Bukan Sekuel! Hanya sejarah sederhana tentang dia dan kisahnya.
. . .
Ibnu hanya perlu waktu untuk memberikan kekuatan pada dirinya sendiri. Bukan berarti dia melupakan satu dari ribuan mimpi yang dianggap adalah nyata. Bukan hanya itu, dia juga h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Siapa sangka pingsannya Galuh membuat Ibnu terkena masalah. Bukan Kamila atau Regi yang memarahinya, tapi Fariz yang sudah lebih dulu angkat bicara setelah mendapat telepon dari Ibnu untuk menjemput keduanya sepulang sekolah.
Fariz tidak lagi berbicara tentang kasihan atau peduli. Dia berbicara tentang bagaimana Ibnu lalai menjaga adiknya. Padahal Ibnu sudah menjelaskan begitu rinci kegiatannya di sekolah, cowok itu bukan hanya menjaga Galuh, tapi juga mempersiapkan diri untuk penampilan eksul yang ditekuninya sebagai penutupan acara MOS.
Ibnu kesal, dia juga marah pada Fariz. Ibnu tahu sifat Fariz yang kelewat dingin padanya selalu membuatnya merasa tidak nyaman. Terlebih sekarang ada Galuh diantara mereka. Perhatian Fariz pada Galuh jauh lebih besar dari pada Ibnu. Ibnu tidak iri, tidak juga merasa terasingkan, justru Ibnu senang kalau ada Galuh dirinya sesekali bisa berinteraksi dengan Fariz. Selama ini, Ibnu merasa sendirian karena Fariz tidak suka diganggu. Dan sejak pulang sekolah Fariz terus berada di sisi Galuh. Lelaki itu sama sekali tidak berniat untuk pergi atau melakukan aktivitasnya sendiri.
Bahkan Ibnu masih ingat ketika Fariz menjemputnya, raut wajahnya berubah merah padam, tapi tidak mengatakan apapun. Lelaki itu tetap bungkam, dia hanya melirik Galuh sesekali lalu mengusap rambutnya begitu lembut.
"Fariz makan dulu, kamu belum makan apa-apa lho," Bunda datang dengan satu nampan berisi piring dan mangkuk sayur kesukaan Fariz juga segelas air putih dan jus mangga untuk Ibnu.
"Aku nggak laper, Bun," sahut Fariz. Lelaki itu sama sekali tidak memalingkan pandangannya dari Galuh. Padahal bundanya sudah meletakan nampan yang di bawanya di atas nakas dekat tempat tidur Galuh. Wanita itu beralih melihat Ibnu yang masih duduk di lantai sambil bersandar di tembok. Tatapannya tak juga lepas dari Galuh, ia merasa bersalah karena sempat meninggalkan Galuh sendirian saat di lapangan. Tepat ketika acara terakhir di mulai kembali.
"Anak Bunda pada kenapa sih? Adiknya lagi istirahat lho, kalian malah meratapinya," seru Kamila, wanita itu sudah berjongkok di sebelah Ibnu, lalu mengusap rambut Ibnu perlahan sampai cowok itu menoleh tanpa berkata.
"Kenapa?" tanya Kamila akhirnya, tiba-tiba Ibnu memeluk Kamila dari samping. Hampir saja Kamila terjengkang, untung saja ia bisa menahannya, tak lama Ibnu mulai bersuara dalam dekap Kamila Ibnu mengatakannya perlahan.
Sang Bunda tidak mau melewatkan moment paling jarang Ibnu lakuoan. Maka ia tidak menyia-nyiakannya. Kamila pun mengusap punggung kekar Ibnu sesekali ia memberi semangat, karena Kamila tidak ingin Ibnu dihantui rasa bersalah nantinya.
"Nu, tadi lagi rapat buat persiapan besok terakhir acara. Tiba-tiba temen Nu ngabarin, kalau Galuh pingsan dan langsung di bawa ke UKS. Di sana ada Irgi sama satu lagi nggak tahu siapa namanya, ada Iwan juga sama Luki." terang Ibnu, belum juga melanjutkan penjelasannya Fariz dengan entengnya memotong pembicaraan mereka, Kamila sendiri sempat tersentak, namun ia sebisa mungkin tidak memihak pada salah satu dari keduanya. Kamila masih tetap dalam posisi yang sama, memeluk Ibnu sampai cowok itu merasa lebih tenang.