Kanigara ( Inohima )

122 9 16
                                        

Mengapa kita harus berjumpa bila akhirnya perpisahan mengakhiri cerita kita?

( Kanigara "Bunga matahari" )


Hampir lima belas menit aku duduk melongo di salah satu kursi sebuah toko bunga. Kalau bukan karena ibuku yang ingin dibelikan beberapa bunga matahari, aku tidak mau mengantri selama ini di tempat yang begitu ramai ini.

Aku bukan orang yang suka menunggu lama untuk sesuatu yang tak penting. Ini adalah tempat yang sebenarnya membosankan dan didominasi perempuan. Hanya aku satu-satunya yang berbeda di antara mereka.

Aku mulai gusar dengan kesendirianku. Saat situasi mulai sepi, aku coba untuk menerobos kerumunan tanpa mempedulikan mata-mata iseng para pengunjung. Yang terpenting bagiku adalah keinginan ibu, jadi kuputuskan untuk terus berjalan menuju seorang gadis bermata biru sapphire yang sedang sibuk melayani para pengunjung.

"Tokonya ramai sekali ya?"

Sungguh, itu pertanyaan paling basi dari yang terbasi. Pertanyaan itu tak perlu jawaban namun gadis itu hanya memanggut dengan senyumnya yang bisa dibilang cukup indah.

"Bisa saya bantu?"

"Oh, tentu. Karena saya disini, tentu saja saya perlu bantuanmu."

"Kalau begitu, anda ingin membeli bunga apa? Kami disini menyediakan berbagai macam bunga dan melayani pembuatan dan pengiriman karangan bunga dengan berbagai ukuran."

"Saya hanya ingin membeli lima tanaman bunga matahari."

"Oh, maaf. Untuk bunga matahari kami kehabisan stok. Mungkin besok sudah ada."

Sungguh menyebalkan mengingat lima belas menit yang berharga terbuang sia-sia. Mengantri selama itu aku tak mendapatkan apapun selain lelah dan dongkol.

"Wah, toko bunga macam apa ini? Kalian bahkan tidak punya stok lebih untuk satu varian itu!"

"Sekali lagi, maaf. Tadi sudah terjual semua."

"Hm.. Baiklah, tidak apa-apa!"

Tapi jika aku langsung pulang, itu pasti akan membuat Ibu kecewa. Aku selalu ingin membuat Ibu senang. Jika ia tahu bunga pesanannya tak mampu kubeli, pasti dia akan sangat kecewa. Membayangkannya saja membuatku tak suka. Jadi kuputuskan saja untuk duduk di tempatku semula agar Ibu berpikir bahwa aku telah mencari bunga mawar kemana-mana. Itu bisa dijadikan alasan jika Ibu bertanya mengapa aku pulang dengan tangan hampa.

"Kenapa anda tidak mencari saja ke toko lain?"

"Malas."

"Hm.. Apa anda memang menyukai bunga? Atau bunga itu untuk pacar anda?"

"Tidak, itu untuk Ibu saya."

"Wah, andai saja kami masih memiliki stok pasti Ibu anda akan sangat senang."

Aku hanya bisa terkekeh mendengarnya. Setelah itu, dia terus bercerita segala hal tentang bunga. Ia juga menceritakan segala hal tentang Ibu dan kebaikan yang akan diterima seorang anak yang selalu berbakti pada Ibunya. Sedang aku hanya terus menjadi pendengar yang baik, tak ingin menghentikan apa saja yang harus ia ungkapkan dari dalam hatinya.

Mungkin saja dia sudah lupa bahwa ia sedang mengobrol dengan seseorang yang tak ia kenal, atau mungkin ia hanya ingin berbicara saja untuk mengalihkan kebosanan karena sebagai penjaga toko, ia pasti bosan duduk diam dalam waktu yang lama disini. Tidak ada yang bisa ku katakan selain menyimak apa saja yang ia katakan hingga seorang gadis lainya datang menghampiri gadis bermata biru sapphire itu.

SerenataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang