Abhati ( Mitsusara )

278 25 15
                                    

Cintaku padamu bagaikan air. Selalu mengalir dan tak berpaling. Salalu mengalir dan tak berubah. Selalu mengalir dan tak berakhir.

( Abhati "Cahaya Suci" )


Bocah itu terdiam putus asa. Mencari ibunya begitu sulit dilakukan. Taman ini begitu luas. Mustahil jika ia bisa menemukannya seorang diri. Sore ini ia harusnya bersenang-senang tapi malah terpisah dari ibunya. Gadis kecil itu menatap ke sekeliling dan berhenti di koloni kupu-kupu yang berterbangan diantara bunga-bunga dihadapannya. Gadis kecil bermata onyx itu berjalan perlahan namun sekelompok kupu-kupu tersebut berterbangan menyadari kehadirannya.

"Kenapa terbang? Kupu-kupu benci ya, sama aku?"

"Bukan benci. Mereka tidak terbiasa bertemu orang asing."

Gadis itu menatap polos padaku. Sebenarnya dari tadi aku memerhatikannya tanpa ia sadari.

"Sini, aku bantu kamu cari Mama mu."

Ucapanku berhasil membuat gadis yang lebih muda empat tahun dariku itu mengikuti kemana saja aku menggandengnya. Ia tidak berusaha memberontak ketika lengannya dituntun menuju seorang ibu berambut soft pink dan bermata emerald yang tampak cemas.

"Mama!"

Pekik gadis itu, menangkap ibunya yang menoleh dan membalas pelukannya.

"Sarada, dari mana aja kamu? Mama khawatir sekali."

Gadis itu membelai wajah ibunya dengan lembut. Tangan kecil miliknya melingkar di leher ibunya seakan tak ingin terpisah. Entah karena tersadar atau ada sebab lain, bocah bernama Sarada itu menoleh padaku sembari memekik riang.

"Terima kasih, Malaikat!"

🍃

🍃

🍃

Abhati

🍃

🍃

🍃

20 Tahun Kemudian..

Kini gadis kecil itu sudah dewasa. Aku bisa melihatnya dari balik jendela apartemenku. Gadis yang begitu cantik dan ceria yang menjadikan taman itu sebagai tempat favoritnya. Selama ini aku belum pernah lagi bertatap muka dengannya. Aku tahu kadang dia mencariku tapi aku enggan bertemu dengannya karena satu hal yang mengganggu pikiranku. Tapi karena hari ini ia datang sendiri, aku memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyianku.

Ku tatap dia yang sedang mengejar kupu-kupu. Bermain dengan kelopak bunga sampai aku memalingkan pandang, ku kehilangan sosok cantik itu.

"Kau disini, Malaikat?"

Tanpa kusadari gadis itu sudah ada di belakangku. Dia berhasil membuatku terkejut. Ini sudah lama tapi ia bisa mengenaliku dengan mudah. Aku menjauh dari pohon tempatku bersandar dan mendekatinya dengan senyum.

"Kau Malaikatku, kan? Yang dulu membantuku mencari Mama ku, kan?"

"Tak kusangka kau mengingatku, nona."

"Namaku Sarada!"

Aku menyambut uluran tangannya. Menyentuh tangan itu mengingatkanku akan masa lalu. Jujur saja aku merindukan tangan yang pernah kurasakan kelembutannya sebelum ini.

SerenataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang