Kita & Kanker - 06🎗️

835 73 15
                                    

“Apa, Ren? Kamu minta maaf karena apa? Tolong, segera beritahu aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Apa, Ren? Kamu minta maaf karena apa? Tolong, segera beritahu aku. Jangan buat aku berprasangka yang enggak-enggak sama kamu.”

Aku terus-menerus mendesak Rendy agar bersuara. Masalahnya, setelah ia mengucapkan sebaris kata maafnya, ia tidak lagi bersuara, dan melanjutkan pembicaraannya. Hal ini jelas membuat hatiku semakin tak karuan. Aku sangat yakin, bila ada sesuatu yang berat untuk disampaikan oleh Rendy.

“Maaf, Key. Ini mungkin terlalu berat, tapi, aku gak bisa terus menutupi semua ini,” ujarnya.

Aku semakin mendesak Rendy untuk berbicara.

Rendy menghela napasnya. Terdengar begitu berat, seperti setiap helaan napas itu mengandung makna yang begitu dalam.

“Aku mau, kita putus, Key.”

Duarr!

Hatiku sakit mendengarnya. Sakit, kecewa, patah, kata apalagi yang bisa kugunakan untuk menjabarkan perasaanku ini?

“Kamu bohong kan, Ren? Kamu lagi ngeprank, kan? Tapi, dalam rangka apa kamu ngeprank aku? Aku gak lagi ulang tahun, Ren. Kita juga gak lagi merayakan hari anniversary kita.”

Aku berusaha menyangkal semua itu. Aku tidak ingin hubunganku kandas begitu saja.

Kulihat Rendy menggelengkan kepalanya, sebagai jawabannya atas pertanyaanku.

“Enggak, Key. Sayangnya, aku gak lagi mau ngeprank kamu. Aku serius, Key.”

Sudah. Runtuh benteng pertahananku. Sedari tadi, sebenarnya aku tengah berusaha menahan agar air mataku tak tumpah. Namun sekarang, aku gagal untuk menahannya. Bendungan air mata itu semakin mendesak untuk segera ditumpahkan.

“Apa alasannya, Ren? Kenapa kesannya begitu mendadak?” tanyaku di sela-sela isak tangisku. “Minggu lalu, kamu baru aja bilang ke aku, kamu bilang, kamu gak akan ninggalin aku. Kamu bahkan berjanji, untuk gak akan pernah ninggalin aku. Tapi, kenapa sekarang kamu begini?”

Rendy berpindah dari posisi duduknya, menjadi di sebelahku. Ia mendekapku dalam pelukannya. Jika biasanya, di setiap kali aku menangis, maka pelukan Rendy ialah satu-satunya pelukan yang menenangkan, selain papa tentunya. Akan tetapi, sekarang aku berusaha melepaskan diri dari pelukan itu. Pelukan itu tidak lagi menenangkan, yang ada malah membuat isak tangisku semakin kuat bergetar.

“Aku harap, kamu tenang dulu, Key. Jangan nangis kayak begitu. Aku minta maaf, kalau aku benar-benar ngelukai hati kamu. Tapi, ini bukan maunya aku. Aku harus mengatakan ini sekarang, karena aku rasa emang udah gak ada yang bisa dipertahankan dari hubungan kita. Cepat atau lambat pun, kita jelas akan berpisah.”

Kita & Kanker [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang