Chapter 40

139 15 30
                                    

Siapa tahu suka sama mulmednya. Hitung-hitung inget kesalahan yang paling sempurna dari Fariz itu apa ekekek.  Selamat menikmati 😊😊⌛⌛⌛

J

auh  sebelum hari in, dulu ketika kaki pendek itu mulai melangkah perlahan, teriak antusias  dan tepuk tangan pun selalu menjadi penguat. Ketika ia terjatuh, ketika ia mengadu, dan ketika ia  menangis karena tak ada satu pun yang ingin dekat dengannya. Ia hanya mengenal dunianya hanya di dalam rumah, bercanda, tertawa, dan marah hanya di tempat yang ia jadikan tempat kembali ketika lelah menghampirinya.

Sama halnya seperti hari ini, ia  kembali ke rumah tapi dalam keadaan yang berbeda. Tak ada senyum yang terpancar di wajahnya, hanya sendu yang begitu nyata terlihat di sana.

"Galuh itu candu, ya, Bang? Dia kayak permen karet yang semula manis lama-lama nggak ada rasanya, tapi biar begitu wanginya tetep ada."

"Gue... Lo bener, setelah ini mungkin Galuh lebih bahagia  sama Papa dan Bunda di sana."

"Ya, lo lagian nurut aja apa kata dia, jadinya begini deh, kita jomlo  beneran."

Banyak hal yang ingin  Ibnu coba jelaskan pada Fariz, setelah hadirnya tak ada. Setelah tawanya tak ada,  bahkan setelah pesan terakhir ingin makan cokelat yang tertunda itu,  tepat di hari yang sama Fariz mengalami kecelakaan. Ia sempat koma selama sepekan. Bahkan setengah memorinya hilang akibat benturan dan beberapa faktor lain yang juga ikut serta menjadi penyebabnya.

Hanya sedikit yang Fariz ingat tentang bagaimana anak itu menggenggam jemarinya kuat lalu berpesan untuk membawa Ibnu kembali. Ibnu memang kembali, tapi tidak dengan rumahnya yang sampai kapanpun tak akan pernah bisa kembali. Baginya Galuh adalah rumah terbaik yang pernah ia singgahi selama hidupnya. Fariz memang pernah hampir mati, namun Galuh kembali menariknya lalu mengatakan padanya untuk tetap di sana, bersama senja walau terluka.

"Bang, hari ini gue belajar satu hal dari pantai. Ketika laut pasang ombak akan datang, ketika laut surut jangankan ombak yang pergi, tapi kapal pun nggak akan bisa berlayar kalau nggak ada angin. Kayak Galuh, ketika dia ada kita suka jail, tapi sekarang? Cuma bisa di rasain bau harumnya dari ingatan yang pernah ada."

"Yang jail lo doang!"

"Yah, lo juga tersangka utama kalau dia ngamuk."

Fariz terdiam saat Ibnu memprotes ucapannya. Ia memang rindu. Sangat rindu dengan kehadirannya.

"Nu, sosok Galuh buat lo itu apa sih?" Tiba-tiba Fariz bertanya. Dengan senang hati Ibnu akan menjawab. Ia pun mendongak ke arah langit di atas sana, warnanya mulai berubah oranye.

"Galuh itu senja. Kata Bunda setiap kali dia datang suasana rumah bakal ramai. Dia kayak choco chips yang dari pemanis di atas cookies  cokelat Bunda. Dia juga bisa jadi lo, atau gue dalam waktu bersamaan. Sifatnya yang unik yang buat gue gemes. Lo tahu apa yang buat dia bahagia selain cokelat?" Fariz mengerutkan keningnya menunggu penjelasan selanjutnya dari Ibnu.

"Dia suka banget gambar. Tapi nggak bisa gambar, dia  suka main basket tapi nggak jago masukin bola ke ring, dan yang paling sederhana adalah. Dia lebih suka kalau kita nggak ribut terus Bang."

Fariz menunduk mengingat kejadian masa lalu yang dingin bersama Ibnu dulu.

"Lo nggak akan tahu setiap malam dia cerita banyak ke gue cuma buat gibahin lo doang. Dia itu sayang banget sama lo bang, bahkan  dia suka nangis diam-diam di balik selimut kalau lo sama gue ribut. Lo nggak tahu itu, karena lo terlalu kaku buat buka hati lo sendiri. Lihat sekeliling lo masih ada gue yang peduli. Kalau lo nggak bisa berdiri sendiri,gue masih bisa jadi kaki lo, buat lo melangkah." Sekali lagi Fariz  dibuat bungkam oleh Ibnu hingga di detik berikutnya Fariz seperti tertarik dalam lamunan panjang yang terasa begitu nyata.

GALUH 2✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang