#23

265 27 5
                                    

My concern slowly become real, instead of helping you, nothing i can do.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Jisoo, apakah kamu bisa menemaniku pulang sekolah untuk belajar di perpustakaan hari ini? Aku butuh seseorang untuk mengajariku."

"Ingat janji kemarin kan?"

Jisoo benar-benar terkejut. Ditengah-tengah pelajaran sejarahnya, teman sebangkunya bukannya memperhatikan, malah mengajaknya untuk berbicara. Bukan pertama kalinya sih, hanya saja dirinya masih tidak terbiasa jika orang itu orang asing, seperti Joshua misalnya.

Jisoo menghalangi mulutnya dengan tangan kirinya agar tidak terlihat guru sejarah, "Baiklah, nanti siang setelah sekolah di perpustakaan." bisik Jisoo kemudian tersenyum.

Joshua membalas senyum Jisoo, kemudian tatapannya berbalik pada halaman buku yang terdapat ribuan huruf disana. Joshua menghela nafas panjang sambil menyenderkan punggung lebarnya dikursi. Ia sendiri tak bisa membayangkan betapa melelahkannya belajar semua hal tidak berguna ini. Ia juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah ujian nanti dia bisa mendapatkan hasil yang cukup? Membayangkannya saja sudah benar-benar membuat tubuhnya mendadak merinding, apalagi ujian nanti?

"Rasanya aneh disaat aku harus memanggil namaku sendiri." ucap Joshua dengan kekehan kecil.

Tangan Jisoo yang awalnya sedang bergerak lihai bersama pensil di atas buku terhenti karena ucapan Joshua. Pupilnya perlahan menatap rekan duduknya yang tengah menatap dirinya. Joshua tersenyum, sembari memposisikan dagunya diatas telapak tangannya, sementara sikutnya bertumpu pada meja.

"Haruskah aku membuat nama panggilan khusus?" tanya Jisoo. Jisoo berpikir demikian karena biasanya perihal teman sebangku akan diubah setiap semester baru, atau dengan kata lain, akan diubah hanya dua kali saja.

"Aku tidak keberatan, bahkan mungkin sedikit membantuku? Aku cukup tidak nyaman saat aku harus memanggil namaku sendiri."

Matanya menatap kearah langit-langit kelas. "Kenapa nama kita harus sama? Apakah artinya kita berjodoh?" tanya Joshua asal dengan kekehan khasnya.

Jisoo sedikit terkejut—terkejut dalam artian yang berbeda—saat mendengar kalimat terakhir. Logika macam apa itu? Menurut Jisoo tak masuk akal jika Joshua berkata serius, namun itu bisa diterima sebagai candaan. Mungkin Joshua hanya bercanda, untuk apa dianggap serius?

"Mungkin..? Tentang nama panggilan menurutku itu terserah kau, aku tidak keberatan dengan nama apapun."

"Oh benarkah? Kalau begitu—"

"Yang dibelakang mohon perhatiannya!" seru Guru Seo yang sedang mengajar Kimia. Keduanya tersentak, sehingga Joshua menundukkan kepala Jisoo dengan tangan kirinya bersamaan dengan kepalanya.

Bukannya merendah, justru dagu Jisoo mencium meja dan terantuk dengan suara yang cukup keras untuk menggema di seluruh kelas.

"Ah!" seru Jisoo kesakitan. Mata Joshua membulat ketika ia melihat dagu Jisoo yang mulai berdarah.

Sial aku lupa karena kaget tadi.

Dan sialnya lagi kenapa harus sampai berdarah?!

"Jisoo, kau tak apa-apa?!" Jennie panik dan segera menghampiri Jisoo.

Tatapan tajam Jennie beralih pada Joshua, "Ya! Apa yang kau–"

Tanpa menunggu lama, Joshua segera menggendong Jisoo keluar dari kelas. Tanpa berbicara sepatah kata, pria itu segera berlari ke arah ruang kesehatan. Jisoo masih meringis kesakitan, bisa dipastikan bahwa gusinya kini berdarah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He Is A Vampire | Kim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang