Twenty two

623 144 10
                                    

Benar saja apa yang kamu fikirkan tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benar saja apa yang kamu fikirkan tadi. Akhirnya esa yang mengurusmu, bahkan laki-laki itu mengantarmu pulang sampai di rumah dengan selamat.

"Jangan telat makan lagi terus jaga kesehatan"

Kamu yang tengah membuka selbeat menoleh ke arah esa yang berada di balik kemudi. "Iya. Btw, makasih banyak sa"

"Sama-sama. Dah sana istirahat"

Setelah itu kamu turun dan menatap kepergian mobil esa yang meninggalkan perkarangan rumahmu. Kamu berbalik dan menangkap sebuah mobil hitam yang sangat asing untukmu. Dengan ragu-ragu kamu berjalan kearah pintu masuk.

"Mau sampai kapan bu ngandelin arin terus?"

"Bang, kamu tuh belain arin terus. Sekali-kali gitu kamu perhatiin iris. Kasian tau bang dia tuh lagi sakit"

Kamu terdiam di depan pintu mendengar suara-suara yang terdengar dari ruang tamu.

"Buat apa bun? Iris tuh udah ada ayah, bunda, sama chan. Jadi wajar kalo abang lebih sayang sama arin yang dari kecil ga pernah kalian anggap"

"Alah Arin tuh sehat. Ga perlu lah di perhatiin. Udah gede juga"

"Terserah bunda deh. Pokoknya keputusan abang bawa arin ke jepang"

"Gaboleh. Bunda gamau arin dibawa". Terdengar bantahan dari bundamu membuat kamu menggigit bibir. Menunggu ucapan selanjutnya yang akan terlontar dari orang-orang yang tengah berdebat di dalam sana.

"Kenapa? Bukannya selama ini bunda ga pernah peduli sama arin"

"Nanti yang bantuin bunda siapa? Ga mungkin bunda nyuruh iris. Satu-satunya yang bisa bunda suruh-suruh ya arin, terus juga nanti yang ngerjain tugas iris siapa kalo arin disana"

Terdengar gebrakan kencang membuat kamu terkejut. "Bunda tuh keterlaluan tau. Anak bunda bukan iris doang. Jangan apa-apa iris, apa-apa iris. Tau gitu dari dulu aja abang bawa arin pergi"

"Bang, kamu tuh kenapa sih egois banget maunya mentingin arin terus"

Kamu yang sudah menitikan air mata memilih langsung masuk membuat semua orang di ruang tamu menoleh. Ada kak jenan, seorang perempuan asing, bundamu, dan ayahmu.

"Bunda, arin mau ikut sama kak jenan"

Semua orang menoleh kearahmu dengan ekspresi terkejut. "Masuk ke kamar kamu sana". Ucap bunda dengan intonasi yang cukup keras.

"Gamau. Arin mau sama kak jenan, satu-satunya orang yang sayang sama arin"

"Arin!"

"Bunda kenapa sih kayanya benci banget sama arin? Aku udah nurutin mau bunda kok. Harus masuk negeri, harus dapet nilai bagus, harus ngerjain tugas iris, bantuin bunda apapun, dan gaboleh ngebantah apa mau bunda. Kenapa aku ga pernah dianggap sih bun"

Bundamu menoleh kearah lain saat melihatmu mulai menangis.

"Diem rin"

"Bun, aku sama iris tuh kembar. Harusnya bunda adil sama kita berdua. Kenapa selama bertahun-tahun hidup di rumah ini arin kaya serasa anak angkat bunda"

"Arin". Kamu menoleh kearah ayahmu yang sedari tadi diam.

"Ayah juga. Rasanya arin kaya gapunya ayah atau bunda di rumah ini. Arin kaya orang asing disini"

Kamu merasakan sebuah tangan yang mengusap pundakmu membuat kamu menoleh. Kak jenan mengusap kedua pundakmu dengan lembut, menandakan bahwa laki-laki itu mendukungmu untuk bersuara.

"Pokoknya bunda ga terima kalo kamu ikut abang"

"Alasannya apa bun? Kenapa bunda ngelarang arin padahal selama ini bunda aja ga pernah peduli sama arin"

"Intinya kamu gausah ikut abang pergi"

"Arin mau ikut-"

"Kalo kamu mau pergi, donorin ginjal kamu dulu ke arin"

Mendengar ucapan bundamu membuat kamu terdiam membeku. Kamu terkejut dengan permintaan bundamu itu.

"Bunda jangan keterlaluan". Bang jenan memperingati wanita tersebut yang mulai meneteskan air mata.

"Emang kenapa? Pokoknya bunda mau iris sembuh dan satu-satunya cara ya arin donorin ginjal ke iris"

"Terus bunda mau yang satu sehat dan yang satu sakit"

"Demi iris"

Setelah itu kamu memilih beranjak keluar yang tentu diikuti kak jenan serta wanita asing yang sedari tadi hanya menonton semua yang terjadi.

"Dek, ikut kaka ya?"

Kamu mengangguk pelan. Akhirnya kamu dibawa jenan kearah mobil dan mulai meninggalkan rumah yang bagai neraka untukmu selama ini.

 Akhirnya kamu dibawa jenan kearah mobil dan mulai meninggalkan rumah yang bagai neraka untukmu selama ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rasanya aku produktif banget nulis beberapa hari ini karena kerjaan ku lagi ga numpuk terus juga kuliah lagi libur.

Aku pengen buru-buru selesain book ini biar nanti bisa nulis yang book pojok rindunya lebih santai.

PELIK • LEE FELIX √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang