa dengan pelukan itu.

"Salamin ke masa depan lo, gue minta maaf, gue udah nyentuh berlian berharganya"

"Semoga masa depan ku, sekarang yang ada di pelukan ku" beo ku penuh keyakinan.

"Jangan pernah berharap kalau belum ada di depan mata, ujung nya lo akan  sakit" nasehat nya terus memeluk ku.

"Harapan ku ada di depan mata sekarang" balas ku.

Galang tak menjawab, perlahan pelukan itu mulai memudar. Ia menatap ku kembali.

"Pakai syal ku ya? supaya dingin nya mereda" aku mulai melepas syal yang ku pakai di leher dan memberikan pada Galang.

"Dipeluk lo tadi aja udah mendingan kok" jelas Galang.

My Plane Crashed [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang