RENJANA 22

199 22 4
                                    

[CHAPTER 22 - SEBUAH MISI]

Happy Reading

Langkah Kirana melambat dia mengusap air mata yang terus menetes, nafasnya terengah-engah, terus menahan rasa sakit di dadanya. Dia berpikir tidak mungkin ada yang mau membelanya lagi, tidak ada yang mau mempercayainya lagi. Langkahnya terhenti, dia sampai pada bangunan belakang sekolah, tepatnya di depan gudang sekolah.

Sebuah tangan keluar dari pintu gudang, dengan tiba-tiba menarik tangan Kirana untuk memasuki gudang. Dengan sekali dorongan tubuh Kirana mendarat pada tumpukan kursi-kursi bekas. Mulutnya meringis merasakan sakit yang teramat, seperti tulang punggungnya remuk seketika.

Dengan pandangan samar-samar Kirana melihat seorang di depanya yang menggunakan jaket hitam, topi, dan masker. Sehingga tak begitu jelas rupa seorang itu. Kirana berusaha bangkit tapi tangan seorang itu lebih dulu mencengkram lehernya.

"Kenapa lo gagalin rencana gua?!"

"Tinggal selangkah?! Tinggal selangkah lagi lo keluar dari sekolah ini, tapi kenapa?! Kenapa lo hancurin itu Kirana?!"

"Gua ga..gak takut sama lo?!" kata Kirana sesekali merintih, matanya menatap kedua mata yang memerah itu. Dia pernah melihat bentuk mata itu.

"Lo gak bisa terus sekolah disini?! Lo harus pergi?!"

Kirana tertegun, suara laki-laki ini sangat familier di telinganya tapi dia tidak bisa mengingat pemilik suara ini. Entah kenapa seorang di depanya ini seolah memberi peringatan untuk dirinya.

"Percaya sama gua, lo harus pergi," kata seorang itu merangkul Kirana, menuntun kepala gadisnya yang sangat ia rindukan itu ke pelukanya.

Kirana tidak tahu kenapa tiba-tiba seorang di depannya bersikap seperti ini padanya.

Setelah pelukan itu terlepas, tangan Kirana berusaha menarik masker laki-laki di hadapanya itu, tapi belum sampai menyentuhnya, tanganya lebih dulu di tahan oleh laki-laki itu.

Seorang itu melayangkan sekali pukulan di belakang leher Kirana. Sebelum Kirana jatuh tak sadarkan diri, indra penciumanya menangkap bau parfum yang sangat dia kenal, dan dia tidak ingin memepercayai seorang yang kini ia pikirkan. Sebelum pergi laki-laki itu mencium puncak kepala Kirana,
"Maaf," ucap laki-laki itu pelan.

Dia segera keluar tanpa tahu ada luka terbuka di lengan Kirana.

Farhan berdiri dari tempat persembunyianya, di bawah meja yang sudah rusak.
Dia sudah menahan nafasnya dari tadi, padahal niat awalnya dia bolos pelajaran dan merokok di gudang agar tak ketahuan guru. Tapi secara tak sengaja dia melihat kejadian brutal barusan. Sekarang dia melihat gadis yang dia kenal, tidak sadarkan diri dan bersandar pada tumpukan kursi. Pandanganya turun kebawah pada luka Kirana. Tak sempat menolong gadis di depan matanya, dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat, dia buru-buru melompat keluar jendela.

Baskara membuka pintu gudang. Melihat luka di tangan Kirana, membuat Baskara berpikiran buruk, mengenai depresi
dan self-harm yang di derita Kirana. Baskara melepas kain biru yang terikat di tanganya, membungkus luka Kirana dengan kain miliknya, keringat membasahi wajahnya, dia sangat takut Kirana melakukan percobaan bunuh diri dengan menggores nadinya. Baskara mengangkat tubuh Kirana.

"SAVE KIRANA," teriak semua siswa yang memenuhi lapangan sekolah.

"KIRANA CUKUP DI BERI HUKUMAN, TIDAK UNTUK DI KELUARKAN?!" teriak Anjay berdiri diatas meja yang sudah di siapkan di tengah-tengah lapangan.

"KEADILAN UNTUK KIRANA?!"

Semua teriakan itu terhenti ketika melihat Baskara yang menggendong tubuh Kirana melewati lapangan. Semuanya heran, apalagi dengan penampakan tangan Kirana yang menjuntai kebawah dengan kain biru yang sudah berwarna merah karena rembesan darah Kirana. Semua tentu khawatir dan sudah berpikiran macam-macam. Melody menutup mulutnya tak percaya melihat putrinya tak sadarkan diri, matanya perlahan menutup dan tubuhnya limbung. Beberapa guru mengerubunginya lalu Pak Anto mengangkatnya ke ruang UKS.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang