BAB 3

90 18 14
                                    

"Terpaksa karena keadaan, bukan kemauan"

Hujan nampak tengah menabur rindunya dengan bumi, gemelar guntur juga ikut menyertai pertemuan mereka, membaur menjadi satu.

Tas gendong yang dipeluk, dengan tubuh yang sudah basah kuyup terus berjalan dengan tergesa.

Allura baru saja pulang dari sekolah, langit layaknya tak memihak padanya, tanpa permisi guntur menyapa dengan gemelar suara yang nyaris membuat cabe sekolah berteriak.

Sedikit lagi, gerbang putih tersebut sudah terlihat. Masih dengan kaki yang berlari sesekali menginjak kubangan air yang membuat seragamnya berbaur dengan lumpur.

Sepatu, seragam, tas, dan beberapa buku pelajarannya basah. Allura segera merendam dan sekalian mencuci pakaiannya, ia tak ingin sakit yang nanti akan membuat pengeluarannya bertambah.

🐣🐣🐣🐣

Masih dengan lilitan handuk sebatas lutut, Allura berjalan kesana kemari berusaha menjemur bukunya dilantai yang langsung terkena kipas, berharap air yang terserap dapat berkurang.

Rambutnya masih dengan lilitan handuk, Allura keluar dengan pakaian santai hanya untuk menjemur handuk yang baru saja ia gunakan untuk mengeringkan tubuhnya.

Matanya tak sengaja menangkap sosok pria bertubuh atletis yang juga tengah menjemur handuk. Mata yang menyorotkan tatapan tajam tersebut sempat bertubruk dengan Allura.

Penghuni baru ternyata.

Kamar 11.

Iya, cowok tersebut menempati kamar yang bersebelahan persis dengan Allura.

Hujan yang tadinya enggan mereda, kini sudah beralih menjadi rintikan halus. Allura membuka jendela kamarnya sambil menikmati mie instan kuah yang ia campur dengan irisan sayur lengkap dengan telur setengah matang.

Fikirannya masih tergerak untuk mencari pekerjaan, tapi naasnya ia tak tau harus mencari kemana. Teman? Kalian tau lah bagaimana posisi Allura, ia sendiri. Benar-benar sendiri.

Allura menarik nafas panjang, ia semakin bingung dengan alur hidupnya. Disisi lain, Allura tak ingin menyerah dengan keadaan, apalagi sampai putus sekolah.

Yang jadi fikirannya saat ini, minggu depan adalah waktu terakhir pembayaran uang spp, ditambah lagi Allura bulan sebelumnya juga belum melunasi.

"bodo lah, capek gue"

Allura beranjak dari kursi, berjalan menuju wastafel untuk mencuci mangkuk yang baru saja ia gunakan.

Hari masih sore meskipun langit sedikit menghitam. Mendung masih melanda walau hujan sudah mereda.

Allura mengambil jaket yang ia gantungkan dibelakang pintu, kemudian mengenakannya dan pergi keluar.

Tujuannya, cari kerja.

Namun ia tak sengaja melihat bu Helen yang terlihat begitu kebingungan didepan motor matic yang baru ia beli beberapa hari yang lalu.

"loh, kenapa motornya bu?" Allura berdiri tepat disamping motor scoopy Bu Helen.

"ini loh, ibu mau ke mini market beli minyak sama keperluan dapur, tadi pagi gak sempet, tapi--"

ALLURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang