Venya ( Mitsusara )

70 16 2
                                    

Hadiah cinta yang paling diinginkan bukanlah berlian, bunga ataupun coklat. Melainkan perhatian penuh kasih sayang.


( Venya "Hadiah dari Tuhan" )


Aku tak henti menatap layar ponsel. mengirim pesan namun tak kunjung mendapat jawaban. Seorang diri menanti ketidakpastian membuatku bosan. Tatapanku mulai kosong menerawang ke plafon rumah hingga dering ponsel menyadarkannya kembali.

"Halo, anata. Bagaimana kabarmu? Aku sangat khawatir karena kau tak kunjung membalas pesanku."

Maaf, aku baru saja selesai dengan pekerjaanku.

"Tidak apa-apa, aku sangat merindukanmu. Ku harap kau segera pulang."

Aku tidak tahu kapan tepatnya bisa pulang.

"Tapi anata, besok-"

Maaf, Sarada. Ada hal yang harus ku selesaikan.

Itu jawaban yang sering kudengar. Jika hari lain aku masih bisa memakluminya, tapi kini aku sangat kecewa karena besok adalah hari ulang tahunku. Aku hanya menginginkan kehadirannya sebagai hadiah. Sejak awal menikah, kami memang jarang menghabiskan waktu bersama. Aku ingin meminta waktunya sedikit saja untuk hari ulang tahunku kali ini tapi sayangnya dia lagi-lagi tidak bisa. Apa yang harus ku lakukan? Aku benar-benar bosan dengan kesendirian ini. Aku bosan menunggu dan mendengar setiap janji yang ia ucapkan dan sering tak ditepati.

"Sayang sekali, Mitsuki. Aku tidak bisa menunggu lagi."

Gumamku frustasi. Tidak ada jalan lain selain pergi dari rumah ini dan mencari kebebasanku sendiri. Ku harap suamiku bisa mengerti keadaanku.

🎁

🎁

🎁

Venya

🎁

🎁

🎁

Aku telah mengemas pakaian dan barang-barangku. Aku tidak pernah meninggalkan rumah seorang diri. Jujur saja aku takut namun hasrat ini tak lagi bisa tertahan. Aku harus pergi menyudahi segala kesulitan ini.

Tak terasa aku telah berjalan jauh bersama koper yang ku bawa. Ini sudah pukul 8 malam. Udara sangat dingin tapi tak menghentikanku untuk pergi menuju halte. Mungkin saja ada bus antar distrik yang bisa mengantarku pergi. Sepanjang jalan aku teringat pada suamiku. Alangkah baiknya bila aku menghubunginya agar ia sadar betapa pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga.

Halo, Sarada. Kau dimana? Mengapa ramai sekali?

"Aku akan pergi, Mitsuki."

A-apa katamu?

"Aku tidak bisa lagi tinggal di rumah itu. Aku bosan terus sendirian."

Sarada, kau-

Aku tersenyum masam kala memutus sambungan telpon. Aku tidak mengerti apakah dia paham maksud kata-kataku. Aku hanya berbicara jujur dan nada suaranya terdengar tegang. Apa yang dia pikirkan? Terkadang pria itu sangat aneh.

🎁

🎁

🎁

Venya

🎁

🎁

🎁

Baterai ponselku habis. Sial sekali aku tidak mengetahui sudah berapa lama aku menunggu bus yang akan membawaku. Situasi seolah tidak memperbolehkanku pergi. Aku tahu ini sudah larut malam dan belum ada bus yang mau berhenti untukku. Sembari memohon dalam hati, aku duduk termenung berteman dingin dan sepi. Aku mulai berpikir apakah caraku ini keliru karena sikapku yang gegabah ini. Aku hanya ingin tahu bagaimana reaksinya saat aku pergi. Aku ingin sekali melihatnya tapi usahaku sepertinya gagal. Aku mulai lelah namun enggan pulang entah mengapa. Aku tersenyum miris mengingat kebodohanku sejak awal. Hanya karena Mitsuki tidak bisa pulang, aku dibuat bodoh oleh hasratku sendiri.

Selang beberapa menit kemudian, sebuah bus menurunkan seseorang. Sayang, aku tidak mengetahuinya karena suara riuh kendaraan terlalu bising. Kesepian sudah membuatku larut dalam kebosanan, hingga sayup-sayup aku mendengar suara seseorang menyebut namaku tidak terlalu jauh. Suaranya mirip sekali dengan suara Mitsuki, suamiku. Mungkinkah dia ada disini? Ku pikir ini hanyalah imajinasiku saja. Disaat ia sibuk, rasanya tidak mungkin ia bisa pulang. Ya, ini pasti hayalanku saja.

"Sarada!"

Suara itu mendekat disertai dua tangan yang menjulur di kedua pundakku. Tentu aku sangat terkejut karena disaat aku akan pergi, dia tiba-tiba sudah berlutut di hadapanku.

"Kau mau kemana, Sarada? Jangan katakan kalau kau-"

"Aku ingin menemuimu!" Jawabku riang tapi aku mendapatkan ekspresi terkejutnya. Beberapa saat Mitsuki terdiam hingga ia memelukku begitu erat.

"Dasar, membuatku takut saja!"

Ini lucu. Apa yang dia pikirkan sejak awal hingga memutuskan pulang mendadak begini? Suamiku benar-benar sosok yang unik sekaligus sempurna bagiku. Aku tahu dia sangat sibuk tapi aku hanya ingin meminta waktu sedikit untuk bersama. Aku tak menyangka Mitsuki ada disini. Melihatnya aku merasa bersalah. Aku takut tindakan bodohku ini yang membuatnya terburu-buru pulang.

"Maafkan aku, anata. Kau pasti pulang karena aku berucap ingin pergi."

"Tidak, aku lah yang harusnya minta maaf karena jarang memiliki waktu denganmu."

"Tidak, aku yang salah!"

"Tidak, Sarada.. Tidak.."

Kami tersadar telah menjadi tontonan publik yang aneh. Kami berdua merasa bersalah dan menjadi badut pinggir jalan dalam sekejap. Mitsuki berdehem-dehem ria yang membuatnya menjadi lucu.

"Ya, sudahlah! Aku yang lebih bersalah. Aku minta maaf dan sebaiknya kita pulang sekarang." Ucap Mitsuki canggung saat melepas tubuhku.

"Baiklah!" Pekikku sambil menggandeng tangannya.

Aku berjalan riang sambil mengayun tangannya sepanjang jalan. Mitsuki membawa koperku di tangan kirinya tanpa beban. Ini adalah kesempatan berharga bagi kami. Tanpa mempedulikan keadaan sekitar, kami bercanda tawa layaknya pasangan yang sedang melepas rindu. Bagiku, kehadiran Mitsuki adalah hadiah ulang tahunku yang terbaik. Aku bersyukur telah menjadi bagian dari hidupnya. Meski jarak seringkali memisahkan kita, aku akan tetap menerimanya dan mensyukuri setiap kesempatan yang waktu berikan pada kami.





Yosh! Oneshoot Mitsusara udah di publish!🥳🥳🥳

Maaf kalau ceritanya terlalu pendek...😂😂😂

Jangan lupa vote dan komennya, ya...🤩🤩🤩

Sampai jumpa di cerita oneshoot selanjutnya...😘😘😘

SerenataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang