Senja itu setia. Dia tak perlu berjanji untuk kembali. Dia hanya butuh waktu untuk menepati.
( Sandyakala "Cahaya merah senja" )
Alunan biola mengalun indah di sebuah taman yang menghadap langsung pada sebuah teluk. Aroma laut yang menenangkan serta melodi indah menjadi satu mengembalikan semua semangat yang menguap usai menjalani berbagai aktivitas.
Ini aneh, biasanya senja sangat sunyi. Harusnya alunan itu milikku tapi kali ini ada alunan lain yang mendahuluiku. Tanpa menghiraukan apapun, aku terus berjalan menuju kursi taman yang sudah kuanggap sebagai posku di senja hari. Terus berjalan namun berhenti di satu titik saat kulihat seorang pemuda berambut nanas sedang memainkan biolanya dengan indah. Tunggu, aku pernah bertemu dengannya tapi aku tidak yakin dimana dan siapa orang itu.
Tidak, aku tidak kecewa sama sekali hanya saja ini tak biasanya ada orang lain selain aku yang mengisi kekosongan senja. Langkahku ragu tapi aku penasaran pada pemuda itu. Sebentar lagi aku semakin mendekat padanya tapi dia segera menyadari keberadaanku dengan tatapan teduh. Dia bangkit lalu hendak pergi dari hadapanku.
"Tunggu, kau sudah mau pulang?"
"Tentu saja, nona. Sebentar lagi hari semakin gelap."
Ku tatap dia diantara kemilau senja yang memancar di balik punggungnya. Terpesona entah kenapa. Pemuda itu seolah mengerti isi pikiranku. Dia tak kunjung pergi dan malah tersenyum sambil mengulurkan tangannya.
"Namaku Shikadai."
"Uhm, iya.. Aku Yodo."
"Aku tahu."
Mataku sedikit melebar mendengar ucapannya. Tak sadar kami masih berjabat tangan begitu lama hingga aku sedikit terkejut menyadari tangan pemuda itu melepas tautan diantara kami.
"Maaf karena sudah mencuri posmu."
"Tidak masalah. Kau cukup pandai bermain biola. Uhm, aku merasa kita bertemu sebelumnya tapi dimana ya?"
"Itu terjadi sudah lama sekali, nona. Saat itu kau bermain biola dan aku menontonmu dari jauh. Kupikir kau tak memperhatikanku."
Hanya dengan perkataan itu, dia membuat pipiku terasa terbakar entah mengapa. Tidak ada yang istimewa dibalik kata-katanya tapi aku merasakan getaran kuat dalam hatiku.
"Ettou, maukah kau memainkan biolamu lagi?"
"Kenapa? Bukankah kau lebih pandai dariku?"
"Tidak, hanya ingin mendengar alunanmu lagi."
"Baiklah."
Dia mengajakku duduk bersama. Menikmati alunan biola bersama sinar surya kemerahan di ufuk barat. Sangat indah, aku tak pernah membayangkan senjakala akan terasa sangat indah dengan suara biola yang menenangkan. Mungkin ini yang dirasakan banyak orang saat aku memainkan biola dan kali ini aku merasakannya lagi. Mendengar alunan merdu ini, aku jadi bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya pemuda ini tapi aku sungkan untuk bertanya. Sementara itu, nada yang mengalun beberapa menit telah selesai dimainkan. Aku tidak tahu bagaimana keadaan urat maluku hingga aku berani memintanya memainkan melodi itu lagi.
"B-bisakah kau memainkannya lagi? Aku menyukainya, ya itupun kalau kau tidak lelah."
"Apa kau tidak bosan?"
"Jika kau keberatan aku tidak apa-apa."
"Aku akan memainkannya lagi karena sebenarnya aku tahu kalau kau tidak mau kebersamaan kita ini cepat berakhir."
"A-apa?"
"Kelihatan nyata loh!"
"Ka-kalau begitu tidak usah!"
"Baiklah."
Aku mendengus. Pemuda ini menyebalkan tapi dia benar. Aku pun bingung mengapa ini terjadi padaku. Aku juga tidak tahu harus berkata apa lagi padanya, yang jelas pipiku terasa terbakar lagi.
"Yodo, seperti senja yang setia matahari menepi, seperti itulah aku menantimu kembali."
"Hn, apa maksudmu?"
"Tidak ada. Aku hanya menyadari kalau menyaksikan senja telah membuatku selalu bahagia. Tanpa kau sadari, aku sering berada di tempat ini setiap harinya. Di waktu yang sama dan saat kau memainkan biolamu di taman ini. Kau tidak tahu hal itu kan? Padahal senja selalu melihat kisah kita disini."
"Kau ada disini setiap hari? Shikadai, aku tidak mengerti makna kata-katamu."
"Aku juga tidak mengerti mengapa kau hanya mengingatku sepintas itu saja. Pernah melihatku dari jauh dan hanya itu, sungguh merepotkan!"
Merepotkan?
Aku terperangah. Tubuh ini secara refleks bangkit menjauhi pemuda bermata giok itu dengan tanda tanya besar di kepalaku.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Kau tidak ingat? Aku Shikadai Nara yang dulu pernah bersamamu. Menikmati senja di tempat ini setiap hari sampai suatu saat kau pergi meninggalkanku tanpa kabar. Selama ini aku mencarimu dan syukurlah akhirnya aku berhasil menemukanmu. Aku senang ternyata kau tidak melupakan tempat ini setelah kecelakaan yang menimpamu beberapa bulan lalu."
"Kau tahu tentang hal itu?"
"Tentu saja, karena aku adalah sosok yang mencintaimu. Cinta akan menunjukkan segalanya padaku, itu yang kupercaya sampai aku menemukanmu, Yodo."
Tubuhku seketika lunglai. Aku tidak mengingat apapun tentang yang terjadi di masa lalu bersamanya. Tak terasa sinar senja menunjukkan padanya bahwa linangan air maraku telah jatuh begitu deras bersama ingatan yang kupaksakan agar ku dapat mengingat sedikit tentangnya.
"Jangan dipaksakan. Aku tahu kau masih belum menerimanya, tapi aku yakin suatu saat nanti kau pasti mampu mengingat semuanya."
"Shikadai, daripada kau mengatakan hal yang hampir sulit bagiku, maukah kau menceritakan segalanya tentang kita?"
"Asalkan kau mau kembali padaku, aku bersedia apapun untukmu."
Ku lihat dia berlutut di hadapanku. Matanya tampak nanar tapi memberiku sedikit cahaya yang masih sulit kupahami. Aku tidak sadar bahwa aku telah meninggalkan sebuah luka untuknya. Saat ia mulai mendekat dan mendekap aku tak melawan. Sungguh, aku mulai merasa kalau kita benar-benar dekat.
"Aku merindukanmu dan permainan biolamu, Yodo. Tolong, berikan aku satu alunan indah di detik-detik berakhirnya senja hari ini."
Aku hanya tersenyum saat ia menyeka air mataku. Dengan biola dan busur di tanganku, sebuah alunan indah bergema mengiringi sinar senja yang perlahan menghilang. Shikadai menatap indahnya sembura merah di angkasa sementara terpejam merasakan sensasi aneh di ingatanku. Tentangku dan dia, bersama senja yang menyilaukan. Senja yang bersinar terang dan kami benar-benar bersama diantara suasana itu. Aku mengingatnya! Ingatanku yang terenggut sejak enam bulan lalu kembali. Tanpa sadar, aku menangis lagi sambil mendekap tubuhnya tanpa ragu. Aku tahu ini bukan kebohongan belaka. Di senja hari ini, hanya rasa syukur yang bisa kami panjatkan pada keajaiban kemilau senja hari.
Yosh! Oneshoot Shikayodo udah dipublish!😍😍😍
Cukup gaje yak?🤣🤣🤣
Sandyakala itu maknanya sama aja kaya senjakala.😍😍😍
And, jangan lupa vote dan komennya ya, minna-san!🤩🤩🤩
Sampai jumpa di cerita oneshoot selanjutnya!😘😘😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Serenata
RomanceNew cover in progress Temporary cover by ibis paint Sebuah alunan cinta menggema dalam diri bersamaan dengan angin surgawi yang mengantarkanmu padaku. Waktu yang semakin mengikis kebersamaan kita tak mampu menghapus segala indah dari sosokmu. Serena...