Dentum jarum jam berbunyi nyaring membuat ruangan seperti tak berpenghuni. Tidak ada yang yang aneh sebelumnya. Semua terlihat baik-baik saja. Semua terlihat biasa-biasa saja. Ada Galuh yang sedang duduk sambil menikmatinya camilan keripik pisang dalam pangkuannya, ada Ibnu yang sedang sibuk dengan tugas sekolahnya, sementara di sudut lain ada Fariz yang sibuk dengan laptop juga buku-bukunya.Semua terlihat biasa, sebelum suara Kamila membelah hening diantara ketiganya. Wanita itu datang dengan nampan berisi jus mangga dan alpukat di sana. Biasanya Galuh akan ngambek jika jus mangganya di ambil lebih dulu oleh Ibnu. Namun, kali ini berbeda. Anak itu sama sekali tidak menoleh atau hanya melirik Kamila yang berdiri di sisi sofa.
Galuh masih asik dengan siaran animasi favoritnya, sampai Kamila harus memanggilnya berulang kali.
Tapi tetap saja, anak itu tidak menyahut, sampai tangan besar Regi menyentuh kepalanya. Galuh mendongak menemukan Regi berdiri di sebelahnya, anak itu akan kesal jika tatanan rambutnya berantakan. Dia tidak suka jika orang lain mengacak rambutnya."Dipanggil Bunda lho, kamu diem aja. Serius banget sih." ucap Regi. Galuh menoleh ke arah wanita yang masih sibuk mengantarkan jus pada Fariz. Lalu kembali menatap Regi sambil bersandar pada sandaran sofa.
"Aku lagi serius, animasinya keren Pa. Baru dibeliin sama Bang Nu kemarin, bagus, kan?" sahut Galuh. Regi mengangguk, setelahnya tersenyum.
Regi tidak lupa ketika Galuh meminta sebuah DVD Animasi baru pada Fariz tempo hari. Bukannya dapat apa yang diinginkan, Galuh justru mendapat penolakan secara terang-terangan. Mau tidak mau, Ibnu yang turun tangan langsung, merayu Galuh sebisanya, sampai anak itu benar-benar kembali tak lagi ngambek.
Regi tahu betul sifat Fariz yang kelewat dingin dan tak peduli. Tapi Regi yakin, kalau anak sulungnya tidak pernah berniat untuk membenci. Dia hanya kesal karena keinginannya sejak dulu justru tidak terwujud.
Awalnya Regi mengira Fariz akan memperlakukan Galuh sama seperti dia memperlalukan Ibnu. Tak mau bicara atau tidur sekamar, layaknya saudara. Namun Regi salah mengira, seiring berjalannya waktu. Sifat dingin Fariz justru melunak ketika melihat Galuh. Walau pada akhirnya Ibnu dan Fariz akan tetap sama. Memiliki jarak yang cukup jauh untuk di raih.
"Papa boleh nanya sesuatu sama kamu?" tanya Regi tiba-tiba. Galuh mengangguk, tapi pandangannya tetap fokus pada siaran animasi.
"Boleh Pa, mau nanya apa?" balas Galuh.
Perlahan Regi meminta Galuh untuk sedikit bergeser agar dirinya bisa duduk di sebelah putra bungsunya. Tak ada yang bisa Regi lakukan selain menemani Galuh di hari liburnya. Melihat ketiga putranya yang sudah tumbuh besar, rasanya masij tak menyangka.
"Papa mau tanya, apa sih yang buat kamu diem terus dari tadi?"
"Aku bosen lihat perang dingin Bang Fariz sama Bang Nu. Cuma gara-gara hal kecil, Bang Fariz semarah itu sama Bang Nu. Aku nggak terima lah. Lagian, Bang Nu udah minta maaf Pa, tapi Bang Fariz malah mojokin Bang Nu. Apa aku salah?"
Regi tersenyum mendengar penjelasan Galuh. Jika boleh jujur, sejak kelahiran Ibnu sampai detik ini pun Fariz tak pernah suka pada Ibnu. Katanya Ibnu itu menyebalkan, cerewet dan terlalu berisik. Padahal jika tidak ada Ibnu, Fariz menanyakan adiknya.
"Jadi kamu belain Ibnu sekarang?"
"Bukan belain, tapi menengahi," sahut Galuh. Regi tertawa. Putra bungsunya selalu bisa mencari alasan, padahal kelakuannya tak jauh berbeda dengan Ibnu dan Fariz.
"Kalian berdua lagi ngomongin Bunda, ya?" sahut Kamila. Wanita yang baru saja menemani Fariz sebelum putra sulungnya menghabiskan jus alpukat miliknya. Baru-lah Kamila mendekati kedua pria gagah yang asik sendiri sambil ditemani siaran animasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALUH 2✓ (REVISI)
Teen FictionBukan Sekuel! Hanya sejarah sederhana tentang dia dan kisahnya. . . . Ibnu hanya perlu waktu untuk memberikan kekuatan pada dirinya sendiri. Bukan berarti dia melupakan satu dari ribuan mimpi yang dianggap adalah nyata. Bukan hanya itu, dia juga h...