Part.4 Brownies pembawa cinta
"bukan seperti apa bentuknya tapi ketulusannya yang bikin Rayn suka."
-Rayn Adhira Maheswari
Jam kucing didinding menunjukkan pukul 13.10 wib, didalam rumah berlantai tiga itu seorang wanita paruh baya tengah menyusun kue brownies coklat buatannya kedalam tupperware.
Rencananya ia ingin berbagi brownies tersebut pada calon mantunya. Eh calon mantu, haha benar, setelah perkenalannya dengan Rayn dirinya sudah mengklaim gadis manis bermata coklat itu menjadi menantunya. Entah siapa yang akan ia pasangkan pada Rayn yang pasti dua kandidat ada di pihaknya.
"Assalamualaikum, Bun, abang pulang." ucap salam datang dari ruang tamu yang langsung membuatnya melihat kearah jam dinding, 'belum sore 'kan?' batinnya.
"Loh, kok udah pulang, Bang?" tanya bu Maya sambil menggeplak tangan Arya yang main comot brownies coklat di loyang.
"Hiss, Bunda mah suka kdrt, " mengusap bekas tampolan panas dari sang ibu, Arya melanjutkan, "Salam belom dijawab udah maen nanya aja,"
"Iya iya, Waalaikumsalam, kok udah pulang?" ulangnya.
"Capek, Bun, nggak ada yang menarik hari ini. Dari pada disana cuma duduk sama Danu doang kaya homo mending balik lah." adu Arya menggebu sambil mencomot brownies kembali, dan sepertinya ibunya itu tak melihat sebab terlalu sibuk dengan tupperware kesayangan yang sayangnya melebihi keluarga.
"Buat siapa sih pake di taro di situ?, orang abang mau make buat bawa bekal aja ngga Bunda bolehin." sewot Arya.
"Heh, jangan sembarangan, ini buat calon mantu jadi harus spesial." ujar Maya.
"Calon mantu? Bang Bar dah punya pacar, Bun?" tanya Arya santai.
"Nggak tau sih ini calon mantu dari Bara atau kamu, Bang" jawab Maya.
"Loh kok gitu, emang siapa si calonnya?" tanya Arya sedikit emosi.
"Yang kemaren ketemu di tukang sayur," jawab Maya, "Yaudah bunda mau anter ini, eh tapi kayanya sama Bara lebih cocok deh daripada sama kamu, Bang, Rayn nya."
Nah Maya memang paling pandai kalau masalah bikin Arya kesel, buktinya dengan mulut yang masih penuh dengan brownies hingga sisa nya masih menempel dipipi dan jangan lupakan dengan kemeja dongker yang ia gelung lengannya sampai ke siku Arya berlari mengambil alih tupperware dari tangan ibunya.
"Biar abang aja yang ngasih!" tegasnya. Lalu berjalan tergesa keluar rumah, Maya hanya bergeleng kepala melihat tingkah putra nya.
Ketika Arya sudah hilang dari pandangannya ia membalikkan badan berjalan kembali ke dapur, tapi sebelum itu semua terjadi...
"Bun... Rumah Rayn yang mana?" teriak Arya di depan pintu ruang tamu.
"Kanan rumahnya pak Samsul gerbang warna item, cat rumahnya warna kuning." jawab Maya tak kalah keras.
Tak habis fikir dengan kelakuan anaknya, masa dengan pujaan hati tak tau rumahnya, memang parah.
Arya berjalan sambil bersenandung kecil, entah mengapa jantungnya berdetak tak normal, ia pernah mengalami seperti ini dulu saat akan sidang skripsi.
Rumah yang dimaksud sudah terlihat hanya tinggal meliwati 2 rumah lagi dan ia akan bertemu dengan Rayn, memikirkan itu jantung Arya kembali berdetak cepat dan entah darimana datangnya sebuah bola terbang mengenai kepala nya hingga membuat sang empu terjengkang dan yang paling parahnya lagi tupperware hijau untuk Rayn melayang lalu terjatuh tak jauh darinya.
Ia mencoba berdiri sambil mulutnya tak henti mengucap mantra sumpah serapah, kepalang tanggung ia melanjutkan langkahnya meski jidat putihnya berubah menjadi merah.
"Permisi!" teriaknya dari luar pagar, dan tak lama seorang pria berseragam membuka pintu lalu membalas sapaannya.
"Iya, Den, mau nyari siapa?" tanya nya.
"Oh... emm... itu, R-rayn nya ada di rumah?" tanya Arya gugup, astaga ada apa dengannya, sungguh memalukan.
"Oh neng Rayn di dalem, mari saya antar." pinta pak Sabar, satpam rumah Rayn.
Memasuki teras rumah Arya mendengar sayup sayup suara alat musik bernada pilu, ia jadi merinding. Pintu depan tidak tertutup rapat dan dari tempatnya berdiri Arya melihat bi Sari, sedang mengelap meja ruang tamu. Memang ia sudah mengenal bi Sari sejak lama karena ia sering ketemu di abang sayur depan gang, jadilah Arya mengenal semua ibu ibu di komplek perumahannya.
Setelah berbasa basi dengan bi Sari dan pak Sabar akhirnya Arya dipersilahkan untuk masuk kedalam rumah ia menuju ke ruang tengah dimana Ryan berada.
Dari jarak yang tak terlalu jauh ia melihat Rayn tengah duduk didepan sebuah piano, matanya terpejam dan jari lentiknya terus bermain menciptakan beragam nada yang mengalun merdu. Arya melihat tanpa berkedip, saat melihat Rayn tengah berada diposisi yang seperti itu pasti orang lain tak akan percaya bahwa gadis tersebut bukanlah gadis normal.
Sekitar 2 menit ia menunggu Rayn menyelesaikan lagunya, sedang ia hanya berdiri sambil bersedekap ikut menjadi pendengar. Saat lagu berakhir mata Rayn terbuka, ia terkejut melihat ada oramg lain diruangan itu, dengan sedikit kesusahan ia menggapai kursi roda di sampingnya. Arya membantu Rayn untuk duduk kembali kekursinya.
"Makasih, maaf ngerepotin." ucap Rayn yang hanya dibalas senyuman tipis oleh Arya.
Arya merdorong kursi roda Rayn ke belakang rumah, disana terdapat seperti taman kecil dengan kursi panjang putih dan jangan lupakan kolam kecil tempat ikan koi milik Rafka hidup.
Mendudukan Rayn dikursi panjang lalu ia menyerahkan tupperware yang sempat jatuh tadi.
"Ada titipan dari bunda." Arya menatap Rayn yang kesulitan membuka tupperware.
"Sini, biar aku bukain." ucap Arya,
Rayn tak menolak, ia menyerahkan wadah itu lalu menunggu Arya selesai. Saat wadah terbuka mereka berdua melotot bersama dengan perasaan berbeda. Rayn dengan rasa senang karena mendapat kue brownies kesukaannya, dan Arya dengan rasa tak enak karena melihat bentukan dari kue brownies bundanya.
"tadi kayaknya cakep deh, mirip Rayn gitu cakepnya, kok ini malah diluar nalar bentukannya. " batin Arya.
Dengan tak enak hati, Arya menatap Rayn yang bahkan tak menatapnya, ia malah dengan segera mencomot kue brownies yang bentuknya sudah rusak.
"Makasih, Arya." ucap Rayn dengan wajah berbinar.
"Rayn, jangan dimakan!" seru Arya
"Kenapa?" jawab Rayn dengan mulut penuh dengan brownies.
"Liat, ini udah nggak bagus, aku ambilin lagi yang di rumah ya." ujar Arya dengan menatap tupperware di tangannya, ia merasa bersalah.
Rayn melihat brownies di dalam tupperware lalu mengambil sepotong lagi.
"Bukan seperti apa bentuknya, tapi ketulusannya yang bikin Rayn suka." Kata Rayn lembut, lalu ia suapkan potongam brownies tadi ke mulut Arya.
Kata yang keluar dari mulut mungil Rayn bagaikan sihir mujarab, tanpa penolakan Arya menggigit brownies yang disodorkan lalu tersenyum,
"Ini yang bikin gue suka sama, Lo, Rayn!"
Lampung, 2021 (04.23 wib)
Happy reading, love you🌌
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
General FictionKisah gadis 21 tahun bernama Rayn mengalami kelumpuhan total yang kecil kemungkinan dapat berjalan secara normal, hidupnya yang hanya seputar hitam dan putih perlahan kembali berwarna seiring hadirnya seorang wartawan TV swasta bernama Arya laksmana...