03.

4.9K 669 120
                                    

"Ayah, kalau ayah lagi kesal atau lelah. Pukul Semesta aja. Jangan pukul mas Jendral ya?"

-





Semesta melangkahkan kakinya pelan, netranya menangkap Jendral yang sedang memperbaiki motornya dihalaman rumah.  Jendral terlihat kecapekan, Semesta berinisiatif untuk membuatkan Jendral sebuah kopi. Supaya Jendral tidak ngantuk, mengingat ini sudah malam.

Dengan cekatan ia memasak air panas serta menaruh bubuk kopi digelas. Setelah mendidih ia menuangkan air panas itu kegelas setelah mengaduknya hingga kental. Dengan hati hati ia membawa gelas berisi kopi panas itu kedepan teras.

"Mas Jendral! Semesta bikin kopi buat Mas Jendral nih!" Jendral mengalihkan perhatiannya sebentar, lalu ia berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Semesta.

Ia mengambil kopi tersebut, Semesta tersenyum senang.

Jendral menumpahkan kopi tersebut ketangannya. "Akhh Panas?!!!" Teriakan Jendral terdengar oleh kedua orang tua mereka.

Semesta langsung meraih gelas yang sudah kosong tersebut dan menaruhnya dimeja, ia memegang tangan Jendral yang melepuh sambil meniupinya agar panasnya berkurang. Semesta tidak tau apa maksud Jendral melukai dirinya sendiri.

"JENDRAL!??? Kamu kenapa sayang?" Aren langsung menghampiri anaknya. Dan menatap tajam Semesta seolah olah pelakunya adalah dia.

"Semesta numpahin kopi panas ke Jendral!" Jendral menenggelamkan wajah kepelukan ibunya, ia tersenyum senang.

"Enggak mah, Mas Jendral sendiri yang numpahin kopi ke tangannya!" Bantah Semesta.

Jendral menggeleng. "Ngaku aja sih! Lagian buat apa juga gue ngelukain diri sendiri!"

"Diem Semesta!" Johnathan menatap tajam Semesta ketika ingin membuka mulut. Tanpa aba aba ia menyeret Semesta menjauh dari situ. Membuat senyum kemenangan tercetak di bibir Jendral.

Dengan segala kekuatan Semesta menahan pukulan yang diberikan oleh Johnatan. Ia dibawa kehalaman belakang. Tubuhnya seperti remuk karena beberapa kali dibanting oleh Johnathan. Entah kenapa tubuhnya seperti enteng sekali di mata Johathan. Ia meringis saat darah keluar dari hidungnya.

Johnathan tanpa rasa iba menarik rambut Semesta kasar dan menenggelamkannya kekolam renang. Mengangkatnya lalu menenggelamkannya lagi, begitu berulang ulang. Bahkan Semesta tidak sempat mengambil udara terlebih dahulu.

"Ayah, berhenti..." Semesta melirih, ia berharap suatu kejaiban datang menyelamatkannya. Johnathan yang merasa lelah langsung melepaskan tarikannya dan menatap Semesta dengan penuh amarah.

"Jangan pernah nyakitin Jendral bajingan! Sekali lagi kamu nyakitin Jendral, ayah tidak segan segan membunuh mu." Johnathan meninggalkan Semesta yang hampir sekarat.

Semesta tertawa renyah. "Semesta kan anak ayah juga, kalau ada yang nyakitin Semesta apa ayah akan membunuh orang itu? Ah gak mungkin, ayah pasti bakal ngebiarin Semesta terbunuh dengan orang itu!" Ucapnya penuh isak tangis. Ia menumpahkan segala beban hidupnya lewat tangisan. Sebenarnya dia itu siapa disini?

-

-

-


Semesta bangun dari tidurnya, ia semalaman tidur di taman belakang ditemani dinginnya air kolam renang. Saat bangkit ia merasakan sakit disekujur tubuhnya. Tapi ia harus sekolah, dan membanggakan kedua orang tuanya.

Ia tidak mandi, suhu tubuhnya terasa panas. Mungkin ia sakit, tapi Semesta tidak peduli. Mau sakit atau apapun itu ia harus tetap sekolah. Ia tidak ingin menyia nyiakan kesempatannya untuk bersekolah. Ia menatap pantulan dirinya dicermin, lalu melihat dengan intens luka dikepalanya.

Semesta dan sendunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang