Part 2. Pertemuan ujung gang
'kadang mengingat masa lalu sudah cukup membuatku sadar bahwa part bahagia dalam hidup ku sudah habis'
-Rayn
Flashback*
Pagi sekali dan Rayn sudah ada di depan rumah Saga, niat nya kali ini untuk mengajaknya berangkat bersama menggunakan sepeda sekalian berolahraga, walau Rayn hanya duduk dibelakang dan tidak melakukan apapun.
Tingtong
Pintu terbuka menampilkan seorang wanita cantik mengenakan celemek dibadannya.
"Assalamualaikum tante." sapa Rayn
"Eh, waalaikumsalam, Rayn, udah dateng ternyata," menjawab sapaan Rayn, Mira, ibu Saga melanjutkan "Ayo masuk, Saga masih sarapan, sekalian ikut makan"
Bukan hal baru lagi saat melihat Rayn ada bertamu sepagi itu, ia sudah menganggap rumah Saga adalah rumah ke duanya.
Berjalan menuju dapur Rayn duduk disamping Saga, pagi ini Saga terlihat begitu tampan, eh bukan kah Saga memang selalu tampan? Rayn mengakui itu. Setelah selesai Saga mengajak Rayn untuk segera berangkat, sengaja berangkat pagi karena ada tugas yang belum ia kerjakan dan rencananya ia akan mencontek kerja milik Gio, ada satu alasan lagi yang tak ia beritahukan pada Rayn, alasan terkuat kala ia berangkat pagi.
Rayn duduk di belakang sebagai penumpang yang dibonceng oleh Saga, senyum indah terpatri jelas di wajahnya. Bisa kah ia memohon pada tuhan agar menghentikan waktu barang sejenak, rasanya ketika bersama Saga semua menjadi bahagia. Ia lupa pada kesedihan dan tangis yang semalam baru saja ia keluarkan, mungkin ucapan Sinta tadi malam memang benar adanya, ia harus segera mngungkapkan pada Saga bahwa Rayn mencintai Saga.
---
Ingatan itu memenuhi memori di kepala Rayn, entah mengapa ia selalu mengingat kejadian itu. Mencoba melupakan tapi tak ada gunanya, kejadian itu tetap melekat di otaknya. Kadang ia menyumpahi dirinya sendiri mengapa waktu kecelakaan itu terjadi ia tidak sekalian amnesia saja, itu akan membuatnya lebih tenang bukan?
Air mata jatuh di pipinya tanpa ia sadari, mengapa ia selalu seperti ini. Ia ingin bangkit, tak ingin terlalu lama tenggelam dalam kenangan kelamnya. Sudah cukup air matanya selama ini terkuras hanya untuk mengingat kenangan yang bahkan harus ia lupakan.
Bi Sari yang berada di ruang tengah bisa melihat dengan jelas majikannya yang tengah menangis, selama 4 tahun ini dirinya yang sudah mengurus Rayn, jadi ia bisa sedikit merasakan apa yang dirasakan gadis bermata coklat terang itu. Ingin sekali menghibur sang gadis, tapi bagaimana, setiap kali ia ajak bicara Rayn hanya menatap kosong kedepan dan membalas singkat.
"Ahaa, aku dapat ide." ujar bi Sari sambil mengangkat telunjuknya keatas.
Seperti mendapat sebuah percerahan dari lampu di kepalanya ia mendekat kearah Rayn.
"Neng," panggil bi Sari menyentuh pundak Rayn.
Rayn kaget, cepat cepat ia menghapus jejak air matanya dan menoleh.
"Neng Rayn mau ikut bibi enggak?" tawar bi Sari, dalam hati ia berdoa semoga saja gadis manis didepannya ini mau.
"Mau kemana bik? Nggausah, nanti malah ngerepotin bibi." tolak Rayn halus.
"Ihh, nggak bakal ngerepotin, Neng, bener dah," bi Sari mengangkat dua jarinya membentuk huruf v
"Mau ya, Neng, cuma nemenin bibi, masa, Neng Rayn tega ngeliat bibi sendirian?" bujuk bi Sari dengan wajah yang dimelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
General FictionKisah gadis 21 tahun bernama Rayn mengalami kelumpuhan total yang kecil kemungkinan dapat berjalan secara normal, hidupnya yang hanya seputar hitam dan putih perlahan kembali berwarna seiring hadirnya seorang wartawan TV swasta bernama Arya laksmana...