Part. 7

16 2 0
                                    

Part 7 Persiapan

"Percayalah, tawamu yang tadi akan menjadi candu yang ingin ku lihat setiap hari."

Arya Laksmana





"Kiri lagi... bukan, kanan kanan.... kiri lagi, kiri goblok! Nggak ngerti arah ya, Lo? Udah sana!"

"Agak tinggi lagi itu!"

"Ngalangin pandangan, pindah!"

"ini panggung masa tinggi nya cuma 5 centi, yang tinggi dong!"

Arya memandori kerja seluruh tim nya, bukan tim deng, lebih tepatnya babunya. Bukannya ikut kerja ia malah menyuruh ini dan itu, tak pernah benar dimatanya kerja orang-orang ditempat ini. Sedari tadi dirinya hanya mondar mandir melakukan hal yang tak berguna. Bara yang melihatnya ikut geram, pasalnya adiknya itu begitu tak tau diri. Kemarin mereka bertiga, Bara, Arya, dan Pak Surya sudah berembuk untuk mendekor pesta ini. Awalnya mereka sepakat untuk menyerahkan semua pada pihak hotel, dengan begitu mereka bertiga bisa mengerjakan hal lain yang lebih penting dari ini. Tapi si Kingkong, raja hoax sedunia itu dengan entengnya merubah kesepakatan lalu menyuruh mereka semua berkumpul di aula tempat pesta akan berlangsung.

Ia mengirimkan pesan singkat lewat secarik kertas yang ditempel pada stir mobil yang mereka kendarai yang isinya kurang lebih seperti ini : "Kita mandorin kerja orang hotel, kemarin kawan gue ngadain pesta pernikahan malah dibuatin pesta ultah anak tk, gue nggak percaya jadi ayo kita semua kesana guna mewujudkan pesta bunda yang bakal jadi tranding topik di koran satu minggu mendatang! Gue tunggu jam 9 kalo telat, sanksi mengikuti. Sekian dan terimakasih"

"Heh, Lo kira ini panggung buat dangdutan? Goblok kok dipake sendiri." cerca Bara yang tengah mengangkat meja.

"Eh kasar, Arya nggak suka!"

"Dih alay banget, Lo, demi apa gue punya adek modelan tulang lunak begini."

"Anda siapa? Kita pernah mengenal?"

"Heh sudah! Kalian ini udah pada tua kok malah berantem aja!" Pak Surya mencoba menengahi.

"Yang udah tua itu Ayah!" ucap serempak Arya dan Bara.

Rayn yang diberi kepercayaan sebagai seksi dokumentasi langsung mengarahkan kameranya pada tiga orang beda generasi itu, merekam segala hal yang terjadi hari ini, Rayn merasa berguna kali ini.

"Om Surya hadap sini, mau Rayn rekam!"
Pak Surya langsung memasang pose terbaiknya sambil melambai.

"Rayn, aku juga dong, fotoin sama tokek alaska!" Arya merangkul Bara, dengan gerakan slowmotion Bara menggeplak keras belakang kepala Arya.

"Ouhh, gue aduin bunda lo, Bang, main geplak aja, kalo gue insomnia kekmana!"

"Monyet ragunan lagi ngelawak nih, tawa dong!" acuh Bara lalu melenggang pergi melanjutkan pekerjaannya menyusun lampu-lampu kecil

Rayn tertawa, ia sampai tak sadar bahwa seluruh mata menuju padanya, Arya terpukau, ia tak pernah melihat tawa Rayn selebar itu, lalu dengan cepat ia memotret Rayn yang tengah tertawa itu dengan kamera yang tergantung di lehernya. Hanya sedikit yang Arya ambil, mungkin sekitar 10 atau 20 jepretan.

Merasa diperhatikan, Rayn sadar lalu menunduk malu seraya berucap "maaf" dengan suara lirih. Arya mendekat lalu berjongkok didepan Rayn, mengambil kamera gadis itu dan menyerahkan pada ayahnya, memegang dua belah telapak tangannya, iris hitamnya bertemu dengan mata coklat terang milik Rayn, semua orang yang disana memandang mereka berdua, seluruh pekerjaan terhenti, bahkan Pak Surya juga merekam interaksi mereka berdua.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang