九 🌈 Wound

185 46 6
                                    

9.00 pagi, saat dimana ujian matematika dimulai. Xuxi tidak pernah segugup ini sebelumnya. Biasanya saat ujian akademis, ia hanya duduk, bersantai, mencoret-coret kertas sesuka hatinya, dan tidak pernah peduli berapapun nilai yang akan ia peroleh. Namun kali ini berbeda.

Mungkin ia mau menunjukkan pada Guanheng dan juga orangtuanya kalau sebenarnya ia cerdas, hanya saja malas.

Empat puluh lima menit berlalu, baru enam soal yang berhasil Xuxi kerjakan. Itu pun ia tidak yakin semuanya benar. Ah, kacau. Mungkin ia memang ditakdirkan untuk gagal.

Sang ayah, Tao pernah mengatakan padanya, jika sesuatu yang kita inginkan itu harus diperjuangkan. Seberat apapun beban di pundak, sebanyak apapun air mata dan keringat yang mengalir, itu bukan masalah.

Tapi apa mendapatkan nilai yang baik untuk ujian matematika bisa digolongkan ke dalam list tentang sesuatu yang harus diperjuangkan? Xuxi bingung. Ia malah jadi melamun bukannya mengerjakan soal.

Sekilas ia melirik ke arah Guanheng yang wajah dan rambutnya disinari cahaya matahari pagi. Indah sekali. Laki-laki itu terlihat begitu tenang dalam mengerjakan soal. Xuxi yakin Guanheng tidak butuh waktu dua jam untuk mengerjakan dua puluh soal.

Benar, rupanya. Guanheng hanya butuh satu jam sepuluh menit. Ia adalah murid pertama yang diperbolehkan keluar dari kelas. Tidak ada yang heran. Guanheng memang baru sebentar bersekolah disini, tapi semua sudah tahu kalau laki-laki itu sangatlah cerdas.

Guanheng keluar dari kelasnya lewat pintu belakang yang berarti ia harus melewati Xuxi terlebih dahulu. Senyuman manisnya itu ia kembangkan saat matanya menatap mata Xuxi. Hanya sepersekian detik namun sukses membuat semua ingatan rumus di otak Xuxi kabur.

Ditambah lagi, Guanheng memukul pelan bahu kirinya bermaksud memberikannya semangat. Namun bukan semangat yang Xuxi dapat, ia malah kehilangan konsentrasi.

Xuxi pasrah. Memang matematika bukan hal yang patut ia perjuangkan. Satu-satunya yang harus ia perjuangkan saat ini adalah Guanheng, pikirnya.

Sisa waktu hanya tinggal lima menit. Xuxi, Xiaojun, dan tiga murid lainnya masih 'berjuang' mengerjakan soal. Guru matematika mereka yang terkenal killer itu mulai berkeliling. Sebenarnya Xuxi ingin menjawab asal dan mengumpulkan kertas ujiannya daritadi, tapi ia pikir ia tidak pantas menyerah begitu saja.

"Sudahlah Xuxi, biasanya juga kau hanya butuh dua puluh menit lalu keluar kelas," ucap sang guru.

Xuxi tidak merespon. Guru macam apa yang tidak mendukung perkembangan seorang murid.

Setelah waktu habis, Xuxi dan Xiaojun segera menuju ke kantin. Perut mereka sudah menahan lapar sejak tadi.

"Tumben sekali kau tidak keluar saat teman-temanmu yang lain keluar," ucap Xuxi.

"Aku hanya ingin menunggumu sampai selesai. Lagipula kau tahu, salah satu diantara mereka mengkhianatiku. Liuyu mengencani Zhiruo padahal dia tahu aku sangat menyukai gadis itu," balas Xiaojun.

Saking kesalnya, ia sampai menendang kaleng minumannya, alhasil—

Plak

Kaleng itu mengenai kepala seseorang. Dan itu Guanheng.

"Dasar bodoh!" teriak Xuxi sambil memukul belakang kepala Xiaojun cukup kencang.

Xuxi langsung berlari ke arah Guanheng dan mendapati luka kecil di atas alis kanan laki-laki tampan itu.

"Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil," lirih Guanheng.

"Tapi ada darah," balas Xuxi.

Xiaojun yang merasa bersalah pun langsung menghampiri mereka dan meminta maaf pada Guanheng. Sebenarnya Guanheng tidak mempermasalahkan, lagipula Xiaojun tidak sengaja dan itu hanyalah luka kecil, tapi Xuxi terlihat sangat marah.

Aster & CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang