Malam mulai datang, angin dingin mulai begitu terasa, tidak bisa membayangkan ketika aku masih berjalan menuju puncak itu di malam hari.
Aku bersama para teman-teman ku, duduk menghangatkan diri di depan api unggun tak ada yang membuka suara, semua terasa beku terhambat oleh dingin, tidak ada yang bercanda, tertawa seperti di danau kemarin.
"mereka semua kenapa?" tanya ku gemetaran.
"Lo ngga liat apa, mereka gemetaran begitu" sahut Adel melirik.
Tatapan ku mencari seseorang yang kurang di sini, aku tak melihat Galang, dimana dia? dia yang membawa kayu bakar kenapa dia yang tidak memanfaatkan kehangatan ini.
"Nir" panggil ku "Galang dimana?" tanya ku.
"Di tenda, lagi nulis" ketus nya.
"Emang dia nulis apa?" tanya ku lagi-lagi.
"Ya mana gue tau!"
"Emm kalau gue panggil? gimana?" ujarku sedikit ragu.
"Halahh bilang aja mau modus pingin deket Galang terus" decak Fendi melengos.
"Udah malem, gelap, nanti lo jatuh!" kata Hanir.
"Yee, emang nya kenapa sirik lo!" titas ku mengejek Fendi "Ngga papa kok, gue bisa" kataku menantang Hanir.
Aku berjalan perlahan menuju tenda Galang, melihat Galang dari luar, ia berbaring memejamkan mata, aku mulai memanggil nya.
"Galangg....." lirih ku pelan. Ia menoleh ke arah ku, bibir nya memucat, matanya memerah wajah nya putih seperti mayat.
"Emhh.." desis nya lemah. Aku masuk ke dalam tenda nya.
Melihat Galang yang lemas aku menjadi bingung, apa yang harus ku lakukan sekarang?
"Galang kamu kenapa?"
"Sayang...aku kedinginan" lirih nya bergemetar, deg! Aku mulai salah fokus dengan perkataan nya tadi, Galang benar-benar memanggil ku sayang!
"Yaudah sini kamu bangun dulu" ujar ku, perlahan Galang mulai mendudukan diri dengan cepat aku memeluk nya seerat mungkin, namun nihil pelukan itu tak cukup membuatnya hangat, badan nya semakin melemah.
"Ayo keluar, ada api unggun di luar, kamu akan lebih hangat di sana" pinta ku khawatir.
Aku mulai menganggkat tangan nya untuk sampai ke tempat api unggun berada. Namun bodoh nya aku untuk menahan beban berat badan itu sungguh butuh tenaga yang ekstra, aku tak kuat menahan beban badan nya hingga aku dan Galang hampir terjatuh ke dasar gunung.
"GALANG!" aku berteriak karena posisi ku, akulah yang akan terjatuh ke bawah gunung.
Dengan postur wajah lemah Galang masih mau memegang tangan ku.
"GALANG!"
"gue bakal pegangin lo, lo tenang aja" kata Galang "Hanir, Arzal bantuin gue!" teriak Galang, aku tak yakin Galang bisa menahan beban tangan ku.
"Pegang tangan ku kuat-kuat sayang" katanya.
"Disini gelap aku takut" lirih ku menangis.
"Ada aku"
"Ada apa Lang?" kata Hanir terpogoh-pogoh.
"MasyaAllah, Gres!" kaget Aksel melotot, ia mulai ikut memegang tangan ku.
"Lo kenapa sih Gres ha? banyak banget ujian hidup lo perasaan" oceh Fendi juga menahan tangan kanan ku.
Aksel, Fendi, Galang dan Hanir mereka berempat mengangkat ku bersama-sama, hingga berhasil aku kembali naik ke puncak gunung itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Plane Crashed [End]
Teen FictionHanya 13 part, jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada tahun 1990 saat mencapai ketinggian 11.000 kaki. Bersamaan dengan kisah cinta ku.