One

1.7K 175 1
                                    

Kamu menatap langit yang mulai beranjak gelap dengan lesu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu menatap langit yang mulai beranjak gelap dengan lesu. Tubuh yang terasa lelah. Punggung yang terasa mau patah dan juga lengket karena seharian ini baru terkena air saat pagi tadi.

Kakimu kembali melangkah, melanjutkan jalan agar cepat sampai ke rumah. Sejujurnya bangunan besar itu bukan rumah untukmu melainkan sebuah neraka yang menggeluti tubuhmu sejak kamu kecil.

Entah sampai kapan kamu harus seperti merasakan hal seperti ini. Mungkin sampai kamu menghembuskan nafas terakhir.

Kamu meringis kecil lalu menggeleng. Menghilangkan semua fikiran-fikiran anehmu itu. Kamu menghapus wajah lelahmu yang tergantikan dengan wajah biasa. Ini seperti sudah menjadi hal rutin saat untukmu saat kakimu sudah memasuki wilayah rumah.

"Tumben pulangnya lama"

Kamu yang baru saja masuk ke dalam ruang tamu langsung menangkap kakak kedua mu yang tengah berkutat dengan laptopnya. Kamu tersenyum tipis lalu mendekati kaka tertuamu itu untuk salim. Walau orang-orang rumah menyebalkan, kamu tetap harus bersikap sopan.

"Tadi arin ngerjain tugas dulu sama temen jadinya baru pulang jam segini"

Chandra atau yang biasa dipanggil chan memilih tetap menatap layar laptopnya tanpa ada rasa untuk menoleh sebentar ke adiknya itu.

"Yaudah, sana mandi terus makan. Oh iya, bunda tadi nyariin kamu"

Setelah mendengar ucapan kakakmu itu kamu memilih langsung masuk ke dalam. Niat hati ingin langsung naik ke kamar tetapi kamu menangkap tubuh bundamu yang berada di dapur.

Kamu menghampiri bundamu untuk menyapa dan nyatanya tetap saja ekspektasi tidak akan pernah jadi nyata.

"Bunda, kata kak chan bunda nyariin aku. Kenapa bun?"

Bunda yang sibuk mengaduk teh menoleh kearahmu. "Oh itu, makanan buat kamu ada di meja makan. Mandi dulu abis itu makan"

Kamu tersenyum mendengar ucapan dari bundamu itu. "Iya bun"

"Jangan lupa kerjain tugasnya iris, tadi dia udah ngerjain setengah tapi karena udah malem bunda suruh tidur. Kamu lanjutin ya"

"T-tapi bun"

"Kamu ga kasian emangnya sama iris. Sakit-sakitan gitu. Sesekali bermanfaat buat kembaran kamu gitu"

Bibirmu kelu. Kalimat itu kembali terucap dari bibir bundamu membuat kamu tersenyum pahit. Kamu bisa apa memangnya. Menolak? Tentu saja itu hal mustahil. Bisa-bisa bundamu akan semakin memarahimu dan berakhir mendiamkan mu untuk waktu yang lama.

"Iya bunda nanti aku kerjain"



"Iya bunda nanti aku kerjain"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Kamu menggerakan tubuhmu untuk menghilangkan rasa pegal. Semalaman kamu begadang mengerjakan tugas milik iris dan juga menyelesaikan tugasmu yang belum selesai. Kamu baru bisa tidur saat jam menunjukan pukul setengah 4 pagi.

Niat hati ingin tidur lebih lama nyatanya jam 6 pagi pun kamu sudah turun ke dapur untuk membantu bundamu menyiapkan sarapan. Kalau tidak membantu bisa-bisa bundamu mengomel di pagi hari.

Jangan tanya dimana iris. Gadis itu akan turun dari kamar saat jam tepat menunjukkan pukul 7 pagi, dimana sarapan sudah tersedia di meja makan.

Kamu tertawa miris di dalam hati memgingat semuanya. Perlakuan keluargamu sendiri yang seperti memandang iris sebagai putri dan hanya kamu yang dianggap dayang-dayangnya.

"Bun, iris belum bangun?"

"Nanti bunda bangunin. Kamu bawa itu ke meja makan sana"

Kamu membawa nasi goreng yang di letakan di piring besar keatas meja makan. Tidak lupa dengan beberapa piring dan gelas untuk setiap orang. Sebelum kembali ke dapur kamu memijit pelan pundakmu tetapi kegiatanmu terhenti saat ayahmu baru memasuki ruang makan.

"Pagi yah"

"Pagi. Iris belum keluar dari kamar?"

Kamu tersenyum pahit. Iris lagi, iris lagi.

"Belum yah, kata bunda nanti bunda aja yang manggil iris ke kamar"

"Oh yaudah"

Kamu baru saja berniat kembali ke dapur tetapi suara riang yang terdengar membuat kamu menoleh. Disana iris tengah turun dari berjalan memasuki ruang makan sembari tersenyum senang. Gadis itu langsung menghampiri ayahmu dan disambut hangat oleh laki-laki itu. Rasanya berbeda sekali saat bersamamu tadi.

"Pagi rin"

"Pagi ris"

"Maaf ya, gabisa bantuin kamu sama bunda. Abisnya setiap mau bantuin diomelin terus sama bunda"

Kamu baru saja ingin menjawab tetapi suara kakak keduamu yang datang-datang langsung mengacak-acak rambut iris membuat kamu kembali mengatupkan bibirmu.

"Kamu tuh gaboleh capek tau. Makanya bunda ngelarang ini itu"

Kamu tersenyum pahit. Rasanya seperti kamu dianak tirikan di keluarga kandumu sendiri.

Tanpa berucap lagi kamu memilih kekbali ke dapur untuk menyelesaikan tugasmu dan juga menyiapkan bekal untukmu. Kamu memilih sarapan di kampus saja daripada harus ikut sarapan di meja makan yang terasa asing untukmu. Lagipula mereka tidak peduli ada atau tidaknya dirimu.

Bagi mereka iris itu ada sedangkan arin itu hanya bayang-bayang iris.


Bagi mereka iris itu ada sedangkan arin itu hanya bayang-bayang iris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PELIK • LEE FELIX √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang