Asmaraloka.

309 44 1
                                    

CHENJI LOKAL AU

️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
.

.

.

.

️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️️️ ️️

Pertemuan pertama mereka kala itu pada sebuah perlombaan. Chenle pada bidang menyanyi dan Jisung pada bidang menari. 'Tak ada yang menarik pada pertejumpaan awal mereka. Hanya saling melirik melalui ekor mata masing-masing kala berada dalam ruangan yang sama. Selepas itu semua kembali pada dunia masing-masing.

Tahun demi tahun dilalui Chenle seorang, usianya kini telah memasuki angka sembilan belas tahun dan telah mengenyam bangku pendidikan di salah satu universitas ternama yang ada di kota pelajar; Yogyakarta.

Sebenarnya Chenle sempat dilarang oleh Bunda untuk kuliah di luar kota, kendati anak dengan perangai kepala batu ini, jika sekali dilarang, bukannya menuruti malah ia langgar dengan kobaran semangat yang membara.

Chenle 'tak tahu jika Yogyakarta akan kembali membawanya pada satu memori yang masih melekat dalam dalam isi kepalanya. Pemuda yang ditemuinya beberapa tahun silam, ternyata kini ada dalam pandangan. Bahkan satu fakultas. 

Tapi Chenle bukan si pemberani layaknya para manusia di luar sana yang dengan mudah mendekati sosok yang disebut crush secara gamblang. Begini-begini ia paham, hubungan sesama seperti mereka akan ditentang keras di mata masyarakat.

Sampai pada akhirnya, tak sengaja mereka berada dalam satu kelas yang sama. Awalnya, Chenle bersemangat bahwa Jisung akan mengingatnya. Namun, kala beberapa kali kedua manik kembar mereka bersua, Jisung hanya menampakkan raut wajah kosong. Seakan memang perjumpaan beberapa tahun silam hanya sebatas singgahan dan lekas dilenyapkan.

Semua berjalan sama. Chenle yang awalnya hendak mendekati Jisung pun nampak ragu. Omong-omong bagaimana bisa Chenle tahu bahwa itu Jisung, si anak kecil yang juga sama dengannya dulu saat mengitu perlombaan?

Chenle ini memiliki daya ingat yang panjang. Terlebih, mata minimalis milik Jisung tetap sama. Mana mungkin Chenle lupa untuk satu hal itu.

Sayang seribu sayang, empat semester dilaluinya dengan penuh asa yang penuh kekosongan. Jisung memang sepertinya tak ingat siapa Chenle ini, walau mereka beberapa kali kerap berada dalam satu kelompok yang sama saat mengerjakan tugas. Hingga saat semester lima telah ditempatinya, bak keajaiban, kala pagi itu Chenle terkejut hingga rahangnya nampak jatuh menyentuh tanah.

"Le, nanti mau pulang bareng 'nggak? Makan sekalian."

Itu Jisung. Jisung yang dengan sekonyong-konyong menghampiri Chenle saat Chenle sedang menikmati roti yang sedang disantapnya. Beruntung ia tak tersedak saat itu juga. Bisa hancur harga dirinya.

Sejujurnya, kala momen itu berlangsung, Chenle sempat skeptis seorang diri. Jisung yang tiba-tiba menghampirinya sukses membuat dunia nya jungkir balik tak tertahan. Bahkan hingga kelas berlangsung pun Chenle dibuat tak fokus dan terus memikirkan perkataan Jisung. Pikirnya, mungkin Jisung sedang bermain Truth or Dare bersama temannya. Dan dia mendapatkan Dare.

Ugh, tapi kalau dipikirkan dan semisal memang iya terjadi. Apa tidak miris? Semacam, kenapa kisah cintanya tidak sama seperti remaja kebanyakan? Yang mulus layaknya jalan tol, bukan seperti dirinya yang dipenuhi tanjakan dan turunan, juga kerikil yang tak pernah absen.

Rupanya itu semua pemikiran sempit semata, sebab Jisung menepati Janjinya. Ia mengajak Chenle untuk pulang bersama, dengan mampir untuk makan dahulu. Setelah itu Jisung membonceng Chenle mengantarnya sampai rumah.

Lagi-lagi, saat ia baru tiba, Jisung melontarkan pertanyaan kali ini sukses membuat jantungnya serasa berhenti berdetak.

"Le, kamu itu dulu yang ikut lomba nyanyi dan satu ruangan sama aku bukan? Dulu kamu pakai kacamata?"

IYA, JISUNG. IYA. INI AKU. 

Dalam sanubarinya Chenle telah meraung untuk mengiyakan pertanyaan Jisung. Namun lagi-lagi, otak dan mulutnya tak mau diajak bekerja sama. Payah memang.

"I-iya, itu aku. Kamu inget?" Kenapa jadi terbata-bata? Jangan bilang wajahnya kini memerah? Duh, kalau iya. Setelah ini Chenle mau tenggelam di rawa-rawa saja. Malu, lur.

"Kenapa nggak pernah sapa aku? Berarti selama ini kamu inget aku?" Jisung kembali menyerang dengan beberapa pertanyaan.

"Iya, inget. Aku ... malu. Kamu kayaknya nggak inget. Lagian waktu itu kita nggak ada sapa. Cuma lirik-lirikkan aja."

"Jangan malu, makin lucu soalnya kamu."

Hah? Jisung baru saja bilang apa? 

Konversasi dua anak Adam dan Hawa itu harus terputus kala Jisung mulai merasakan rintik hujan mengenai punggung tangannya. Hujan tidak asik, padahal Chenle sedang merasakan bunga-bunga yang berhamburan di dalam dirinya. Tapi harus dihentikan dengan paksa oleh hujan. Ini hujan iri atau bagaimana? Atau sudah saatnya untuk bersendu ria bagi kalangan pecinta hujan dan segala kenangannya?

"Ya sudah. Aku pulang dulu ya? Besok berangkat ya? Masuk jam setengah 10 'kan, kamu? Nanti aku jemput jam delapan. Dadah, Lele!"

Belum sempat Chenle memberi balasan Jisung telah hilang begitu saja dengan motornya yang Chenle yakini pasti dalam kecepatan yang tinggi. Omong-omong, ia jadi memikirkan sesuatu. Dari mana Jisung tahu besok ia masuk jam 10?
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️

.

.

.

️️ ️️
️️ ️️

end.

️ ️️
️️ ️️
.

.

.

.
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️

Hai! Akhirnya aku kembali mengisi potongan kisah bayi-bayi tersayang. Singkat, sih, memang yang ini. Tapi aku sendiri selama nulis juga sembari bayangin chenji, alias kangen banget! T__T and congratulation for my baby yang sudah memasuki usia dewasa!

Jangan lupa ditonton Rooftop Fight nya, ya! Hshahssddh aku nggak sabar banget.

Aku sebenarnya, ada hutang di book lain. Tapi keburu ide hilang, jadi aku tulis yang ini dulu, hehe.

️️ ️️
️️ ️️
️️ ️️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KITA - [ CHENJI/JICHEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang