BAB 4

72 12 13
                                    

"Luka basah kembali terbuka"

Beberapa tentengan kresek berwarna putih kini sudah memenuhi teras Bu Helen, Allura hendak beranjak kembali menuju kamarnya, tapi Bu Helen menghadangnya.

"Allura, sebentar"

Gadis dengan hoodie warna putih tersebut terhenti, kembali berdiri diteras Bu Helen.

Bu Helen membuka resleting dompetnya, memberikan dua lembar uang berwarna merah. Allura juga tak mengerti sebelumnya, hingga uang tersebut disodorkan Bu Helen padanya.

"ambil Ra, kamu udah bantu ibu hari ini"

Biarpun Allura tengah masa krisis ekonomi, tapi Allura memang benar-benar ikhlas melakukan hal tersebut.

"gak usah bu, Allura ikhlas bantu ibu"

Bu Helen meraih tangan Allura memaksa memberikan uang agar segera diterima Allura.

"ambil, ibu ikhlas ngasih ini sama kamu"

Dengan berat hati, Allura menerimanya. Baginya ini sangat membantu untuk mencukupi kebutuhannya beberapa hari kedepan.

"Ra, kalau kamu jadi ojek pribadi ibu mau gak?"

🐣🐣🐣🐣

Senja berlalu seiring hembusan angin, langit malam begitu terang dengan taburan bintang.

Allura menutup buku fisika, barusan ia mengerjakan tugas beberapa hari yang lalu. Kini tangannya masih sibuk dengan ponsel.

Tak ada pesan sama sekali. Memang siapa yang mau menghubunginya? teman saja tak punya.

Fikirannya melayang dengan kejadian satu tahun lalu, dimana ia sangat disegani disekolahnya dulu, mempunyai banyak teman, dengan hidup yang berkecukupan.

Allura ingin kembali pada masa itu, memilik banyak teman tanpa kebusukan.

Andai saja keluarganya tak sejatuh saat ini, mungkin Allura sekarang tengah bersenda gurau dengan kedua orang tuanya.

"Rara kangen Papa"

Rindunya sudah tak dapat dibendung lagi, setelah kejadian yang membuat keluarganya hancur, Roy-Papanya Allura meninggalkannya dalam kondisi yang bahkan masih belum usai atas keterpurukan ekonomi.

Papanya kecelakaan, yang berakibat kehilangan nyawanya ditempat kejadian.

🐣🐣🐣🐣

Terik fajar nampak begitu menusuk, Allura bahkan sudah berkeringat akibat beberapa kali bermain basket. Sendiri.

Hingga sebuah tepuk tangan riuh menyambut bersamaan dengan bola yang masuk ke ring untuk ke delapan kalinya.

Allur mengambil bolanya, mendribel dan tanpa aba-aba langsung melempar ke arah sumber suara yang mengganggu fokusnya.

Beruntung Sagara dengan sigap bisa menangkapnya. Perhitungan waktu yang tepat.

"nih"

Sagara mengulurkan kembali bola basket ke Allura.

"lo ngajak gue main basket barengkan? sorry gue lagi gak pengen"

Sagara berjalan menepi dari kawasan lapangan, lebih memilih meneduh dibawah pohon sambil bercengkrama.

ALLURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang