Malam ini langit terlihat cerah, bintang bertaburan dan rembulan melengkapi keindahan malam ini, angin sepoi-sepoi membuat udara sejuk menenangkan. Dan malam itu nampak dua orang gadis sedang menikmati malam mereka di rooftop rumah yang mereka tinggali.
"Uuhg, sungguh syahdu malam ini, Shana."
Gadis yang bernama Shana menoleh pada seonggok manusia yang duduk tak jauh darinya hanya sebuah meja kecil yang menjadi pemisah diantara keduanya.
"Syahdu, tapi jomblo," balas Shana.
"Heh, ngaca ya situ emang enggak?"
"Aku gak jomblo Savira, cuman aku ditinggal pergi sementara."
"Heleh, gak ada kabar pun."
Shana manyun, memang benar perkataan Savira, dia benar jomblo tapi bisa juga tidak.
Shana dan Savira, bersahabat baik sejak mereka SMP hingga sekarang mereka sudah bekerja, Savira membantu Shana mengurus usaha cafe, resto dan juga ada beberapa cabang warung bakso, saking hobinya mereka makan bakso akhirnya Shana memutuskan untuk membuka warung bakso yang ternyata mendapat sambutan positif dari pecinta kuliner.
"Eh Sav, aku lupa bilang, Kak Rolland kemarin tunangan sama pacarnya yang kuliah di Jerman itu."
"Lah, pupus sudah harapan aing, eh Shan, tapi kok ente gak ikut ke Jerman?"
"Kalau aing ikut ke Jerman terus yang bantu ente buka cabang warung bakso siapa?"
"Oh iya juga, kalau saja kamu ikut, kamu bisa sekalian nyari Hera."
"Udahlah, jangan sebut nama dia lagi."
"Heleh, jangan sebut, jangan sebut, move on aja enggak."
"Sialan ya mulut ente, dah lah aku mau ke kamar."
Savira hanya tertawa, dia sering merasa ngenes bila ingat statusnya yang jomblo, tapi dia lebih ngenes lagi melihat percintaan sahabatnya yang tidak ada kejelasan, ditinggal kuliah di luar negeri, pamit emang, tapi gak diberi kabar, dan menyedihkan lagi sahabatnya mau nunggu sang pujaan hatinya yang entah ingat apa tidak jika masih ada Shana di dunia ini.
Shana pacaran dengan Hera waktu masih kelas dua SMK, pacaran yang diawali dengan kebiasaan, kalau kata orang jawa itu "witing tresno jalarane soko kulino" membuat mereka akhirnya memutuskan untuk meresmikan hubungan keduanya, setelah saling jujur tentang perasaan yang mereka miliki. Savira tidak masalah dengan hal itu, mau Shana pacaran sama laki, perempuan, bahkan banci atau homo sekalipun tidak akan membuat Savira menjauhi Shana, karena itulah kualitas seorang sahabat yang sebenarnya, menerima apapun keadaan sahabatnya.
Di tahun-tahun dimana Shana down, mulai dari perusahaan Ayahnya yang bangkrut lalu meninggal dunia, belum move on dari Ayahnya, sebulan kemudian Ibunya meninggal,hanya Savira lah yang selalu menemani Shana. Savira sendiri sudah tidak mempunyai orang tua sejak kecil dan di besarkan di panti asuhan.
Savira banyak berhutang budi pada keluarga Shana yang telah membantunya membiayai pendidikannya, dari situlah Savira memutuskan akan selalu membantu Shana semampu dia bisa, hingga kini akhirnya mereka bisa hidup dengan nyaman walau dimulai dengan kesusahan dan kepedihan.
Savira yang mengingat kembali bagaimana dia bertemu dengan Shana, lalu berteman dan di kenalkan pada keluarganya, di biayai kehidupannya, di beri pakaian yang bagus dan tempat tidur yang nyaman, hingga saat-saat menyedihkan kehilangan mereka, tidak ada yang membantu mereka kecuali keluarga Rolland dimana Ibu dari Rolland adalah adik dari Ibunya Shana, hanya beliau yang mau mengulurkan tangan untuk membantu Shana disaat saudara yang lain pergi menjauh seolah tidak mengenali keluarga yang sedang tertimpa musibah, dan dengan sisa uang dari penjualan seluruh aset untuk membayar gaji karyawan serta hutang di bank, Shana memutuskan mandiri tidak mau merepotkan siapapun meski keluarga Rolland dengan senang hati membantu tapi Shana tidak mau bergantung pada mereka.
Dia membeli sebuah bangunan beserta tanahnya lalu disulap menjadi cafe kecil-kecilan saat itu, kuliah sambil bekerja membuat mereka kelelahan namun tak membuat mereka mundur justru semakin lebih maju lagi, hingga akhirnya cafe yang di buka Shana menjadi lebih besar dan membuka beberapa cabang, setelah modal terkumpul dia mulai merintis usaha di bidang resto, walau awalnya sangat susah usaha di bidang ini tapi mereka tidak menyerah dan terus berusaha, hingga sekarang bisa membuka beberapa cabang di beberapa kota sebagai bentuk keberhasilan usaha yang mereka jalankan, dan terakhir karena kecintaan mereka terhadap makanan berjenis bakso, Shana mendirikan warung bakso yang lumayan sukses.
Dengan segala hal yang sudah dicapai akhirnya mereka bisa membeli rumah sendiri yang awalnya masih menumpang dirumah keluarga Rolland,bisa membeli kendaraan sendiri juga sebuah bangunan yang di gunakan sebagai kantor.
Savira menitikan air mata harunya, mengingat perjuangan mereka dari nol hingga sesukses sekarang ini. Saat sedang melow menikmati ke-haru-annya tiba-tiba saja tubuhnya basah oleh guyuran air, segera dia bangkit dari tiduran dan melihat kearah belakang ada Shana yang sudah memegang gayung ditangan dan sedang cengengesan karena ulahnya berhasih.
"Heh, nenek gayung, ngana kira awak ni tanaman pake disiram air, hah!" sewot Savira.
"Makanya jadi orang jangan budhek, di panggil sampai tenggorokan sakit gak nyahut."
"Awas kau ya!"
Savira bersiap untuk berlari mengejar Shana yang sudah lari duluan masuk ke dalam rumah.
*****
"Lu gak ke kantor hari ini Shan?" tanya Savira sambil menjejalkan sandwich kedalam mulutnya.
"Lu aja ya, aku rada gak enak badan, pengen tidur."
"Makanya kalau di suruh tidur ya tidur, malah marathon nonton hello baby-nya SNSD."
"Lagi kangen mereka Sav."
Perlu kalian ketahui si Shana itu Sone garis keras pada jamannya, hanya kesibukan yang bisa menghentikan nonton video tentang SNSD itu, dulu dia sampai nangis berhari-hari hanya karena salah satu membernya Jessica Jung keluar dari grub. Sampai-sampai Savira dan kedua orang tua Shana bingung menenangkannya.
(Kalau ada yang gak tau SNSD search google aja ya gaes, kalau yang nangis berhari-hari itu pengalaman pribadi authornya🙄)"Jadi gak kangen Hera ni, kangen SNSD?"
"Ya kalau itu jangan di tanya, pasti kangen Hera."
"Move on gih sana, tuh di kantor, di cafe, di resto sama di warung ada banyak ciwi-ciwi cakep."
"Belum bisa Sav."
Wajah Shana terlihat memelas, membuat Savira menghembuskan nafas beratnya tidak tega.
"Dah lah, kau ini kalau kurang tidur makin jelek wajah dan otakmu."
"Jahat banget."
"Bodo amat, aku berangkat."
"Laporannya kirim e-mail aja."
Shana meninggalkan meja makan begitu saja tanpa menghabiskan makanan dan membereskan tempat makannya, karena dia sedang malas, lagian nanti pasti ada orang yang akan membereskan rumahnya, karena hari ini jadwal orang yang akan membersihkan rumahnya datang.
Di dalam kamarnya, Shana rebahan sambil memainkan ponsel lamanya yang masih tersimpan foto saat-saat dia masih sekolah, disana juga ada foto kebersamaannya dengan Hera, gadis yang sudah mencuri hatinya hingga tidak bersisa.
"Kamu sudah lupa sama aku ya?" ucapnya pada foto Hera yang ada di ponselnya.
"Jahat banget ya kamu, udah bawa hatiku pergi, tanpa kamu kembalikan, lalu bagaimana aku bisa menemukan hatiku, jika kamu tidak memberiku petunjuk, tidak memberiku akses agar aku bisa menemukan hatiku."
"Kamu tidak tahu, jika sampai saat ini aku masih menunggumu."
Setelahnya Shana, memeluk ponsel lamanya dan tertidur.
*****
Pemanasan ya gaes.
🙄🙄
