"Jihoon, apa Yoongi ada didalam?" ucap Namjoon tiba-tiba
Maka Jihoon akan berdiri dan menunduk dengan sopan "Sir Yoongi ada di dalam, Sir Namjoon." Namjoon yang mendengar itu mengangguk dengan mata yang masih setia pada kumpulan berkas yang di bawa nya "Baik, terimakasih" ucap Namjoon seraya mendorong pintu kayu itu dengan lengan
"Yoon" panggil yang lebih muda pada ruangan di depan nya mendengar tak ada jawaban, namjoon mendongak dan disambut dengan ruangan kosong, beralih membuka ponsel lipatnya lalu menekan nama sang direktur pada tabel panggilan. Di rasa sia-sia karena dirinya melihat ponsel yoongi tergeletak di meja seakan tidak peduli oleh sekitar, ponsel itu juga juga menggunakan airplane mode.
"Yoon"
panggil sekali lagi dan akhirnya mendapat sautan suara benturan dibelakang perpustakaan yang memiliki ruang rahasia itu. Jangan salah, di sebalik rak-rak yang di penuhi buku ini terdapat ruangan rahasia yang Yoongi design sendiri, ia terlampaui tidak suka di ganggu jadi membuat ruang rahasia di dalam rak perpustakaan itu—yang hanya dapat di jangkau oleh dirinya sendiri dan Namjoon.
Sedangkan yang di panggil acuh mengambil buku berada di paling atas, mungkin suara benturan tadi suara buku yang tak sengaja di senggol si pangsit rebus.
Namjoon duduk di sofa hitam dengan berbagai berkas di tangan nya memerlukan tanda tangan Yoongi—sedangkan empunya masih duduk di tangga paling atas sambil membaca buku yang sangat tebal, setebal dosa.
"Kau tidak ingin turun dan menandatangi ini hyung?" celetuk Namjoon yang masih mebolak-balikkan berkas; mencari yang mana saja harus ditanda tangani oleh hyung albinonya itu "Tidak, jika bisa" kekeh kaku pria yang ada di bawah.
"Sayangnya tidak bisa. Jangan bertele-tele hyung, turunlah lalu tanda tangani ini. Aku masih ada pekerjaan yang kau tinggalkan semalam" ketus Namjoon yang mulai disibuk kan oleh ipad di tangan satunya. Yoongi hanya membalas dengan deheman malas lalu bergerak turun menuju ke arah Namjoon.
"Bukan nya dua hari lagi ada pendataan perusahaan yang menempati lima besar? Hwasa yang mengatakan nya" Yoongi yang sedang mencoret-coret berkas dengan tanda tangan nya mengenyrit bingung
"Berdoalah mulai sekarang agar perusahaan kita masuk lima besar dan tidak stuck di sepuluh besar." Lanjut Namjoon
"Bukankah menuju satu langkah lagi untuk menuju lima besar? Perusahaan kita sudah berada di nomor enam." Namjoon mulai bertanya dengan nada yang sedikit bangga lalu di sahuti gelengan santai oleh Yoongi"Butuh dua langkah untuk menuju nomor empat. Aku tidak ingin menempati nomor lima. Itu seperti sama saja dengan nomor enam" Menggeleng lelah. Mendapat nomor 5 saja sudah bagus tapi sekarang malah maruk.
"..dan jika berada di nomor itu harus terlalu menjaga perusahaan agar tidak di salip, oh—aku membenci bekerja ekstra"
"Terserah, tapi bagaimana jika kita menempati nomor tiga atau dua?"
"Ya seperti itu"
Namjoon sedikit memijit pelipis nya pantas saja hyung nya sekarang masih lajang, tidak peka sih. "Tidak ada perayaan?" Yoongi terdiam
"Seperti perusahaan lain, merayakan di hotel atau restorant. Tidak?"
"Untuk apa? Itu sama saja membuang-buang uang" tepat kalimat itu di katakan Namjoon menggeleng lelah, astaga manusia ini. "Ya. Aku pergi dulu, selamat pagi" Yoongi hanya bedehem lagi sebagai jawaban. Ia terdiam lalu melanjutkan membaca buku namun fokus nya terbagi dengan pernyataan sang wakil direktur itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooftop
Любовные романы"Maaf Sir Yoongi, saya benar benar tidak sengaja" pemuda manis itu menunduk tiga puluh derajat, meringis pelan saat melihat hoodie putih tulang itu berisi noda merah fanta yang mencolok "Ikut aku" ---------------- "So?" Yoongi masih tetap dengan w...