Chapter 31

124 15 0
                                    

Tidak ada yang tahu ke mana Restu mengajaknya pagi itu, semua seperti permainan ular tangga, jika dadu di lempar tepat mendapat kepala ular, maka ia akan turun. Begitu juga dengan Restu yang mengajak Galuh untuk menutup mata sebelum akhirnya kejutan itu menjadi derai yang tak terduga.

Air matanya memang sudah membasahi pipi, tapi lengkung sabit di wajahnya membuat Restu menggeleng tak henti. Untuk melihat binar mata Galuh menurutnya sangatlah langka, biasanya hanya Ibnu yang akan melakukannya. Kini, Restu memulainya seorang diri, bahkan saat mereka turun pun Galuh sudah menggerutu karena tak kunjungbsampai.

"Ini sih bukan keren lagi, Bang Res. Tapi, super indah!"

"Lo tuh, ya, norak banget, kayak baru pertama ke sini aja," celetuk Restu yang tanpa sengaja keluar begitu saja membuat Galuh menunduk. Restu bisa melihat perubahan yang berbeda dari sebelumnya. Anak itu tampak sedih rasanya baru beberapa detik lalu Haluh tersenyum, lalu apa? Kini anak itu kembali memberengut dengan mata sendu.

"Iya, lo bener. Karena Bunda sama Papa suka nggak izinin gue keluar tanpa ditemani Bang Fariz atau Bang Nu." Restu bisa mengerti, Fariz juga sering menceritakan keadaan kedua adiknya, meski tidak begitu rinci, tapi Restu bisa merasakan kalau Fariz sebenarnya tak bisa jauh dari nereka berdua.

"Sekarang ada Restu, jadi nggak perlu sedih, nikmatin aja, selagi Fariz sama Ibnu nggak di rumah. Hari ini, apa yang lo mau gue turutin!"

Galuh pun mrnoleh, anak itu tampak mengulas senyum meski tipis tapi Restu masih bisa melihatnya.

"Tapi... kenapa lo tahu gue mau ke sini? Bang Ibnu?" tanya Galuh, Restu mengangguk, setelahnya merangkul Galuh kemudian menoel pipi yang sedikit gembil.

"Ya, gimana, ya? Semua Abang lo protektif, padahal biasa aja, tapi please, jangan diambil hati, gue sayang sama lo bukan karena, lo adiknya Fariz nggak sama sekali, jadi apa pun yang lo denger dari gue hari ini, kita bawa santai aja, oke?" tutur Restu, Galuh mengangguk, lagi pula sekali seumur hidup, baru kali Galuh merasa diperlakukan layaknya seorang manusia tanpa pengawasan atau obat-obatan yang meresahkan.

"Abang, kenapa mau temenan sama Bang Fariz?" tanya Galuh tiba-tiba. Anak itu tampak penasaran, sementara Restu terkekeh sebelum ia mengajak Galuh berjalan di jalan setapak yang di kedua sisinya di tumbuhi ilalang.

Restu benar-benar mengajak Galuh ke tempat di mana Ibnu belum menuntaskan janjinya kemarin. Galuh juga benar-benar menikmati udara pagi di padang ilalang bersama Restu. Bicara tentang Genta, cowok itu sudah pergi usai mengantarkan Restu dan Galuh. Bahkan ponselnya terus berdering, beberapa panggilan yang terlihat di sana bukan hanya dari Sky, tapi dari Luki, Iwan, dan Desga yang memintanya untuk datang atas perintah Ibnu.

"Bang!"

"Bentar dong, gue mikir dulu, kenapa gue mau temenan sama dia? Karena dia langka," sahut Restu, tiba-tiba Galuh menghentikan langkahnya hingga Restu pun itu berhenti lalu menatap Galuh heran.

Galuh tidak sedang bercanda, hanya saja rasa penasarannya ikut serta di dalamnya. Ia pun melangkah maju agar ia bisa berdiri di hadapan Restu, melihat Galuh yang begitu penasaran, Restu pun menghela napas pelan, kemudian memegang kedua bahu Galuh sampai si pemilik meliriknya sebentar, lalu kembali menatap Restu dengan sedikit mendongak.

"Ananda Haikal Galuh, adiknya Haikal Ananta Fariz dan Garuda Ibnu Haikal!"

"Terlalu lengkap!"

Lagi-lagi Restu terkekeh mendengar protes Galuh, bukan hanya Fariz dan Ibnu saja yang gemas dengan Galuh yang tukang ptotes, hampir semua orang yang dekat dengannya akan berkata hal yang sama, seperti Restu misalnya?

"Sori. Gue dekat sama Fariz bukan karena dia kaya, bukan karena dia ganteng, bukan juga karena dia pintar, nggak sama sekali, Luh. Gue berteman sama Fariz karena gue tahu Fariz itu baik, dia itu peduli, dia juga sayang sama keluarga, apalagi sama lo."

GALUH 2✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang