Kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai.
( Masygul "Bersusah hati" )
Kulihat setiap deretan foto yang terpajang di dinding rumahku. Segala kenangan manis terlihat jelas di setiap foto ini, salah satunya foto pernikahanku beberapa bulan lalu. Di lembaran hidupku yang baru aku memang sangat bahagia namun terkadang aku berpikir tentang suamiku.
Sebenarnya dia orang yang baik. Memperlakukan sebaik-baiknya meski kami menikah karena perjodohan orang tua. Aku mencintainya, tapi aku tidak pernah tahu apakah ia mencintaiku juga. Sekali saja ia tidak pernah mengatakannya padaku. Sebagai orang yang disibukkan dengan pekerjaan, suamiku seolah tak memiliki waktu untuk menghabiskan waktu berdua denganku, bahkan di malam pernikahan kami, ia masih sempat sibuk dengan kertas-kertas bernominal yang memusingkan.
Jujur saja aku khawatir kalau dia tidak mencintaiku. Meski ia tidak pernah melakukan hal yang buruk tapi tetap saja aku merasa ketakutan terlebih lagi jarang sekali ia di rumah. Seperti saat ini, aku duduk termangu usai puas melihat foto-foto tadi. Apalagi kalau bukan untuk menanti suamiku yang super sibuk itu. Pernah aku bertanya apakah ia punya waktu luang sedikit saja untukku tapi jawabannya hanya senyuman yang tak mampu membuat hatiku puas. Sejak itu kuputuskan untuk tidak bertanya lagi daripada aku semakin bingung dengan sikapnya.
🌷
🌷
🌷
Masygul
🌷
🌷
🌷
Suamiku biasa pulang pukul lima sore. Sejak ia baru sampai di rumah, sedikit sekali percakapan yang terjadi di antara kami. Usai makan malam, ia kembali ke ruang pribadinya. Bayangkan saja, siapa yang tidak kesal melihat suaminya lebih mementingkan pekerjaan daripada istrinya sendiri? Namun aku berusaha bersikap biasa saja sambil menghitung waktu sampai kapan aku bisa lebih bersabar melihat rutinitas suami berambut kuningku ini.
"Sumire, bila ada yang menghubungiku, bilang saja kalau aku tidak ada di rumah!"
"Baiklah."
Kuturuti saja keinginannya meski kali ini setengah hati. Padahal sebelumnya aku sempat menyindirnya dengan cerita-cerita tentang seseorang yang terlalu sibuk hingga mengabaikan keluarganya namun ternyata suamiku cukup tidak peka dengan yang kukatakan.
"Ah, sudahlah! Mungkin dia memang tidak mencintaiku!"
Gerutuku sendirian di kamar. Tidak ada yang bisa kulakukan saat hati dongkol. Sampai kapan ia mengabaikanku? Cukup, aku tidak tahan lagi! Aku tidak peduli apakah ia akan memarahiku atau lebih buruknya menerima hukuman. Aku menghentakkan kaki menuju ruang pribadinya yang berada bersebelahan dengan kamar kami.
"Boruto-kun, aku bosan! Bisakah kau tinggalkan kertas-kertas tak penting itu?"
"Apanya yang tidak penting? Kau salah, kertas-kertas ini selalu berhasil membuatku bahagia."
Apa? Jadi aku telah tersaingi oleh kertas-kertas itu? Astaga, aku merasa tidak berguna sebagai seorang istri. Keterlaluan, aku telah terkalahkan oleh kertas-kertas tak berotak dan tak berperasaan. Seketika aku membisu dan mematung di tempat sampai ku sadar ada senyuman tertoreh di wajah suamiku.
"Mengapa kau tersenyum?"
"Tidak bolehkah aku tersenyum pada istriku sendiri? Baiklah, aku akan tersenyum pada kertas-kertas seperti orang gila baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenata
RomanceNew cover in progress Temporary cover by ibis paint Sebuah alunan cinta menggema dalam diri bersamaan dengan angin surgawi yang mengantarkanmu padaku. Waktu yang semakin mengikis kebersamaan kita tak mampu menghapus segala indah dari sosokmu. Serena...