七 🌈 Apology

214 49 1
                                    

Seperti biasanya Guanheng melihat Xuxi duduk di bawah pohon besar dengan minuman dinginnya. Kali ini Xuxi tidak sendirian. Ia ditemani Yuqi, gadis mungil berambut keriting yang terkenal sangat baik. Mereka sudah lama berteman, hanya saja Guanheng baru mengetahuinya. Yuqi bukan tipe gadis yang suka tebar pesona seperti yang teman-temannya lakukan jika berada di dekat Xuxi.

Rasa penasaran di dalam diri Guanheng pastinya timbul. Dari jarak sejauh ini ia tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Lagipula untuk apa juga ia tahu. Ia kan bukan siapa-siapa. Namun ada sedikit rasa tidak terima melihat Xuxi tertawa lepas dengan orang lain apalagi dengan seorang perempuan.

Guanheng tidak boleh lagi terjebak seperti dulu. Ia sudah berprinsip kalau ia tidak akan bodoh lagi dalam hal percintaan. Benar memang, dulu saat Guanheng tinggal di Macau, ia memiliki kekasih. Zhangwei namanya. Namun setelah satu tahun menjalani hubungan, Guanheng baru sadar jika Zhangwei hanya menginginkan tubuhnya. Untung saja Guanheng tahu kalau hal itu tidak benar.

Mereka tidak pernah berciuman, tapi Zhangwei selalu menginginkannya. Guanheng tidak mau. Ia hanya ingin berkencan tanpa saling menyentuh. Sampai suatu hari ia sangat merasa tidak nyaman berada di dekat Zhangwei, ia memutuskan untuk pergi dan mengakhiri hubungan mereka.

Walaupun sebenarnya hatinya belum bisa melepaskan rasa sayangnya pada Zhangwei begitu saja. Guanheng terlalu tulus.

"Hei! Kenapa kau melamun disini?"

"Xiaojun?"

"Ya memangnya siapa lagi kalau bukan aku? Kau aneh."

"Maaf."

"Cepat ikut. Bantu aku menyiapkan bola basket untuk jam olahraga nanti."

Guanheng mengikuti langkah kaki Xiaojun. Ia sedikit kewalahan sebenarnya. Walaupun Xiaojun tidak terlalu tinggi, tapi langkah kakinya besar juga. Di tengah jalan menuju gudang penyimpanan alat olahraga, mata Guanheng tidak sengaja menangkap sosok yang ia kenali melihat ke arahnya. Itu Xuxi. Mengapa ia bisa disana? Bukankah tadi ia masih bersama Yuqi?

Mungkin Guanheng hanya berhalusinasi saja. Ia memilih untuk terus mengikuti Xiaojun. Sampai akhirnya suara yang familiar di telinganya memanggil namanya.

"Guanheng!"

Tunggu. Mau apa Xuxi memanggilnya. Apa ini adalah akhir dari semuanya. Apa mungkin Xuxi akan menonjok Guanheng di depan banyak orang. Pikiran Guanheng tidak karuan. Ia benar-benar menyangka bahwa Xuxi marah besar padanya.

"Ikut aku," bisik Xuxi sambil memegang pergelangan tangan Guanheng cukup erat.

Guanheng sendiri tidak berani menatap mata Xuxi. Ia masih sangat takut. Ia menoleh ke belakang sebentar dan tidak mendapati Xiaojun. Laki-laki itu pasti sudah sampai di gudang dan akan marah jika menyadari Guanheng tidak bersamanya. Tapi, sudahlah, yang terpenting saat ini bagi Guanheng adalah berbicara dengan Xuxi.

Mereka sampai di belakang sekolah. Jarang ada murid yang berada disini pada jam istirahat. Dikarenakan area ini sering dipakai guru atau staf untuk merokok dan sebagainya.

Xuxi mendorong pelan tubuh Guanheng sampai menempel di dinding yang penuh dengan coretan mural. Ia sendiri berdiri di depan laki-laki itu dengan satu tangan terulur memegang tembok. Ia hanya diam sambil menatap mata Guanheng yang sepertinya menyimpan banyak sekali pertanyaan.

Xuxi tahu Guanheng merasa tidak nyaman saat ini. Perlakuan Xuxi terbilang tidak masuk akal. Adegan seperti ini akan banyak dijumpai di drama-drama sekolah, tapi pemerannya laki-laki dan perempuan.

"Katakan padaku alasan kau menciumku waktu itu."

"Kupikir kau sudah melupakannya, Xuxi," bohong Guanheng.

"Aku memang tidak peduli, tapi aku penasaran dengan alasannya."

Guanheng terdiam.

"Apa kau menyukai laki-laki?"

Kali ini Guanheng baru berani menatap mata Xuxi. Mungkin ini sudah waktunya semua orang tahu kalau ia sebenarnya- tapi ia juga tidak yakin. Ia masih bingung perasaannya untuk laki-laki itu hanya sekadar mengagumi atau benar-benar tulus menyayangi.

"Dulu aku pernah berkencan dengan seorang laki-laki. Zhangwei. Kau ingat nama itu? Saat ini aku tidak tahu bagaimana lagi kabarnya. Kami sudah tidak punya hubungan apa-apa."

Xuxi hanya diam dan memasang wajah sedikit terkejut.

"Aku tidak pernah menganggap dirimu sebagai Zhangwei. Kau sangat berbeda darinya. Ciuman waktu itu, aku benar-benar tidak tahu alasannya. Maaf, tolong maafkan aku."

Xuxi yang sedaritadi menatap Guanheng kini mengalihkan pandangannya. Ia juga menjauhkan tubuhnya dari tubuh Guanheng. Ia bertolak pinggang, ekspresinya seperti orang yang sedang berpikir keras.

"Kau kenapa?"

Xuxi melirik lagi ke arah Guanheng yang terlihat takut. Ia kembali mendekat, menangkup leher Guanheng dengan satu tangannya dan mencium bibir laki-laki itu.

Ciuman itu diawali dengan kecupan-kecupan biasa. Namun Xuxi semakin kehilangan kendali, ia menghisap kuat bibir bawah Guanheng dan menggigitnya pelan. Sampai-sampai ia mendengar desahan kecil yang keluar dari bibir Guanheng. Xuxi menyukai itu.

Ia mengubah ciuman itu menjadi mode french kiss. Lidah mereka saling bertautan, menari di dalam mulut masing-masing. Bertukar saliva, sudah pasti.

Tangan kanannya masih setia menangkup leher Guanheng sedangkan tangan kirinya mulai bergerak memeluk pinggang Guanheng sambil sesekali mengelusnya. Guanheng sendiri tidak tahu harus bagaimana. Ia hanya menaruh kedua tangannya di depan dada Xuxi.

"XUXI, GUANHENG!"

Suara teriakan itu otomatis menyudahi sesi ciuman mereka. Detak jantung Guanheng tidak karuan karena Xuxi yang tiba-tiba menciumnya ditambah ada orang lain yang melihat mereka. Ia hanya bisa menunduk sambil menutup mata.

"Xiaojun? Kenapa kau ada disini?" protes Xuxi.

"Tadi aku meminta Guanheng untuk membantu menyiapkan bola basket. Aku mencarinya kemana-mana dan ternyata dia disini sedang berciuman denganmu."

Xuxi melihat Guanheng berdiri gemetar ketakutan dengan mata terpejam dan kepala yang menunduk. Ia merasa sangat bersalah. Untung saja yang melihat mereka itu Xiaojun, sahabat dekatnya. Kalau saja orang lain, pasti sudah habis di tangannya.

"Guanheng, kau tidak usah takut. Aku akan menjamin Xiaojun tidak akan buka mulut."

"Siapa bilang aku tidak akan seperti itu?" tanya Xiaojun lalu berlari meninggalkan mereka.

"Dasar keparat-"

Xuxi baru saja ingin mengejar Xiaojun, tapi tangannya ditahan oleh Guanheng.

"Kau sudah memaafkanku, kan?"

Xuxi tersenyum sambil mengangguk, "Dan setelah aku memaafkanmu, aku juga yang harus minta maaf padamu. Ciumanku barusan terlalu brutal aku benar-benar minta maaf."

Guanheng hanya tersenyum malu, tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan.

"Let's go back to the class," ucap Xuxi.

Aster & CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang