Mangata ( Mitsusara )

157 25 4
                                    

Siksaan dari cinta adalah kerinduan. Menanggung rindu sangat menyakitkan tapi aku tak ingin melepaskan siksaan ini.

( Mangata "Bayangan bulan di air yang seperti jalan" )


Semua dimulai dari kebiasaanku menatap bulan purnama di tepi waduk. Tanpa peduli udara dingin yang menusuk tulang, aku rutin mengunjungi tempat hanya untuk melakukan kesenanganku ini. Aku sering tingal seorang diri di rumah, karena itulah tiada yang melarang saat aku menatap bulan serta bayangannya di air sampai berjam-jam.

Aku tidak masalah jika harus tinggal sendirian namun semua berubah saat dia menghampiriku di satu malam yang sangat sunyi dan dingin. Dia temanku tapi kami tidak memiliki hubungan yang dekat atau lebih tepatnya aku yang tidak berusaha dekat dengannya. Dari dirinya, aku mulai memahami bahwa kesendirian bukanlah hal yang menyenangkan. Sudah tiga tahun sejak ia pergi dan selama itu pula aku merasakan hampa yang seolah tak berujung hingga ia kembali setelah membuatku gila menanggung rasa rindu yang semakin menjadi.

🌕

🌕

🌕

Mangata

🌕

🌕

🌕

Kupejamkan kedua mataku kala angin malam berhembus lembut menerpa tubuhku. Aku sangat lega bahwa orangtuaku harus sibuk bekerja hingga larut malam karena aku bisa sepuasnya menikmati pemandangan indah di depan mataku hingga aku tak sadar ada sebuah langkah yang semakin mendekat.

"Kau bisa masuk angin bila berlama-lama disini."

Suara itu berhasil membuka mataku. Tanpa bertanya, aku sudah tahu bahwa dia adalah Mitsuki, temanku yang paling menutup diri dan tak banyak yang kuketahui tentangnya. Bahkan teman-teman kami juga banyak yang tidak mengetahui apapun tentangnya.

"Tenang saja, aku sudah terbiasa."

Aku tak melarang saat ia duduk disampingku meski sendirian lebih baik bagiku. Ini pertama kalinya aku begitu dekat dengan Mitsuki. Ada rasa takjub saat ku bisa melihat wajahnya yang sangat dekat denganku.

"Bulan purnama sangat indah, kan?"

"Itu lah alasanku keluar setiap tiba bulan purnama. Aku sangat menyukainya."

Mataku berhenti menatap Mitsuki. Kembali pada bulan purnama lebih indah daripada menatap si pemuda berkulit pucat dengan mata ularnya ini.

"Ku pikir kau tidak tertarik dengan hal seperti ini."

"Aku adalah Mitsuki. Aku adalah perwujudan bulan itu sendiri. Bagaimana bisa aku tidak menyukainya?"

"Jangan berbicara omong kosong!"

"Baiklah, aku bercanda."

Hening kembali saat kami bersama-sama menatap objek yang sama lalu beralih pada bayangan bulan di air yang menyerupai sebuah jalan. Tak terasa, lengkungan senyum tercipta di wajahku saat kutatapkan pandanganku kembali pada Mitsuki. Tak kusangka, menatap bulan bersama seseorang akan terasa lebih nyaman dan hangat seperti ini.

"Jangan menatapku! Tatap bulan itu saja!"

"Memangnya kenapa? Apa aku salah mengalihkan tatapanku padamu?"

"Tidak salah. Hanya saja itu bukan gayamu."

"Oh, tuan! Kau berbicara seolah kau mengenalku dengan baik!"

SerenataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang