Part 8: Tragedi Pesta Bunda.
"Apapun yang diawali dengan tangis akan diakhiri dengan tawa, begitupun sebaliknya"
Rayn
"Rayn, kamu kenapa sih, pake bawa supir segala, kan aku juga bisa nyetir."
"Maaf, Arya, Rayn takut nanti disana malah ngerepotin, jadi Rayn ajak Bang Jefri."
Arya tak hentinya menggerutu, niatnya berpisah dari mobil ayahnya adalah untuk berduaan dengan Rayn, ternyata supir tengil itu ikut juga, ia bisa saja meninggalkan Jefri tapi Rayn juga akan menolak ikut.
Disamping Arya dengan sumpah serapahnya, duduk seorang Rayn yang mengenakan dress warna baby blue, dengan flatshoes warna senada. Wajah nya diberi make up tipis, hanya liptin berwarna nude agar bibir pucatnya tak terlalu kentara. Rambut hitam yang biasanya terkepang, sekarang dibiarkan terurai. Em... Tiga kata yang menggambarkan Rayn malam ini, cantik, manis, gemesin. Arya saja hampir oleng saat pertama kali melihat Rayn.
Sekitar 10 menit kemudian mereka telah sampai di hotel tempat acara, jam menunjukkan pukul 18.02 wib semburat jingga masih terlihat, tapi mereka telah sampai disana.
Mereka bertiga masuk dengan Rayn yang di dorong Arya dan Jefri berjalan dibelakangnya. Tiba-tiba Arya menghentikan langkahnya, mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Rayn mengerutkan keningnya saat Arya menutup matanya dengan selembar kain.
"Arya, ini buat apa?"
"Aku punya kejutan buat kamu, Rayn, jadi ditutup dulu ya."
"Kan bukan Rayn yang ulang tahun."
"Udah, ini spesial buat, Rayn."Jefri memutar bola malas ada saja ulah Arya sejak tadi, baiklah mereka berjalan menuju aula pesta dengan Rayn yang ditutup mata.
Arya mendorong Rayn hingga di depan panggung ia segera melepas penutup mata Rayn, sedikit mengerjapkan matanya Rayn krmbali mengerutkan kening.
"Maksudnya apa, Arya?" bagaimana Rayn tak heran, di depan matanya hanya ada sebuah piano dan tentunya sebuah kursi juga tersedia disana.
"Em... Rayn, kalau aku minta kamu buat mainin piano itu kamu bersedia nggak?" Pinta Arya. "Cuma satu lagu aja, ya..., Rayn, please..."
Rayn terkejut, sungguh tak pernah ada niat dirinya menunjukkan bakat bermain alat musiknya. Tapi menolak pun rasanya percuma, ia tak sempat membeli kado untuk Bunda Maya, jadi tak apalah ia akan bermain satu lagu khusus untuk Maya, karena sejauh ini yang pernah mendengarnya bermain piano hanya Bi Sari dan Arya tempo hari.
"Tapi sekali aja ya?"
Arya tersenyum penuh kemenangan, tangannya terulur menyentuh pipi lembut Rayn, sambil terus berucap "Terimakasih."
----
Tamu undangan telah datang memenuhi aula pesta, diantara dari mereka adalah kolega bisnis Surya dan teman serta kerabatnya. Semua berpakaian rapi, ini lebih pantas disebut acara resmi daripada hanya sebuah pesta kejutan. Dari kejauhan Rayn melihat Arya tengah menerima telepon, mungkin dari ayahnya. Rayn sendiri hanya duduk disamping Jefri dengan segelas orange juice ditangannya. Arya mendekat dan menyentuh bahu Rayn.
"Rayn, bunda sama ayah udah hampir sampai, ayo kamu harus berada di panggung saat bunda membuka pintu itu."
"O... oh oke" Rayn tentu saja gugup, ia hanya gadis biasa dan tentunya tak ada ikatan kerabat sama sekali dengan keluarga Laksmana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
General FictionKisah gadis 21 tahun bernama Rayn mengalami kelumpuhan total yang kecil kemungkinan dapat berjalan secara normal, hidupnya yang hanya seputar hitam dan putih perlahan kembali berwarna seiring hadirnya seorang wartawan TV swasta bernama Arya laksmana...