十二 🌈 Netflix and Chill

187 45 12
                                    

Guanheng duduk di ruang tamu sendirian. Sebelumnya, ia sempat melihat-lihat foto keluarga Xiaojun yang jumlahnya tidak bisa dihitung dengan jari. Ia baru pertama kali datang ke rumah orang lain yang dinding ruang tamunya saja bahkan tidak terlihat warnanya.

Guanheng pikir keluarga Xiaojun bisa dikatakan termasuk dalam jejeran keluarga bahagia, terlihat dari foto-fotonya. Namun bukan begitu kenyataannya. Menilai seseorang tidak bisa hanya dilihat dari fotonya saja, bukan?

"Guanheng," panggil Xiaojun.

"Ya?" jawabnya lalu berdiri.

"Duduk saja, tidak usah kaku begitu."

Guanheng mengangguk lalu duduk kembali. Ia ingin bertanya dimana Xuxi, tapi tidak enak. Tadi kan Xiaojun bersikap acuh tak acuh padanya. Sepertinya memang Xiaojun bukan anak yang bisa menerima teman baru dengan mudah.

"Kau mau minum apa?"

Guanheng mendongak dan memberikan tatapan tidak percaya, tapi ia tidak mungkin salah dengar.

"Air putih," jawabnya singkat.

Xiaojun berdecak lalu berlalu ke dapur. Belum pernah ada teman yang berkunjung ke rumahnya dan meminta hanya segelas air putih. Sepertinya memang Guanheng tidak pernah berkunjung ke rumah teman sebelumnya. Atau dia memang berbeda, bisa jadi.

"Ei!" teriak Xuxi sambil mendorong bahu Xiaojun membuat minuman yang dituangnya berceceran mengotori meja.

Xiaojun ingin mengumpat, tapi tertahan. Lebih baik ia berusaha bersabar daripada menimbun dosa.

"Apa omonganmu barusan tentang— ya, itu— apa benar?" tanya Xuxi penasaran.

Xiaojun tidak menjawab. Ia menaruh nampan berisi tiga gelas besar minuman berwarna yang ia pegang di meja makan. Ia lalu menatap Xuxi sekilas sambil menunjuk nampan itu dengan dagunya, seolah menyuruh Xuxi untuk membawanya. Ia kemudian pergi tanpa menjawab pertanyaan Xuxi.

Xuxi masih tidak habis pikir. Tidak mungkin ia melakukan hal seperti itu. Masturbasi, tentu pernah, tapi sambil memanggil-manggil nama seseorang apalagi laki-laki, tentu saja tidak pernah.

Setelah mereka bertiga meneguk minumannya, hanya keheningan yang terjadi. Xiaojun asyik dengan ponselnya sedangkan Guanheng duduk diam sambil memandang ke arah pintu keluar. Mungkin ia sudah tidak sanggup menghadapi kecanggungan ini. Xuxi juga sama saja. Ia cenderung melamun, masih tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya semalam.

"Aku lebih baik pulang saja, ya," ucap Guanheng membuat Xiaojun dan Xuxi menatapnya intens.

"Tidak betah? Memang rumahku tidak semewah rumahmu, maaf ya," balas Xiaojun lalu lanjut memandangi ponselnya.

"Bukan begitu—"

"Bagaimana kalau kita bermain game?" usul Xuxi tiba-tiba, lebih tepatnya tidak rela jika Guanheng harus pulang dan meninggalkannya sendirian bersama manusia yang mungkin hatinya sudah tertutup itu.

Guanheng tersenyum, ia sudah lama tidak bermain game. Di rumah, semua kakaknya perempuan, tidak ada yang mau menemaninya bermain. Saat di Macau dulu, banyak teman laki-lakinya yang datang hanya untuk bermain game. Tapi sekarang saat sudah di Beijing, belum ada satupun yang mengajaknya bermain.

"Kau setuju kan, Guanheng?"

Guanheng mengangguk sambil memamerkan giginya sebagai jawaban.

"Kau, bagaimana?"

"Sure, tapi yang kalah ada hukumannya," ucap Xiaojun.

"Deal," balas Xuxi dan Guanheng.

Aster & CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang