Chapter 23.

124 15 6
                                    


14 : 45, bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 5 menit lalu. Kelas Galuh pun sudah mulai sepi. Tapi, Irgi, Galuh, dan Reka masih di sana.

Sejak pelajaran terakhir berlangsung Galuh memaksakan dirinya agar tidak terlihat sakit, meski tangannya sudah bergetar ketika menulis. Irgi yang menyadari hal itu tak mau mengambil resiko, dengan cepat Irgi menggengam jemari Galuh saat anak itu menuruniannya ke bawah meja.

"Gue panggil Abang lo, ya?" suara Reka kembali menyadarkannya. Galuh menggeleng, sejak pelajaran berakhir dan menunggu kelas sepi Galuh baru berani bersandar pada Irgi. 

"Lo kalau mau pulang, duluan aja. Nanti gue bisa pulang bareng Irgi," ucap Galuh. Reka menghela napasnya kasar. Kemudian kembali duduk pada kursi yang ia tarik mendekat pada kursi temannya.

"Gue nggak masalah pulang terlambat. Asal lo bisa pulang dengan selamat sampai rumah, baru gue bisa pulang. Jam segini Bunda lo pasti udah nunggu di rumah. Nunggu Kakak lo lama, Luh. Kelas 12 pasti ada pelajaran tambahan."

"Kabarin Bang Fariz aja, gimana?" usul Irgi.

Belum sempat menjawab,  suara gebrak pintu membuat ketiganya menoleh. Di sana ada Genta, hela napas yang terlihat kepayahan membuat Galuh mengerutkan keningnya.

"Abang lo masih sibuk, dia minta gue buat anterin lo pulang.  Yuk, tadi Bunda lo udah nelpon juga ke Ibnu."

Galuh tidak menolak, ia sudah mengenal Genta sebelumnya, ia juga percaya pada Genta karena Genta dekat dengan Ibnu. Mendengar ucapan Genta, susah payah Galuh berdiri, tubuh lemasnya membuat ia seperti kehilangan pijak.

Genta pun menghampiri Galuh, dan mengambil alih anak itu agar mau di gendong olehnya. Genta sempat meringis,  saat melihat Galuh seperti melihat mayat berjalan, sangat pucat. 

"Bang Nu, lama, ya?" lirih suara Galuh membuat Genta semakin tak tega. Ia pun segera pergi dari sana. Sementara barang-barang Galuh di bawa oleh Irgi dan Reka.

Sepanjang jalan melewati koridor, sebisa mungkin Genta mengajak Galuh berbicara, rasanya sudah hampir 10 kali bebicara pada Galuh, setelah ia meninggalkan kelasnya.

"Mau makan dulu?"

"Pulang, aja."

"Badan lo panas, ke klinik?"

"Pulang, aja."

Genta mempercepat langkahnya agar bisa segera sampai di parkiran. Belum benar-benar sampai di parkiran, Genta sudah dibuat panik oleh Galuh yang tiba-tiba menyandarkan kepalanya begitu saja di punggung Genta. Membuat Genta sesekali menoleh.

"Gi, buruan buka pintu mobilnya." Titah Genta, ketika sudah sampai di depan mobilnya. Irgi mengangguk, setelahnya ia pun membukakan pintu belakang pada mobil Genta.  Genta pun segera memasukkan Galuh  ke dalam mobilnya, setelahnya di susul oleh Irgi yang duduk di sebelah Galuh, sementara Reka duduk di kursi penumpang bagian depan telat di sebelah Genta yang duduk di belakamg kemudi.

Padahal Galuh tidak melakukan banyak hal di sekolah, anak itu hanya bergurau biasa saja ketika di kelas, setelahnya pergi ke kantin dan duduk di lapangan basket.

Sepanjang jalan, Genta terus bertanya pada Reka dan Irgi. Cowok itu benar-benar  heran sementara dari sekian pertanyaan yang diajukannya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Bahkan, Genta sendiri masih tidak yakin kalau tumbangnya Galuh bukan hanya ia dimarahi oleh Bu Andin. Tepat saat di pertigaan gang   menuju rumah Ibnu, Genta menepikam mobilnya. Genta pun menoleh ke belakang sebelum ia benar-benar sampai di rumah Ibnu.

GALUH 2✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang